Donnerstag, 1. Februar 2018

Lil's Movie Review: Belajar Parenting dari Film Wonder

Kemarin malam akhirnya saya menuntaskan film Wonder setelah berbagai drama internet kosan yang sungguh tidak mendukung. Mungkin karena saya nontonnya via jalur ilegal ya, jadi ada aja halangannya. Mon maap nih, soalnya saya sedang penempatan di Tulungagung dan Wonder nggak ditayangin di bioskop lokal sini. Walaupun itu bukan pembenaran sih ya. Ehe.

Oh ya, i'm a big fan of movie drama. Makanya, ketika baca review film Wonder dan menemukan bahwa film ini genre-nya drama keluarga, saya tertarik banget-banget. Walaupun, beberapa review film terlalu meng-highlight kondisi wajah Auggie- tokoh utama dari film ini, yang tidak sempurna dengan beberapa bekas luka operasi. Dimana introduksi tentang kondisi wajah dan penyakit yang diderita Auggie membuat saya agak males nonton hehe. Karena saya tidak terlalu tertarik menonton film drama yang ceritanya seputar struggling-nya si tokoh melawan penyakit. Bukan karena saya tidak empati dengan penderita penyakit tersebut, tetapi lebih karena jalan cerita yang pada akhirnya mudah tertebak aja.

Well, tapi, ketika saya nonton, praduga saya tersebut ternyata salah. Film ini sama sekali nggak ngebahas soal penyakit-nya si Auggie serta bagaimana ia melawan penyakitnya. Wonder menurut saya benar-benar sebuah film drama keluarga yang memberikan gambaran bagaimana sebuah keluarga berbesar hati dealing dengan Auggie dan tampilan fisiknya yang berbeda dengan anak kecil kebanyakan.

Cerita bermula ketika ibunya Auggie yang diperankan oleh Julia Roberts memutuskan untuk memasukkan Auggie ke sekolah umum setelah sekian lama Auggie diikutkan home schooling. Menurutnya, sudah saatnya bagi Auggie bersosialisasi dengan anak-anak seusianya. Auggie yang tadinya menolak ide tersebut pada akhirnya menerima keputusan ibunya. Hal yang sangat menarik bagi saya, yang merupakan early adult ini, adalah bagaimana orang tua Auggie membiasakan bernegosiasi dengan setiap anggota keluarga. 

Orang tua Auggie memperlakukan Auggie selayaknya orang dewasa, yang bisa diajak bertukar pikiran, yang punya pandangan personal, dan sebagainya. Scene favorite saya adalah ketika Auggie mengalami hari yang buruk di hari pertamanya pergi ke sekolah. Orang tua Auggie yang membiasakan kegiatan makan di meja makan sebagai momen untuk saling berbagi cerita, menanyakan Auggie bagaimana pengalaman sekolah hari pertamanya. Tetapi, Auggie justru meninggalkan meja makan setelah sebelumnya menjawab pertanyaan orang tuanya dengan nada yang agak tinggi. Lalu, ibu Auggie mendatangi Auggie ke kamar dan mengajaknya untuk bicara empat mata. Tidak memarahi, tidak menghakimi. Ia memperlakukan Auggie sebagai anak yang punya kontrol atas sikap yang dia tunjukkan.

Another favorite scene juga ketika Ibu Auggie bertengkar dengan kakak perempuan Auggie. Ayah Auggie yang saat itu kebetulan ada di sana diminta untuk membiarkan mereka menyelesaikan urusannya berdua saja. Keren! Dan masih banyak adegan-adegan lain di film Wonder yang menurut saya ilmu parenting banget. Sangat bisa untuk coba diterapkan di keluarga kita kelak. Hasyik.

Terlepas dari itu, alur cerita Wonder ini maju mundur dari beberapa sudut pandang orang-orang yang involved secara signifikan di kehidupannya Auggie. Misalnya, Via- kakaknya Auggie, yang digambarkan merasa kecewa karena keluarganya terlalu fokus memperhatikan Auggie dan lupa dengannya yang, bagaimana pun juga, masih 'anak-anak'. Ah ya, part ini saya juga suka sekali, karena awalnya saya mengira bahwa Via akan digambarkan berkonflik dengan Auggie. Tapi ternyata, Via digambarkan tidak meluapkan itu ke Auggie dan justru lagi-lagi mengajak Auggie untuk bernegosiasi dengan kondisi-kondisi tidak mengenakkan di hidup mereka berdua.

Sudut pandang lain juga digambarkan berasal dari Jack Will yang merupakan teman baik Auggie di sekolah, seperti tentang bagaimana awal mula ia bisa dekat dengan Auggie sampai terjadi konflik di antara mereka. Saya juga suka ketika Jack Will bertengkar dengan teman Auggie lain (saya lupa namanya) dan Jack Will di-skors dari sekolahnya. Tetapi, kepala sekolahnya menyebutkan bahwa ia menghargai Jack Will yang berkelahi untuk membela Auggie. 

Tapi, yang kurang dari Wonder ini, menurut saya, adalah ending-nya ketika Auggie mendapatkan penghargaan dari sekolah. I just don't get the reason why he deserves the award. Bahwa, setelah ada dia, teman-teman sekolahnya belajar how to deal with differences, iya sih. Tapi kan bukan berarti dia yang membuat mereka semua belajar. He just do the way he is supposed to do. Hem gitu nggak sih? menurut ku sih gitu wk. Karena penghargaan itu terlalu maksa ehe.

Intinya, Wonder ini recommended banget untuk jadi tontonan keluarga. Film ini banyak mengajarkan kita tentang empati, penerimaan, persahabatan dan yang paling utama, nilai-nilai keluarga sebagai pondasi paling utama kehidupan manusia. 


Rating: 4.5/5
After Taste: Pengen banyak-banyak self talk untuk kurang-kurangin berprasangka sama orang.

Donnerstag, 1. Februar 2018

Lil's Movie Review: Belajar Parenting dari Film Wonder

Kemarin malam akhirnya saya menuntaskan film Wonder setelah berbagai drama internet kosan yang sungguh tidak mendukung. Mungkin karena saya nontonnya via jalur ilegal ya, jadi ada aja halangannya. Mon maap nih, soalnya saya sedang penempatan di Tulungagung dan Wonder nggak ditayangin di bioskop lokal sini. Walaupun itu bukan pembenaran sih ya. Ehe.

Oh ya, i'm a big fan of movie drama. Makanya, ketika baca review film Wonder dan menemukan bahwa film ini genre-nya drama keluarga, saya tertarik banget-banget. Walaupun, beberapa review film terlalu meng-highlight kondisi wajah Auggie- tokoh utama dari film ini, yang tidak sempurna dengan beberapa bekas luka operasi. Dimana introduksi tentang kondisi wajah dan penyakit yang diderita Auggie membuat saya agak males nonton hehe. Karena saya tidak terlalu tertarik menonton film drama yang ceritanya seputar struggling-nya si tokoh melawan penyakit. Bukan karena saya tidak empati dengan penderita penyakit tersebut, tetapi lebih karena jalan cerita yang pada akhirnya mudah tertebak aja.

Well, tapi, ketika saya nonton, praduga saya tersebut ternyata salah. Film ini sama sekali nggak ngebahas soal penyakit-nya si Auggie serta bagaimana ia melawan penyakitnya. Wonder menurut saya benar-benar sebuah film drama keluarga yang memberikan gambaran bagaimana sebuah keluarga berbesar hati dealing dengan Auggie dan tampilan fisiknya yang berbeda dengan anak kecil kebanyakan.

Cerita bermula ketika ibunya Auggie yang diperankan oleh Julia Roberts memutuskan untuk memasukkan Auggie ke sekolah umum setelah sekian lama Auggie diikutkan home schooling. Menurutnya, sudah saatnya bagi Auggie bersosialisasi dengan anak-anak seusianya. Auggie yang tadinya menolak ide tersebut pada akhirnya menerima keputusan ibunya. Hal yang sangat menarik bagi saya, yang merupakan early adult ini, adalah bagaimana orang tua Auggie membiasakan bernegosiasi dengan setiap anggota keluarga. 

Orang tua Auggie memperlakukan Auggie selayaknya orang dewasa, yang bisa diajak bertukar pikiran, yang punya pandangan personal, dan sebagainya. Scene favorite saya adalah ketika Auggie mengalami hari yang buruk di hari pertamanya pergi ke sekolah. Orang tua Auggie yang membiasakan kegiatan makan di meja makan sebagai momen untuk saling berbagi cerita, menanyakan Auggie bagaimana pengalaman sekolah hari pertamanya. Tetapi, Auggie justru meninggalkan meja makan setelah sebelumnya menjawab pertanyaan orang tuanya dengan nada yang agak tinggi. Lalu, ibu Auggie mendatangi Auggie ke kamar dan mengajaknya untuk bicara empat mata. Tidak memarahi, tidak menghakimi. Ia memperlakukan Auggie sebagai anak yang punya kontrol atas sikap yang dia tunjukkan.

Another favorite scene juga ketika Ibu Auggie bertengkar dengan kakak perempuan Auggie. Ayah Auggie yang saat itu kebetulan ada di sana diminta untuk membiarkan mereka menyelesaikan urusannya berdua saja. Keren! Dan masih banyak adegan-adegan lain di film Wonder yang menurut saya ilmu parenting banget. Sangat bisa untuk coba diterapkan di keluarga kita kelak. Hasyik.

Terlepas dari itu, alur cerita Wonder ini maju mundur dari beberapa sudut pandang orang-orang yang involved secara signifikan di kehidupannya Auggie. Misalnya, Via- kakaknya Auggie, yang digambarkan merasa kecewa karena keluarganya terlalu fokus memperhatikan Auggie dan lupa dengannya yang, bagaimana pun juga, masih 'anak-anak'. Ah ya, part ini saya juga suka sekali, karena awalnya saya mengira bahwa Via akan digambarkan berkonflik dengan Auggie. Tapi ternyata, Via digambarkan tidak meluapkan itu ke Auggie dan justru lagi-lagi mengajak Auggie untuk bernegosiasi dengan kondisi-kondisi tidak mengenakkan di hidup mereka berdua.

Sudut pandang lain juga digambarkan berasal dari Jack Will yang merupakan teman baik Auggie di sekolah, seperti tentang bagaimana awal mula ia bisa dekat dengan Auggie sampai terjadi konflik di antara mereka. Saya juga suka ketika Jack Will bertengkar dengan teman Auggie lain (saya lupa namanya) dan Jack Will di-skors dari sekolahnya. Tetapi, kepala sekolahnya menyebutkan bahwa ia menghargai Jack Will yang berkelahi untuk membela Auggie. 

Tapi, yang kurang dari Wonder ini, menurut saya, adalah ending-nya ketika Auggie mendapatkan penghargaan dari sekolah. I just don't get the reason why he deserves the award. Bahwa, setelah ada dia, teman-teman sekolahnya belajar how to deal with differences, iya sih. Tapi kan bukan berarti dia yang membuat mereka semua belajar. He just do the way he is supposed to do. Hem gitu nggak sih? menurut ku sih gitu wk. Karena penghargaan itu terlalu maksa ehe.

Intinya, Wonder ini recommended banget untuk jadi tontonan keluarga. Film ini banyak mengajarkan kita tentang empati, penerimaan, persahabatan dan yang paling utama, nilai-nilai keluarga sebagai pondasi paling utama kehidupan manusia. 


Rating: 4.5/5
After Taste: Pengen banyak-banyak self talk untuk kurang-kurangin berprasangka sama orang.

Popular posts