Donnerstag, 23. August 2018

My YSEALI Journey: Sebuah Upaya Menjenguk Juminten yang Kuliah di Washington [Bagian 3]

Seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya, sejak saya membaca surat rekomendasi yang dibuatkan oleh referee saya, saya memiliki keyakinan besar bahwa surat itu akan mampu membawa saya untuk lolos ke tahap interview. Libur lebaran yang cukup panjang membuat saya mempersiapkan diri untuk mafhum jika akhirnya pengumuman peserta lolos ke interview memakan waktu yang lebih lama dari biasanya. Makanya, saya merasa tenang-tenang saja dengan masa penantian tanpa kepastian itu. Sampai pada momen H-sekian lebaran, berbagai kenyataan pahit datang bertubi-tubi. Kenyataan yang membuat saya bahkan tidak berselera menyantap menu-menu khas lebaran.

Pertama, karena pengumuman Fulbright sudah keluar dan saya tidak mendapatkan email notifikasi apapun (bahkan sampai tulisan ini dibuat). Dengan kata lain, saya tidak terpilih menjadi Fulbrighter 2018. Well, sebenarnya hasil ini sudah saya prediksi dari jauh hari. Saya pun sudah mempersiapkan diri atas kegagalan tersebut dengan selalu berdoa agar Allah melapangkan hati saya seluas-luasnya dalam menerima hasil tidak mengenakkan dari Fulbright. Tapi, tetap saja ya, ketika hal tersebut benar-benar terjadi, rasa kecewa tetap muncul walau secuil. 

Kedua, beberapa hari sebelumnya, email pengumuman AAS juga sudah keluar. Hanya saja, karena mungkin sinyal di rumah Mbah kurang bagus, tidak ada notifikasi email masuk kecuali jika saya sengaja update inbox email. Hasil AAS-nya tentu saja tidak menyenangkan, saya tidak lolos bahkan di tahap administrasi. Tapi, ini juga sebenarnya sudah saya prediksi, karena, qadarullah, beberapa hari setelah saya submit berkas, saya baca ulang back up jawaban esai yang saya simpan di Ms. Word. Dan saya pun baru sadar kalau ternyata saya lupa untuk menjawab satu sub-pertanyaan esai. Tetot. Menyesal sekali, tapi yasudah belum rezeki. 

Ketiga, ini yang paling membuat saya tidak bersemangat, i stumbled upon a random blog of the past YSEALI awardee. The blog said that usually the interview invitation will be sent to the selected candidates within a week after the deadline. Meanwhile, the day i read the blog has passed more than 7 days after the deadline and i haven't got any email from YSEALI committee. Fiuh, apa ini pertanda saya tidak masuk ke tahap interview ya? Hiks.

Seketika semua harapan saya runtuh. Semua optimisme yang terbangun selama pengerjaan aplikasi pupus sudah. Perjalanan YSEALI saya berhenti disini. Tidak ada lagi yang perlu dicari tahu, tidak ada lagi yang perlu dipersiapkan, pikir saya. Keyakinan saya untuk dapat melaju ke tahap interview pun saya tukar dengan keyakinan bahwa mungkin ini memang yang terbaik menurut Allah. YSEALI bukan jalan saya. Okesip, mari kita menyambut lebaran aja lah!

Setelah lebaran, saya sempat bertemu dengan beberapa teman lama. Saya ceritakan perjalanan aplikasi YSEALI saya yang bahkan sudah gagal sejak seleksi berkas. Mereka mengaminkan dengan mengatakan, "Iya, YSEALI emang ketat banget sih seleksinya. Ratusan yang daftar, susah banget buat tembus kesana."

Damn, saya mengumpat, mengutuki diri yang sebodoh itu telah menaruh harap pada sebuah program yang tidak mungkin saya tembus. Ibarat ngarep balasan cinta dari gebetan yang jelas-jelas nggak punya tempat buat kita di hatinya. Cailah.

Hari-hari saya pun berlanjut tanpa ada lagi mimpi ke Amerika. Hingga suatu siang yang sengatan panasnya masih saya ingat sampai sekarang, tanggal 3 Juli, saya sedang di lapangan untuk mendampingi Mba Arum, petugas lapangan di cabang dampingan saya yang akan melakukan proses prapencairan. Mba Arum mengajak saya beristirahat sejenak karena dia mau makan siang. Saya mengiyakan dan kami pun mampir ke warung nasi goreng. Agak aneh sih ada yang jual nasi goreng siang-siang (mon maap, ini komentar super nggak penting).

Berhubung saat itu saya sedang puasa, Mba Arum sungkan jika harus makan sambil mengobrol dengan saya. Saya pun mencari 'kesibukan'. Saya aktifkan koneksi internet dan membuka inbox gmail. Dalam beberapa detik, si inbox berusaha untuk memuat email-email baru. Saya skimming email yang masuk, dan 'deg'. Saya tertegun. Saya baca ulang. Tertulis pada subjek salah satu email yang baru masuk:

"Interview Request: YSEALI Academic Fellowship Program (Fall 2018)"

Saya klik email tersebut. Beberapa detik setelahnya jantung saya seperti ingin membuncah. Ini serius nih? Saya baca ulang email tersebut. Baik-baik. Lagi dan lagi. Dengan pelan-pelan. Dengan hati-hati.




I got an interview invitation!!!! Is it for real?!

Reflek, dengan agak heboh saya sampaikan ke Mba Arum kalau saya masuk ke tahap interview YSEALI. Mba Arum tidak paham dengan apa yang saya bicarakan. Tapi, ah, saya tidak peduli. Saya tidak dapat menahan kebahagiaan saya saat itu. Saya tidak dapat berhenti tersenyum.

Sambil menanti Mba Arum selesai makan, saya memastikan sekali lagi bahwa email tersebut nyata, bukan halusinasi saya yang kebelet pengen ke US, bukan email salah subjek dan, yang paling penting, tidak salah alamat. Alhamdulillah. Setelah yakin bahwa saya tidak sedang bermimpi, saya tenangkan diri. Saya ucap dalam hati, "Alhamdulillah, seneng secukupnya aja, Lil. Jangan terlena. Lo masih punya satu tahap lagi untuk dimenangkan. Jangan sampai mengulang kebodohan saat interview Fulbright."

Hari itu, senyum saya tidak bisa berhenti mengembang. Kepala saya juga tidak bisa berhenti berpikir, strategi apa yang harus saya lakukan dalam menghadapi interview dengan waktu persiapan yang hanya seminggu saja. Fiuh.

Ahya, sebelum itu, tidak lupa saya mengabarkan sekaligus mengucapkan terima kasih kepada orang yang secara langsung punya andil besar dalam aplikasi YSEALI saya: Kak Queen, referee saya. Terima kasih banyak, Kak!

Anyway, untuk kelolosan interview YSEALI ini, saya sengaja tidak mengabarkan banyak orang. Saya trauma masa-masa interview Fulbright. Wkwkwk. Udah ngabarin banyak orang, banyak yang ngucapin selamat, dan terlena lah saya dengan kata-kata manis mereka. Saya merasa di atas awan, eizik, lalu lupa bahwa di depan masih ada jurang yang harus saya seberangi. Huff.

Makanya, saat hari H email masuk itu, saya hanya mengabarkan Kak Queen saja. Kemudian, beberapa hari menjelang hari interview, baru deh saya bilang ke temen deket dan Bapak di Jakarta buat minta restu dan doa beliau. Nah, ini tips nih, buat yang lagi bersukacita menghadapi berita baik biar nggak terlena: sharing good news is nice, but too much is exaggerating. Sometimes, not all 'nice words' we got are good for our self-development. In most cases, those are just toxic. So, beware! ehe.


Mempersiapkan Interview

Hal paling pertama yang saya lakukan dalam mempersiapkan interview YSEALI adalah, seperti biasa, baca blog alumni. Sayangnya, kali ini saya mengalami kesulitan karena sedikit sekali alumni yang membagikan pengalaman interview YSEALI mereka. Pun jika ada, pembahasannya tidak mendalam, hanya sebatas memberikan gambaran bahwa interview dilaksanakan via Skype, kalau internet bermasalah, kita akan dikontak via telepon biasa. Selebihnya, tidak ada penjelasan detil tentang hal-hal yang akan ditanyakan selama interview, bagaimana kriteria kandidat yang mereka cari, dsb. Jadi, saya harus cari sumber belajar lain.

Selanjutnya, saya coba menghubungi alumni YSEALI untuk tanya-tanya langsung. Kebetulan, saya sempat mengenal beberapa alumni YSEALI, tapi agak sungkan untuk menghubungi mereka karena kami tidak pernah kontak-kontakan lagi. Walaupun, sebenarnya, mereka sangat terbuka kalau ada kandidat yang mau tanya-tanya sih. Tapi, saya ragu aja hahaha. Maklum, saat itu saya masih pada pemikiran: "Duh, jangan sampe banyak orang tau dulu deh. Takut gagal lagi." Padahal, nggak ada yang salah kok dari gagal berkali-kali, nggak perlu takut apalagi malu. Jadi, mindset saya ini jangan ditiru ya.

Kalau memang mau, kamu bisa menghubungi para alumni itu melalui berbagai saluran, seperti email, linkedin, instagram, dll. Saya pun sempat melihat beberapa tulisan atau vlog alumni yang memang membuka diri untuk ditanya-tanya terkait aplikasi YSEALI. So, jangan ragu ya.

Oke, balik lagi, saat kepo-kepo web YSEALI, saya menemukan sebentuk wajah familiar terpampang di web bersama alumni YSEALI lain. Dia adalah Mas Maxi- founder Riliv, sebuah startup konsultasi Psikologi dari Surabaya. Saya tahu dia sejak mengikuti rangkaian program 1000 Startup Digital. Kebetulan, dia adalah alumni program di batch sebelumnya. Ia sempat pula mengisi beberapa sesi dan menjadi mentor 1000 Startup Digital batch saya. Hem, ternyata, dia alumni YSEALI Academic Fellowship untuk tema yang sama dengan saya, Social Entrepreneurship. Lumayan lah kalau saya kontak Mas Maxi, he's not totally stranger yakaan. 

Singkat cerita, saya kontak Mas Maxi. Saya ceritakan padanya bahwa saya sedang apply YSEALI Academic Fellowship dan tepat kemarin saya mendapatkan undangan interview. Mas Maxi ini baik sekali, dia lalu menjelaskan hal-hal yang harus saya perhatikan saat interview, seperti motivasi yang benar, jangan pernah menyebut jalan-jalan sebagai tujuan, pastikan jawaban-jawaban saat interview tidak bertentangan dengan apa yang kita tulis pada esai, jabarkan rencana setelah program selesai, tunjukkan bahwa program yang kita jalankan akan sustainable, dsb.

Intinya sih, yang saya tangkap, berdasarkan pengalaman interview Fulbright dan YSEALI, dimana-mana interview itu tujuannya sama: mengkonfirmasi jawaban yang kita tulis pada aplikasi, apakah sesuai atau nggak. Karena, kalau kata Mas Dimi, konsultan IDP yang selama ini jadi counselor saya untuk apply S2, ketika kita diundang interview, artinya profil kita pada aplikasi sudah sesuai dengan apa yang mereka cari. Tinggal, saat interview itu, mereka mau gali lebih dalam, beneran sesuai atau nggak, cocok atau nggak sama program yang ditawarkan dan apa rencana setelah programnya. Jangan sampai beasiswa atau kesempatan program yang diberikan ke kita, hilang tak berbekas setelah program selesai. Idealnya sih, kita harus bisa bikin impact positif ke masyarakat, give back lah atas privilege yang udah kita nikmati.

Lanjut, setelah tanya-tanya ke Mas Maxi dan semakin mendapat gambaran mengenai interview yang akan berjalan, saya coba membuat daftar pertanyaan yang kemungkinan besar akan ditanyakan oleh para interviewer. Lalu, saya siapkan pula jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan tersebut. Ingat, cobalah untuk mempersiapkan jawaban sespesifik mungkin, jangan normatif dan mengawang-ngawang.

Dengan modal itu, sisa-sisa hari menjelang interview saya isi dengan latihan menjawab pertanyaan. Biasanya, saya latihan di kasur, sebelum dan sesudah tidur. Sambil duduk, saya coba rekam, kadang rekam video, kadang cuma rekam suara. Nanti, rekamannya saya putar, kalau masih ada yang kurang sip, seperti bahasa tubuh yang kurang enak dilihat, mata yang tidak fokus menatap ke depan, suara yang tidak enak didengar, diksi yang kurang pas, atau bahkan senyum yang kurang greget (eyyaaa), saya ulang lagi.

Jujur, trik membuat daftar pertanyaan sekaligus jawaban dan melatihnya setiap hari sangat-sangat membantu saya dalam menghadapi interview YSEALI kemarin. Pertama, kita jadi bisa memprediksi apa yang akan menjadi pertanyaan lanjutan dan kemana arah pembicaraan selama interview. Dengan demikian, kita tidak akan terlalu kaget dengan random questions yang tiba-tiba keluar dari interviewer.

Kedua, saya jadi bisa memfokuskan pengetahuan-pengetahuan baru apa yang sebaiknya saya pelajari. Mengingat, waktu persiapan yang sempit, kita tidak bisa mempelajari semua hal baru. Kita harus pandai memilah, apa yang kita butuh pelajari yang mungkin bisa memperkaya perspektif kita saat interview.

Selain itu, interview YSEALI nanti akan full english. Kamu nggak mau dong kalau selama interview akan menggunakan diksi yang itu-itu aja? Atau bahkan kebingungan memberikan jawaban dalam bahasa Inggris, padahal kamu tahu betul jawabannya dalam bahasa Indonesia. Makanya, biar nanti jawaban kamu terdengar smooth, natural dan nggak kaku, perbanyak latihan ngomong.

Ahya, ini saya kasih contoh pertanyaan yang pasti banget keluar beserta contoh jawaban oke dan nggak oke ya:

Pertanyaan:

"Why do you want to join YSEALI?"

Tipe jawaban normatif dan ngawang-ngawang:

"Because YSEALI will be held in USA, the most powerful country in the world, it has the best university in the world dst..."

"Because YSEALI is an international youth program where I can enrich my network with other youths in Southeast Asia, I can sharpen my leadership skill, I can improve my knowledge..."

Tipe jawaban spesifik:

"Because this program will be held in USA. We all know that USA is the country where the term social entrepreneurship was first introduced. The country where the very first organization promoting social entrepreneurship was founded, like Ashoka Foundation. So, there will be no other country better for me to learn about social entrepreneurship besides USA."

"Because YSEALI offers me the opportunity to mingle with other youth from different countries and character. That experience would be beneficial for me in leading my social enterprise, as the team I lead consist of people who are coming from different background."

Gimana? Kelihatan kan perbedaannya? Salah satu tips agar jawaban kamu spesifik dan tidak normatif adalah dengan perbanyak riset, baca artikel, update isu terkini yang relevan atau apapun yang bisa memperkuat argumenmu.

Terakhir, jangan lupa untuk mempersiapkan print out form aplikasi dan recommendation letter kamu. Print out tersebut akan memudahkan kamu untuk mempelajari segala hal yang kamu dan referee-mu tulis saat apply. Ingat, usahakan jawaban-jawabanmu tidak bertentangan dengan isi form aplikasi dan surat rekomendasi ya.


Interview D-Day

Jadwal interview saya di pagi hari pukul 8.30 WIB. Alhamdulillah, karena saya sudah mencoba mempersiapkan interview sebaik yang saya bisa, saya tidak sakit perut karena tegang seperti biasanya saya menghadapi interview. Ahya, karena hari itu hari kerja, saya pun berangkat ke kantor cabang seperti biasa, lalu saya mojok ke tempat sepi, dan saya siapkan semua peralatan yang diperlukan. Siapin print out berkas, laptop sambil di-charge (walaupun keknya masih penuh wkwk), headset disambungin ke laptop dan, yang paling penting, standby Skype.

Menjelang pukul 8.30 kurang sekian menit, belum ada tanda-tanda pihak US Embassy menghubungi saya. Saya agak gelisah, walaupun sebenarnya nggak perlu gelisah haha. Tepat di pukul 8.30 WIB, pihak US Embassy mengirim pesan Skype yang mengabarkan bahwa interview akan diadakan sebentar lagi. Saya melakukan final check, segala tools saya tes dan print out form aplikasi saya tempatkan pada posisi yang mudah dijangkau, in case saya butuh baca form di tengah-tengah interview.

Saat akhirnya US Embassy benar-benar menghubungi saya via Skype, ternyata panggilannya masuk ke hp, bukan ke laptop. Duh, saya agak panik, karena pasti tidak akan nyaman sekali kalau harus Skype call via hp. Tapi, saat saya cek laptop, panggilannya nggak masuk. Okelah, biar interviewer-nya nggak terlalu lama menunggu, saya langsung pindahkan sambungan headset dan mengangkat panggilan Skype di hp. Ternyata, interviewer meminta video call. Okesip, jadi lah sepanjang interview, hp itu saya pegang di depan wajah saya. Mayan, pegel.

Di awal, para interviewer memperkenalkan diri. Jujur, sekarang saya udah lupa nama-nama mereka karena saat itu deg-degan banget. Jadi, pikiran nggak bisa diajak mikir, apalagi untuk menghafal nama interviewer. Yang pasti, ada tiga orang yang meng-interview saya, ketiganya dari US Embassy Jakarta, orang Indonesia, dua laki-laki dan satu perempuan.

Nah, ini saya share pertanyaan-pertanyaan yang keluar saat interview kemarin yaw:

1. Introduce yourself
2. Explain your academic and work background. Why your academic background is not aligned with your current work
3. Explain the social enterprise you're currently working at
4. Your plan in the next 5 years. Whether you would stay in Jombang or go back to Jakarta
5. Progress and challenges faced by your social enterprise
6. Why applying for YSEALI
7. If you are chosen to be the YSEALI awardee, what things you want to learn from the program
7. After the program, any plan to start off other project ideas?
9. If you are chosen and go to US, what about your work at office and your social enterprise
10. Any question?

Ohya, disclaimer, saat kalian interview, belum tentu juga semua pertanyaan itu yang keluar ya. Coba kira-kira kemungkinan yang lain, sesuatu yang menurut para interviewer mungkin menarik untuk digali dari dirimu. Interview diestimasikan berjalan selama 20 menit, tapi, waktu saya interview, total waktunya cuma 19 menit 54 detik.


Menanti Hasil

Saat proses interview selesai, salah satu interviewer mengatakan bahwa pengumuman hasil akan disampaikan 'by the end of next week', yang mana saya artikan frase tersebut menjadi hari Jumat tanggal 20 Juli 2018. Wah, cepat ya, pikir saya dalam hati. Menjelang tanggal tersebut, saya tidak terlalu cemas memikirkan, kebetulan saat itu saya sedang persiapan backpacking ke Jepang. Tepat di tanggal 20 Juli itu pun, saya sedang di Jepang.

Akhirnya, tanggal keramat yang dinanti tiba. Saat itu, saya sedang di Osaka, baru tiba dari Tokyo di pagi harinya. Hp saya seharian mati total, jadi tidak bisa cek-cek email. Baru bisa buka email itu kalau tidak salah menjelang jam 4 sore, setelah kami check in penginapan.

Wagelaseh, deg-degan banget waktu itu. Proses hp nyala, konek internet, sampe akhirnya bisa tarik email, terasa sangat lama. Mata saya skimming cepat, yes, ada email dari YSEALI. Duh, ternyata, itu bukan email pengumuman. Itu email pemberitahuan untuk mengumpulkan 4-pages scanned passport. Saya liat jam kirimnya, oh, jam 15, baru aja dikirim berarti, nanti deh balesnya, nggak memungkinkan juga kirim scanned passport saat itu (belakangan saya tau bahwa email tersebut dikirim sekitar jam 1 waktu Indonesia).

Saya masih ingat sekali, saat saya dan pasangan backpacking saya (Indah namanya), mengunjungi destinasi kami selanjutnya, saya nggak bisa fokus menikmati suasana saat itu. Kepikiran YSEALI, sist. Sayang banget sih, belum tentu balik lagi (semoga balik lagi sih), tapi hati bawaannya pengen segera reply email itu. Singkat cerita, saya baru bisa mengumpulkan scanned passport yang diminta hari Senin pagi ketika saya sudah kembali ke Indonesia.

Sejak itu, hari-hari saya benar-benar tidak bisa lepas dari memikirkan pengumuman YSEALI. Setiap hari mengecek email, buka facebook group YSEALI dll. Sampai pada titik dimana saya merasa 'Kok kayaknya YSEALI sudah pengumuman yaa', saya pun secara random menghubungi alumni YSEALI melalui instagram untuk menanyakan perihal pengumuman tersebut. Jawaban dari mereka lumayan membuat perut saya kram. Mereka mengatakan bahwa untuk regional Timur Indonesia dan Sumatera, peserta terpilih telah diumumkan. Sayangnya, mereka nggak paham kabar untuk regional Jakarta.

Saat itu saya baru tahu, ternyata, seleksi YSEALI ini dibedakan dalam 3 wilayah seleksi, yaitu wilayah Indonesia Timur oleh Konjen AS Surabaya, wilayah Jakarta (dan kemungkinan Jabar, Jateng, Kalimantan) oleh US Embassy Jakarta dan wilayah Sumatera oleh Konjen AS Medan. Saya sendiri tidak paham, akan masuk wilayah seleksi yang mana, mengingat KTP saya Jakarta, tapi tinggal di Jawa Timur. Walaupun saya diwawancara oleh orang-orang dari US Embassy, tapi tidak menjamin kan kalau saya masuk ke wilayah seleksi Jakarta dan sekitarnya? Di titik tersebut, saya benar-benar pasrah. Jika memang saya dimasukkan ke wilayah Timur, dan itu sudah diumumkan, berarti yaa saya nggak lolos.

Tanggal 6 Agustus, karena saya tidak dapat membendung rasa penasaran saya, saya lakukan ikhtiar terakhir. Saya email pihak US Embassy untuk menanyakan, apakah pengumuman final YSEALI sudah keluar atau belum. Saya sudah siap dengan semua jawaban, insyaAllah. Kalau memang sudah, berarti YSEALI bukan rezeki saya. Tapi, kalau memang belum, setidaknya masih ada harap yang bisa saya gantungkan.

Hingga sore, saya tidak mendapat email balasan. Well, nggak mungkin balasannya di hari yang sama juga sih. Tapi, lumayan lah, ikhtiar terakhir saya itu cukup menenangkan dan meringankan hati untuk melepaskan kalau-kalau saya memang tidak terpilih mengikuti YSEALI.

Besoknya sekitar jam 9 pagi, tanggal 8 Agustus, saya menerima telfon dengan kode Jakarta yang kombinasi angkanya cukup familiar di mata saya. Saya angkat, di seberang telfon seorang perempuan berbicara. Ia menyatakan dari US Embassy Jakarta dan mengatakan bahwa saya terpilih menjadi salah satu awardee YSEALI Academic Fellowship Fall 2018. Allahu Akbar!

Kalimat-kalimat selanjutnya yang disampaikan oleh perempuan di ujung telepon tidak lagi saya dengar dengan baik. Saya cuma ingat sekilas, bahwa kampus saya masih belum pasti, antara University of Connecticut atau Brown University. Sekilas saya pikir, apa tuh Brown, macam karakter LINE aja. Seketika, telepon pun ditutup dan saya tak habis mengucap syukur. MasyaAllah, anugerah-Mu, ya Allah!

Belakangan, saya baru tahu jika saya akhirnya ditempatkan di Brown University. Ada sedikit rasa kecewa dalam diri saya (Astaghfirullah), karena YSEALI Academic tema Social Entrepreneurship sangat identik dengan UConn (sebutan untuk University of Connecticut). Saya pun sudah sedikit membayang-bayangkan diri menjadi UConn Huskies- sebutan bagi mahasiswa UConn (cikal bakal dari logo kampusnya yang berupa Husky).

Lagipula, nama Brown terasa kurang keren dan terlalu imut. Tapi, memang dasar saya harus banyak-banyak belajar bersyukur, rasa kecewa saya itu seketika runtuh ketika mengetahui bahwa Brown University adalah salah satu kampus Ivy League. IVY LEAGUE! Sebuah kumpulan kampus bergengsi di US! Dengan acceptance rate yang hanya 9 koma sekian persen. Fall 2018 ini adalah periode pertama Brown University bergabung menjadi host institution bagi program YSEALI Academic dan satu-satunya host institute yang merupakan Ivy League. Maasya Allah!

Seketika, saya pun merasa hanya manusia yang kebetulan beruntung karena dianugerahi Allah kesempatan yang luar biasa ini. Alhamdulillah.


Pesan-Pesan

Bagi teman-teman yang tertarik untuk ikutan YSEALI atau program sejenis, saya punya beberapa pesan. Asiks.

Pertama: Cari tau apa tujuan jangka panjangmu
Sebelum kita coba berbagai hal menggiurkan di luar sana seperti YSEALI dan berbagai program serupa, ada baiknya kita coba untuk mendefinisikan apa yang sesungguhnya menjadi tujuan kita dalam jangka panjang. Misalnya, saya punya tujuan jangka panjang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa dengan cara yang membuat mereka berdaya, salah satu jalannya melalui konsep social entrepreneurship.

Nantinya, program YSEALI atau kesempatan lain yang saya temukan sepanjang perjalanan memperjuangkan mimpi, bisa saya gunakan sebagai alat bantu untuk mengakselerasi diri agar memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan jangka panjang itu. Sehingga, kita tidak akan berlebihan memandang program semacam ini. Tidak kelewat bahagia ketika diterima, pun tidak kelewat sedih ketika ditolak. Karena toh itu cuma alat bantu, bukan tujuan yang utama yang mau kita capai. Jangan sampe disorientasi!

Kedua: Hati-hati dengan euforia program ke luar negeri
Ke luar negeri itu memang menyenangkan, makanya bisa bikin kecanduan. Banyak orang berjuang mati-matian untuk ikutan program-program di luar negeri, seperti youth forum, conference, youth camp atau program lain seperti YSEALI, tanpa memahami esensi program sesungguhnya. Atau parahnya lagi, mereka tidak memahami isu yang diangkat oleh program terkait. Wes sing penting budhal luar negeri wes.

Akibatnya, setelah kembali dari youth forum X di Taiwan, berjuang lagi untuk youth camp di Australia, setelah berangkat, pergi lagi untuk conference di Inggris. Terus apa? Apa sisa perjalanan tersebut? Inferiority complex terhadap negara tetangga? Foto-foto yang instagramable?

Sebenernya, poin 'berjuang pantang menyerah untuk punya pengalaman ke luar negeri'-nya sih bagus. Tapi, signifikansi jangka panjangnya apa? Padahal, kita ke luar negeri lewat sebuah program gratis itu tanggung jawabnya besar. Ada hutang pengabdian yang harus kita bayar.

Makanya, hal itu nggak akan terjadi kalau sejak awal kita tau mimpi jangka panjang kita. Segala kesempatan yang ada akan dilihat sebagai alat bantu aja. Kalau ternyata ada kesempatan ke Amerika, kita akan liat, membantu pencapaian mimpi jangka panjang nggak nih? Kalau iya, cuss, kalau nggak, kasih kesempatan ke yang lain. Bukan malah semua program diikutin. Kalau begitu, kita bukannya makin mahir di bidang kita, tapi makin mahir bikin essay aplikasi program. Btw, saya ngomong begini bukan karena saya suci dari dosa-dosa semacam itu ya. Justru, karena saya pernah berada di posisi obsessed ikutan event-event begitu, makanya saya bisa berbagi nasihat. Ehe

Ketiga: Jangan 'memantaskan diri' untuk sebuah program
Waktu kita terbatas, fokus lah pada apa yang menjadi mimpi dan cita-cita jangka panjang kita. Jangan menghabiskan waktu untuk memantaskan diri agar bisa diterima sebuah program. Misalnya, YSEALI mencari orang yang punya kontribusi ke masyarakat, yaudah saya adakan rumah baca di desa saya deh biar bisa keterima YSEALI. Kalau sejak awal niatnya sudah ngawur begitu, selesai YSEALI belum tentu rumah bacanya masih berjalan.

Dude, we're bigger than the program. Our dream is beyond YSEALI. Bekerja keraslah untuk mimpi jangka panjang kita, bukan untuk program. Mimpi yang luhur, mimpi yang membawa kebaikan tidak hanya untuk diri kita sendiri. Dengan begitu, percaya deh, segala kesempatan akan mengikuti. Kalian mau ke Eropa, Amerika, Australia akan ada aja jalannya. Ingat, bahwa ada logika langit di atas logika manusia.

Keempat: Libatkan Allah
Pada akhirnya, kita bukan apa-apa. Kita cuma makhluk yang diatur oleh Yang Maha Kuasa. Jangan lupa untuk terus libatkan Allah atas setiap proses yang kita jalani. Dan, yang paling penting, karena ridha Allah juga ada di tangan orang tua, jangan lupa untuk terus minta doa mereka. Ah tapi, orang tua mah nggak perlu diminta juga akan selalu doain anaknya. Justru kita anak-anaknya yang sering lupain mereka :(

Sekian. Kalau kalian mau tanya-tanya lebih jauh ke saya, bisa tinggalkan komentar di bawah atau email ke lili.nurindahsari93@gmail.com

---
Ohya, siapakah Juminten?

Cek disini. Dulu, saya cuma ketawa-ketawa aja tiap denger Juminten kuliah di Washington. Nggak nyangka bisa ikut nyusulin kesana~



6 Kommentare:

  1. terimakasih ceritanya, sangat menginspirasi sob

    AntwortenLöschen
  2. "Sebelum kita coba berbagai hal menggiurkan di luar sana seperti YSEALI dan berbagai program serupa, ada baiknya kita coba untuk mendefinisikan apa yang sesungguhnya menjadi tujuan kita dalam jangka panjang."

    Kak, makasih banyak. Kata2 ini bikin saya gak insecure. Terimakasih banyak kak, semoga sukses selalu!

    Regards,
    Ahmad

    AntwortenLöschen
  3. Terima Kasih sudah berbagi Pengalaman semoga saya mendapat keberuntungan untuk belajar melalui program ini.

    AntwortenLöschen
  4. Kk, boleh spill cara jawab pertanyaan saat pertama daftar

    AntwortenLöschen

Donnerstag, 23. August 2018

My YSEALI Journey: Sebuah Upaya Menjenguk Juminten yang Kuliah di Washington [Bagian 3]

Seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya, sejak saya membaca surat rekomendasi yang dibuatkan oleh referee saya, saya memiliki keyakinan besar bahwa surat itu akan mampu membawa saya untuk lolos ke tahap interview. Libur lebaran yang cukup panjang membuat saya mempersiapkan diri untuk mafhum jika akhirnya pengumuman peserta lolos ke interview memakan waktu yang lebih lama dari biasanya. Makanya, saya merasa tenang-tenang saja dengan masa penantian tanpa kepastian itu. Sampai pada momen H-sekian lebaran, berbagai kenyataan pahit datang bertubi-tubi. Kenyataan yang membuat saya bahkan tidak berselera menyantap menu-menu khas lebaran.

Pertama, karena pengumuman Fulbright sudah keluar dan saya tidak mendapatkan email notifikasi apapun (bahkan sampai tulisan ini dibuat). Dengan kata lain, saya tidak terpilih menjadi Fulbrighter 2018. Well, sebenarnya hasil ini sudah saya prediksi dari jauh hari. Saya pun sudah mempersiapkan diri atas kegagalan tersebut dengan selalu berdoa agar Allah melapangkan hati saya seluas-luasnya dalam menerima hasil tidak mengenakkan dari Fulbright. Tapi, tetap saja ya, ketika hal tersebut benar-benar terjadi, rasa kecewa tetap muncul walau secuil. 

Kedua, beberapa hari sebelumnya, email pengumuman AAS juga sudah keluar. Hanya saja, karena mungkin sinyal di rumah Mbah kurang bagus, tidak ada notifikasi email masuk kecuali jika saya sengaja update inbox email. Hasil AAS-nya tentu saja tidak menyenangkan, saya tidak lolos bahkan di tahap administrasi. Tapi, ini juga sebenarnya sudah saya prediksi, karena, qadarullah, beberapa hari setelah saya submit berkas, saya baca ulang back up jawaban esai yang saya simpan di Ms. Word. Dan saya pun baru sadar kalau ternyata saya lupa untuk menjawab satu sub-pertanyaan esai. Tetot. Menyesal sekali, tapi yasudah belum rezeki. 

Ketiga, ini yang paling membuat saya tidak bersemangat, i stumbled upon a random blog of the past YSEALI awardee. The blog said that usually the interview invitation will be sent to the selected candidates within a week after the deadline. Meanwhile, the day i read the blog has passed more than 7 days after the deadline and i haven't got any email from YSEALI committee. Fiuh, apa ini pertanda saya tidak masuk ke tahap interview ya? Hiks.

Seketika semua harapan saya runtuh. Semua optimisme yang terbangun selama pengerjaan aplikasi pupus sudah. Perjalanan YSEALI saya berhenti disini. Tidak ada lagi yang perlu dicari tahu, tidak ada lagi yang perlu dipersiapkan, pikir saya. Keyakinan saya untuk dapat melaju ke tahap interview pun saya tukar dengan keyakinan bahwa mungkin ini memang yang terbaik menurut Allah. YSEALI bukan jalan saya. Okesip, mari kita menyambut lebaran aja lah!

Setelah lebaran, saya sempat bertemu dengan beberapa teman lama. Saya ceritakan perjalanan aplikasi YSEALI saya yang bahkan sudah gagal sejak seleksi berkas. Mereka mengaminkan dengan mengatakan, "Iya, YSEALI emang ketat banget sih seleksinya. Ratusan yang daftar, susah banget buat tembus kesana."

Damn, saya mengumpat, mengutuki diri yang sebodoh itu telah menaruh harap pada sebuah program yang tidak mungkin saya tembus. Ibarat ngarep balasan cinta dari gebetan yang jelas-jelas nggak punya tempat buat kita di hatinya. Cailah.

Hari-hari saya pun berlanjut tanpa ada lagi mimpi ke Amerika. Hingga suatu siang yang sengatan panasnya masih saya ingat sampai sekarang, tanggal 3 Juli, saya sedang di lapangan untuk mendampingi Mba Arum, petugas lapangan di cabang dampingan saya yang akan melakukan proses prapencairan. Mba Arum mengajak saya beristirahat sejenak karena dia mau makan siang. Saya mengiyakan dan kami pun mampir ke warung nasi goreng. Agak aneh sih ada yang jual nasi goreng siang-siang (mon maap, ini komentar super nggak penting).

Berhubung saat itu saya sedang puasa, Mba Arum sungkan jika harus makan sambil mengobrol dengan saya. Saya pun mencari 'kesibukan'. Saya aktifkan koneksi internet dan membuka inbox gmail. Dalam beberapa detik, si inbox berusaha untuk memuat email-email baru. Saya skimming email yang masuk, dan 'deg'. Saya tertegun. Saya baca ulang. Tertulis pada subjek salah satu email yang baru masuk:

"Interview Request: YSEALI Academic Fellowship Program (Fall 2018)"

Saya klik email tersebut. Beberapa detik setelahnya jantung saya seperti ingin membuncah. Ini serius nih? Saya baca ulang email tersebut. Baik-baik. Lagi dan lagi. Dengan pelan-pelan. Dengan hati-hati.




I got an interview invitation!!!! Is it for real?!

Reflek, dengan agak heboh saya sampaikan ke Mba Arum kalau saya masuk ke tahap interview YSEALI. Mba Arum tidak paham dengan apa yang saya bicarakan. Tapi, ah, saya tidak peduli. Saya tidak dapat menahan kebahagiaan saya saat itu. Saya tidak dapat berhenti tersenyum.

Sambil menanti Mba Arum selesai makan, saya memastikan sekali lagi bahwa email tersebut nyata, bukan halusinasi saya yang kebelet pengen ke US, bukan email salah subjek dan, yang paling penting, tidak salah alamat. Alhamdulillah. Setelah yakin bahwa saya tidak sedang bermimpi, saya tenangkan diri. Saya ucap dalam hati, "Alhamdulillah, seneng secukupnya aja, Lil. Jangan terlena. Lo masih punya satu tahap lagi untuk dimenangkan. Jangan sampai mengulang kebodohan saat interview Fulbright."

Hari itu, senyum saya tidak bisa berhenti mengembang. Kepala saya juga tidak bisa berhenti berpikir, strategi apa yang harus saya lakukan dalam menghadapi interview dengan waktu persiapan yang hanya seminggu saja. Fiuh.

Ahya, sebelum itu, tidak lupa saya mengabarkan sekaligus mengucapkan terima kasih kepada orang yang secara langsung punya andil besar dalam aplikasi YSEALI saya: Kak Queen, referee saya. Terima kasih banyak, Kak!

Anyway, untuk kelolosan interview YSEALI ini, saya sengaja tidak mengabarkan banyak orang. Saya trauma masa-masa interview Fulbright. Wkwkwk. Udah ngabarin banyak orang, banyak yang ngucapin selamat, dan terlena lah saya dengan kata-kata manis mereka. Saya merasa di atas awan, eizik, lalu lupa bahwa di depan masih ada jurang yang harus saya seberangi. Huff.

Makanya, saat hari H email masuk itu, saya hanya mengabarkan Kak Queen saja. Kemudian, beberapa hari menjelang hari interview, baru deh saya bilang ke temen deket dan Bapak di Jakarta buat minta restu dan doa beliau. Nah, ini tips nih, buat yang lagi bersukacita menghadapi berita baik biar nggak terlena: sharing good news is nice, but too much is exaggerating. Sometimes, not all 'nice words' we got are good for our self-development. In most cases, those are just toxic. So, beware! ehe.


Mempersiapkan Interview

Hal paling pertama yang saya lakukan dalam mempersiapkan interview YSEALI adalah, seperti biasa, baca blog alumni. Sayangnya, kali ini saya mengalami kesulitan karena sedikit sekali alumni yang membagikan pengalaman interview YSEALI mereka. Pun jika ada, pembahasannya tidak mendalam, hanya sebatas memberikan gambaran bahwa interview dilaksanakan via Skype, kalau internet bermasalah, kita akan dikontak via telepon biasa. Selebihnya, tidak ada penjelasan detil tentang hal-hal yang akan ditanyakan selama interview, bagaimana kriteria kandidat yang mereka cari, dsb. Jadi, saya harus cari sumber belajar lain.

Selanjutnya, saya coba menghubungi alumni YSEALI untuk tanya-tanya langsung. Kebetulan, saya sempat mengenal beberapa alumni YSEALI, tapi agak sungkan untuk menghubungi mereka karena kami tidak pernah kontak-kontakan lagi. Walaupun, sebenarnya, mereka sangat terbuka kalau ada kandidat yang mau tanya-tanya sih. Tapi, saya ragu aja hahaha. Maklum, saat itu saya masih pada pemikiran: "Duh, jangan sampe banyak orang tau dulu deh. Takut gagal lagi." Padahal, nggak ada yang salah kok dari gagal berkali-kali, nggak perlu takut apalagi malu. Jadi, mindset saya ini jangan ditiru ya.

Kalau memang mau, kamu bisa menghubungi para alumni itu melalui berbagai saluran, seperti email, linkedin, instagram, dll. Saya pun sempat melihat beberapa tulisan atau vlog alumni yang memang membuka diri untuk ditanya-tanya terkait aplikasi YSEALI. So, jangan ragu ya.

Oke, balik lagi, saat kepo-kepo web YSEALI, saya menemukan sebentuk wajah familiar terpampang di web bersama alumni YSEALI lain. Dia adalah Mas Maxi- founder Riliv, sebuah startup konsultasi Psikologi dari Surabaya. Saya tahu dia sejak mengikuti rangkaian program 1000 Startup Digital. Kebetulan, dia adalah alumni program di batch sebelumnya. Ia sempat pula mengisi beberapa sesi dan menjadi mentor 1000 Startup Digital batch saya. Hem, ternyata, dia alumni YSEALI Academic Fellowship untuk tema yang sama dengan saya, Social Entrepreneurship. Lumayan lah kalau saya kontak Mas Maxi, he's not totally stranger yakaan. 

Singkat cerita, saya kontak Mas Maxi. Saya ceritakan padanya bahwa saya sedang apply YSEALI Academic Fellowship dan tepat kemarin saya mendapatkan undangan interview. Mas Maxi ini baik sekali, dia lalu menjelaskan hal-hal yang harus saya perhatikan saat interview, seperti motivasi yang benar, jangan pernah menyebut jalan-jalan sebagai tujuan, pastikan jawaban-jawaban saat interview tidak bertentangan dengan apa yang kita tulis pada esai, jabarkan rencana setelah program selesai, tunjukkan bahwa program yang kita jalankan akan sustainable, dsb.

Intinya sih, yang saya tangkap, berdasarkan pengalaman interview Fulbright dan YSEALI, dimana-mana interview itu tujuannya sama: mengkonfirmasi jawaban yang kita tulis pada aplikasi, apakah sesuai atau nggak. Karena, kalau kata Mas Dimi, konsultan IDP yang selama ini jadi counselor saya untuk apply S2, ketika kita diundang interview, artinya profil kita pada aplikasi sudah sesuai dengan apa yang mereka cari. Tinggal, saat interview itu, mereka mau gali lebih dalam, beneran sesuai atau nggak, cocok atau nggak sama program yang ditawarkan dan apa rencana setelah programnya. Jangan sampai beasiswa atau kesempatan program yang diberikan ke kita, hilang tak berbekas setelah program selesai. Idealnya sih, kita harus bisa bikin impact positif ke masyarakat, give back lah atas privilege yang udah kita nikmati.

Lanjut, setelah tanya-tanya ke Mas Maxi dan semakin mendapat gambaran mengenai interview yang akan berjalan, saya coba membuat daftar pertanyaan yang kemungkinan besar akan ditanyakan oleh para interviewer. Lalu, saya siapkan pula jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan tersebut. Ingat, cobalah untuk mempersiapkan jawaban sespesifik mungkin, jangan normatif dan mengawang-ngawang.

Dengan modal itu, sisa-sisa hari menjelang interview saya isi dengan latihan menjawab pertanyaan. Biasanya, saya latihan di kasur, sebelum dan sesudah tidur. Sambil duduk, saya coba rekam, kadang rekam video, kadang cuma rekam suara. Nanti, rekamannya saya putar, kalau masih ada yang kurang sip, seperti bahasa tubuh yang kurang enak dilihat, mata yang tidak fokus menatap ke depan, suara yang tidak enak didengar, diksi yang kurang pas, atau bahkan senyum yang kurang greget (eyyaaa), saya ulang lagi.

Jujur, trik membuat daftar pertanyaan sekaligus jawaban dan melatihnya setiap hari sangat-sangat membantu saya dalam menghadapi interview YSEALI kemarin. Pertama, kita jadi bisa memprediksi apa yang akan menjadi pertanyaan lanjutan dan kemana arah pembicaraan selama interview. Dengan demikian, kita tidak akan terlalu kaget dengan random questions yang tiba-tiba keluar dari interviewer.

Kedua, saya jadi bisa memfokuskan pengetahuan-pengetahuan baru apa yang sebaiknya saya pelajari. Mengingat, waktu persiapan yang sempit, kita tidak bisa mempelajari semua hal baru. Kita harus pandai memilah, apa yang kita butuh pelajari yang mungkin bisa memperkaya perspektif kita saat interview.

Selain itu, interview YSEALI nanti akan full english. Kamu nggak mau dong kalau selama interview akan menggunakan diksi yang itu-itu aja? Atau bahkan kebingungan memberikan jawaban dalam bahasa Inggris, padahal kamu tahu betul jawabannya dalam bahasa Indonesia. Makanya, biar nanti jawaban kamu terdengar smooth, natural dan nggak kaku, perbanyak latihan ngomong.

Ahya, ini saya kasih contoh pertanyaan yang pasti banget keluar beserta contoh jawaban oke dan nggak oke ya:

Pertanyaan:

"Why do you want to join YSEALI?"

Tipe jawaban normatif dan ngawang-ngawang:

"Because YSEALI will be held in USA, the most powerful country in the world, it has the best university in the world dst..."

"Because YSEALI is an international youth program where I can enrich my network with other youths in Southeast Asia, I can sharpen my leadership skill, I can improve my knowledge..."

Tipe jawaban spesifik:

"Because this program will be held in USA. We all know that USA is the country where the term social entrepreneurship was first introduced. The country where the very first organization promoting social entrepreneurship was founded, like Ashoka Foundation. So, there will be no other country better for me to learn about social entrepreneurship besides USA."

"Because YSEALI offers me the opportunity to mingle with other youth from different countries and character. That experience would be beneficial for me in leading my social enterprise, as the team I lead consist of people who are coming from different background."

Gimana? Kelihatan kan perbedaannya? Salah satu tips agar jawaban kamu spesifik dan tidak normatif adalah dengan perbanyak riset, baca artikel, update isu terkini yang relevan atau apapun yang bisa memperkuat argumenmu.

Terakhir, jangan lupa untuk mempersiapkan print out form aplikasi dan recommendation letter kamu. Print out tersebut akan memudahkan kamu untuk mempelajari segala hal yang kamu dan referee-mu tulis saat apply. Ingat, usahakan jawaban-jawabanmu tidak bertentangan dengan isi form aplikasi dan surat rekomendasi ya.


Interview D-Day

Jadwal interview saya di pagi hari pukul 8.30 WIB. Alhamdulillah, karena saya sudah mencoba mempersiapkan interview sebaik yang saya bisa, saya tidak sakit perut karena tegang seperti biasanya saya menghadapi interview. Ahya, karena hari itu hari kerja, saya pun berangkat ke kantor cabang seperti biasa, lalu saya mojok ke tempat sepi, dan saya siapkan semua peralatan yang diperlukan. Siapin print out berkas, laptop sambil di-charge (walaupun keknya masih penuh wkwk), headset disambungin ke laptop dan, yang paling penting, standby Skype.

Menjelang pukul 8.30 kurang sekian menit, belum ada tanda-tanda pihak US Embassy menghubungi saya. Saya agak gelisah, walaupun sebenarnya nggak perlu gelisah haha. Tepat di pukul 8.30 WIB, pihak US Embassy mengirim pesan Skype yang mengabarkan bahwa interview akan diadakan sebentar lagi. Saya melakukan final check, segala tools saya tes dan print out form aplikasi saya tempatkan pada posisi yang mudah dijangkau, in case saya butuh baca form di tengah-tengah interview.

Saat akhirnya US Embassy benar-benar menghubungi saya via Skype, ternyata panggilannya masuk ke hp, bukan ke laptop. Duh, saya agak panik, karena pasti tidak akan nyaman sekali kalau harus Skype call via hp. Tapi, saat saya cek laptop, panggilannya nggak masuk. Okelah, biar interviewer-nya nggak terlalu lama menunggu, saya langsung pindahkan sambungan headset dan mengangkat panggilan Skype di hp. Ternyata, interviewer meminta video call. Okesip, jadi lah sepanjang interview, hp itu saya pegang di depan wajah saya. Mayan, pegel.

Di awal, para interviewer memperkenalkan diri. Jujur, sekarang saya udah lupa nama-nama mereka karena saat itu deg-degan banget. Jadi, pikiran nggak bisa diajak mikir, apalagi untuk menghafal nama interviewer. Yang pasti, ada tiga orang yang meng-interview saya, ketiganya dari US Embassy Jakarta, orang Indonesia, dua laki-laki dan satu perempuan.

Nah, ini saya share pertanyaan-pertanyaan yang keluar saat interview kemarin yaw:

1. Introduce yourself
2. Explain your academic and work background. Why your academic background is not aligned with your current work
3. Explain the social enterprise you're currently working at
4. Your plan in the next 5 years. Whether you would stay in Jombang or go back to Jakarta
5. Progress and challenges faced by your social enterprise
6. Why applying for YSEALI
7. If you are chosen to be the YSEALI awardee, what things you want to learn from the program
7. After the program, any plan to start off other project ideas?
9. If you are chosen and go to US, what about your work at office and your social enterprise
10. Any question?

Ohya, disclaimer, saat kalian interview, belum tentu juga semua pertanyaan itu yang keluar ya. Coba kira-kira kemungkinan yang lain, sesuatu yang menurut para interviewer mungkin menarik untuk digali dari dirimu. Interview diestimasikan berjalan selama 20 menit, tapi, waktu saya interview, total waktunya cuma 19 menit 54 detik.


Menanti Hasil

Saat proses interview selesai, salah satu interviewer mengatakan bahwa pengumuman hasil akan disampaikan 'by the end of next week', yang mana saya artikan frase tersebut menjadi hari Jumat tanggal 20 Juli 2018. Wah, cepat ya, pikir saya dalam hati. Menjelang tanggal tersebut, saya tidak terlalu cemas memikirkan, kebetulan saat itu saya sedang persiapan backpacking ke Jepang. Tepat di tanggal 20 Juli itu pun, saya sedang di Jepang.

Akhirnya, tanggal keramat yang dinanti tiba. Saat itu, saya sedang di Osaka, baru tiba dari Tokyo di pagi harinya. Hp saya seharian mati total, jadi tidak bisa cek-cek email. Baru bisa buka email itu kalau tidak salah menjelang jam 4 sore, setelah kami check in penginapan.

Wagelaseh, deg-degan banget waktu itu. Proses hp nyala, konek internet, sampe akhirnya bisa tarik email, terasa sangat lama. Mata saya skimming cepat, yes, ada email dari YSEALI. Duh, ternyata, itu bukan email pengumuman. Itu email pemberitahuan untuk mengumpulkan 4-pages scanned passport. Saya liat jam kirimnya, oh, jam 15, baru aja dikirim berarti, nanti deh balesnya, nggak memungkinkan juga kirim scanned passport saat itu (belakangan saya tau bahwa email tersebut dikirim sekitar jam 1 waktu Indonesia).

Saya masih ingat sekali, saat saya dan pasangan backpacking saya (Indah namanya), mengunjungi destinasi kami selanjutnya, saya nggak bisa fokus menikmati suasana saat itu. Kepikiran YSEALI, sist. Sayang banget sih, belum tentu balik lagi (semoga balik lagi sih), tapi hati bawaannya pengen segera reply email itu. Singkat cerita, saya baru bisa mengumpulkan scanned passport yang diminta hari Senin pagi ketika saya sudah kembali ke Indonesia.

Sejak itu, hari-hari saya benar-benar tidak bisa lepas dari memikirkan pengumuman YSEALI. Setiap hari mengecek email, buka facebook group YSEALI dll. Sampai pada titik dimana saya merasa 'Kok kayaknya YSEALI sudah pengumuman yaa', saya pun secara random menghubungi alumni YSEALI melalui instagram untuk menanyakan perihal pengumuman tersebut. Jawaban dari mereka lumayan membuat perut saya kram. Mereka mengatakan bahwa untuk regional Timur Indonesia dan Sumatera, peserta terpilih telah diumumkan. Sayangnya, mereka nggak paham kabar untuk regional Jakarta.

Saat itu saya baru tahu, ternyata, seleksi YSEALI ini dibedakan dalam 3 wilayah seleksi, yaitu wilayah Indonesia Timur oleh Konjen AS Surabaya, wilayah Jakarta (dan kemungkinan Jabar, Jateng, Kalimantan) oleh US Embassy Jakarta dan wilayah Sumatera oleh Konjen AS Medan. Saya sendiri tidak paham, akan masuk wilayah seleksi yang mana, mengingat KTP saya Jakarta, tapi tinggal di Jawa Timur. Walaupun saya diwawancara oleh orang-orang dari US Embassy, tapi tidak menjamin kan kalau saya masuk ke wilayah seleksi Jakarta dan sekitarnya? Di titik tersebut, saya benar-benar pasrah. Jika memang saya dimasukkan ke wilayah Timur, dan itu sudah diumumkan, berarti yaa saya nggak lolos.

Tanggal 6 Agustus, karena saya tidak dapat membendung rasa penasaran saya, saya lakukan ikhtiar terakhir. Saya email pihak US Embassy untuk menanyakan, apakah pengumuman final YSEALI sudah keluar atau belum. Saya sudah siap dengan semua jawaban, insyaAllah. Kalau memang sudah, berarti YSEALI bukan rezeki saya. Tapi, kalau memang belum, setidaknya masih ada harap yang bisa saya gantungkan.

Hingga sore, saya tidak mendapat email balasan. Well, nggak mungkin balasannya di hari yang sama juga sih. Tapi, lumayan lah, ikhtiar terakhir saya itu cukup menenangkan dan meringankan hati untuk melepaskan kalau-kalau saya memang tidak terpilih mengikuti YSEALI.

Besoknya sekitar jam 9 pagi, tanggal 8 Agustus, saya menerima telfon dengan kode Jakarta yang kombinasi angkanya cukup familiar di mata saya. Saya angkat, di seberang telfon seorang perempuan berbicara. Ia menyatakan dari US Embassy Jakarta dan mengatakan bahwa saya terpilih menjadi salah satu awardee YSEALI Academic Fellowship Fall 2018. Allahu Akbar!

Kalimat-kalimat selanjutnya yang disampaikan oleh perempuan di ujung telepon tidak lagi saya dengar dengan baik. Saya cuma ingat sekilas, bahwa kampus saya masih belum pasti, antara University of Connecticut atau Brown University. Sekilas saya pikir, apa tuh Brown, macam karakter LINE aja. Seketika, telepon pun ditutup dan saya tak habis mengucap syukur. MasyaAllah, anugerah-Mu, ya Allah!

Belakangan, saya baru tahu jika saya akhirnya ditempatkan di Brown University. Ada sedikit rasa kecewa dalam diri saya (Astaghfirullah), karena YSEALI Academic tema Social Entrepreneurship sangat identik dengan UConn (sebutan untuk University of Connecticut). Saya pun sudah sedikit membayang-bayangkan diri menjadi UConn Huskies- sebutan bagi mahasiswa UConn (cikal bakal dari logo kampusnya yang berupa Husky).

Lagipula, nama Brown terasa kurang keren dan terlalu imut. Tapi, memang dasar saya harus banyak-banyak belajar bersyukur, rasa kecewa saya itu seketika runtuh ketika mengetahui bahwa Brown University adalah salah satu kampus Ivy League. IVY LEAGUE! Sebuah kumpulan kampus bergengsi di US! Dengan acceptance rate yang hanya 9 koma sekian persen. Fall 2018 ini adalah periode pertama Brown University bergabung menjadi host institution bagi program YSEALI Academic dan satu-satunya host institute yang merupakan Ivy League. Maasya Allah!

Seketika, saya pun merasa hanya manusia yang kebetulan beruntung karena dianugerahi Allah kesempatan yang luar biasa ini. Alhamdulillah.


Pesan-Pesan

Bagi teman-teman yang tertarik untuk ikutan YSEALI atau program sejenis, saya punya beberapa pesan. Asiks.

Pertama: Cari tau apa tujuan jangka panjangmu
Sebelum kita coba berbagai hal menggiurkan di luar sana seperti YSEALI dan berbagai program serupa, ada baiknya kita coba untuk mendefinisikan apa yang sesungguhnya menjadi tujuan kita dalam jangka panjang. Misalnya, saya punya tujuan jangka panjang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa dengan cara yang membuat mereka berdaya, salah satu jalannya melalui konsep social entrepreneurship.

Nantinya, program YSEALI atau kesempatan lain yang saya temukan sepanjang perjalanan memperjuangkan mimpi, bisa saya gunakan sebagai alat bantu untuk mengakselerasi diri agar memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan jangka panjang itu. Sehingga, kita tidak akan berlebihan memandang program semacam ini. Tidak kelewat bahagia ketika diterima, pun tidak kelewat sedih ketika ditolak. Karena toh itu cuma alat bantu, bukan tujuan yang utama yang mau kita capai. Jangan sampe disorientasi!

Kedua: Hati-hati dengan euforia program ke luar negeri
Ke luar negeri itu memang menyenangkan, makanya bisa bikin kecanduan. Banyak orang berjuang mati-matian untuk ikutan program-program di luar negeri, seperti youth forum, conference, youth camp atau program lain seperti YSEALI, tanpa memahami esensi program sesungguhnya. Atau parahnya lagi, mereka tidak memahami isu yang diangkat oleh program terkait. Wes sing penting budhal luar negeri wes.

Akibatnya, setelah kembali dari youth forum X di Taiwan, berjuang lagi untuk youth camp di Australia, setelah berangkat, pergi lagi untuk conference di Inggris. Terus apa? Apa sisa perjalanan tersebut? Inferiority complex terhadap negara tetangga? Foto-foto yang instagramable?

Sebenernya, poin 'berjuang pantang menyerah untuk punya pengalaman ke luar negeri'-nya sih bagus. Tapi, signifikansi jangka panjangnya apa? Padahal, kita ke luar negeri lewat sebuah program gratis itu tanggung jawabnya besar. Ada hutang pengabdian yang harus kita bayar.

Makanya, hal itu nggak akan terjadi kalau sejak awal kita tau mimpi jangka panjang kita. Segala kesempatan yang ada akan dilihat sebagai alat bantu aja. Kalau ternyata ada kesempatan ke Amerika, kita akan liat, membantu pencapaian mimpi jangka panjang nggak nih? Kalau iya, cuss, kalau nggak, kasih kesempatan ke yang lain. Bukan malah semua program diikutin. Kalau begitu, kita bukannya makin mahir di bidang kita, tapi makin mahir bikin essay aplikasi program. Btw, saya ngomong begini bukan karena saya suci dari dosa-dosa semacam itu ya. Justru, karena saya pernah berada di posisi obsessed ikutan event-event begitu, makanya saya bisa berbagi nasihat. Ehe

Ketiga: Jangan 'memantaskan diri' untuk sebuah program
Waktu kita terbatas, fokus lah pada apa yang menjadi mimpi dan cita-cita jangka panjang kita. Jangan menghabiskan waktu untuk memantaskan diri agar bisa diterima sebuah program. Misalnya, YSEALI mencari orang yang punya kontribusi ke masyarakat, yaudah saya adakan rumah baca di desa saya deh biar bisa keterima YSEALI. Kalau sejak awal niatnya sudah ngawur begitu, selesai YSEALI belum tentu rumah bacanya masih berjalan.

Dude, we're bigger than the program. Our dream is beyond YSEALI. Bekerja keraslah untuk mimpi jangka panjang kita, bukan untuk program. Mimpi yang luhur, mimpi yang membawa kebaikan tidak hanya untuk diri kita sendiri. Dengan begitu, percaya deh, segala kesempatan akan mengikuti. Kalian mau ke Eropa, Amerika, Australia akan ada aja jalannya. Ingat, bahwa ada logika langit di atas logika manusia.

Keempat: Libatkan Allah
Pada akhirnya, kita bukan apa-apa. Kita cuma makhluk yang diatur oleh Yang Maha Kuasa. Jangan lupa untuk terus libatkan Allah atas setiap proses yang kita jalani. Dan, yang paling penting, karena ridha Allah juga ada di tangan orang tua, jangan lupa untuk terus minta doa mereka. Ah tapi, orang tua mah nggak perlu diminta juga akan selalu doain anaknya. Justru kita anak-anaknya yang sering lupain mereka :(

Sekian. Kalau kalian mau tanya-tanya lebih jauh ke saya, bisa tinggalkan komentar di bawah atau email ke lili.nurindahsari93@gmail.com

---
Ohya, siapakah Juminten?

Cek disini. Dulu, saya cuma ketawa-ketawa aja tiap denger Juminten kuliah di Washington. Nggak nyangka bisa ikut nyusulin kesana~



6 Kommentare:

  1. terimakasih ceritanya, sangat menginspirasi sob

    AntwortenLöschen
  2. "Sebelum kita coba berbagai hal menggiurkan di luar sana seperti YSEALI dan berbagai program serupa, ada baiknya kita coba untuk mendefinisikan apa yang sesungguhnya menjadi tujuan kita dalam jangka panjang."

    Kak, makasih banyak. Kata2 ini bikin saya gak insecure. Terimakasih banyak kak, semoga sukses selalu!

    Regards,
    Ahmad

    AntwortenLöschen
  3. Terima Kasih sudah berbagi Pengalaman semoga saya mendapat keberuntungan untuk belajar melalui program ini.

    AntwortenLöschen
  4. Kk, boleh spill cara jawab pertanyaan saat pertama daftar

    AntwortenLöschen

Popular posts