Sonntag, 25. August 2013

Realita

Agak kaget juga sih ketika pipi ini tiba-tiba basah dengan air yang keluar dari mata. Haha sementara pikir masih bersikeras menentang segala realita.
Andai saja kejadian dua-tiga tahun itu tidak pernah menjadi cerita. Maka mungkin, tak akan begini jadinya.

00.00 wib
Jakarta, 26 Agustus 2013

Bukan Kebetulan

Menulis tentang hal yang satu ini, jujur saya bingung harus memulai dari mana. Terlalu banyak yang berkelebat dan adu kuat memicu syaraf pengingat untuk memutar cerita itu kembali lekat-lekat.

Hahaha masih suka ketawa setiap kali inget tentang betapa jahilnya kita, saling berbisik tentang the-hole-in-the-pants boy di depan orang yang dimaksud dan jumawa ketika orang yang bersangkutan mulai gregetan karena tidak tahu siapa subyek yang dibicarakan. Tentang comment war yang kita adakan di friendster. Saling menyapa setiap sahur dan terlibat dalam obrolan-obrolan absurd nan ngelantur. Tentang kita yang satu waktu setelah pulang sekolah pergi ke depan kelas XI IPA, cuma buat nemenin Gomat baca doa yang diajarin Pak Mustain saat pelajaran Agama Islam, sambil memegang pintu kelas. Dan ternyata doanya manjur :| Tentang saya yang remedial matematika lintas kelas, karena kalian MT, mau ada remed gak bilang-bilang. Jadilah ketika kalian belajar, saya cuma ketawa-ketawa doang. Wooo. Tentang kenalan sama Anjani Mutter, Tiin Zhakiyah dan banyak orang lain, entah di Friendster ataupun Facebook, ngobrol banyak sama mereka, saling cerita, padahal kita nggak pernah ketemu. Tentang diskusi-diskusi panjang kita terkait cerita-cerita di novel Dan Brown. 

Masih suka kesel setiap kali inget tentang batere HP yang tetiba berubah gendut karena (entah) tertukar (atau sengaja ditukar) sama si Gomat. Tentang Cintra yang berantem mulu sama Gomat karena dia suka tabur-tabur ketombe di atas jaket 28. Tentang Gomat yang setiap malem nelfon cuma buat bilang hal-hal 'penting', dari mulai takut gagal SNMPTN tulis (dan ternyata dia keterima, dan gue nggak. cih, dasar tuh orang) sampe cerita tentang dia yang gak bisa bikin dasi padahal sebentar lagi wisuda. zz. Terus kalo telfonnya gak diangkat tuh orang ngomel-ngomel kayak tante-tante kehilangan rol rambut. Tentang buku-buku yang gak pernah aman bersih sentosa dari gambar-gambar gunyuu buatan L. Tentang Gomat lagi yang sebelum berangkat Duta Karang uring-uringan setengah mati, takut inilah, itulah. Eh, giliran udah balik, ngomonginnya Duta Karaaaaang mulu. 

Juga masih suka terharu setiap kali inget tentang Gomat yang rajin bikinin desain kostum lomba untuk tim Paskib 28. Walaupun nggak pernah ada yang bisa kita realisasikan. Cintra yang nelfon pas saya selesai latihan Tae Kwon Do, bilang masih otw ke 28, padahal jelas-jelas saya lihat wujudnya utuh ada di depan pos satpam. Dan entah kenapa saya nggak curiga. Rencana latihan musikalisasi puisi yang ternyata fiktif, L yang aneh karena kelihatan bingung mondar-mandir di depan perpustakaan, dan gelagapan setiap ditanya Cintra ada dimana. Dan semua itu berujung dengan diceplokinnya saya dengan telor mentah di bawah sendunya gerimis air hujan, sebagai bentuk perayaan sederhana atas bertambahnya umur saya hari itu. Duh, masa itu.

Nggak ngerti lagi lah ini postingan kalo dilanjutin bakal kayak apa panjangnya. Nggak ngerti juga kenapa malam ini, cerita-cerita itu semakin terasa penting untuk dituliskan. Yang jelas ini bukan sebuah kebetulan. 

Montag, 12. August 2013

Cerita Sepanjang Pantura #4

Tren jaman sekarang, ke Jakarta kerja di warteg.
Kebanyakan sih bosnya baik, jadinya sreg, atau paling nggak, mayanlah perut wareg.
Atas nama sedulur, sering kali gaji diulur-ulur.
Sampai berapa jumlah gajinya, udah nggak terukur

Perawan-perawan yang dulu salah motivasi
Ke Jakarta buat jaga gengsi
Sekarang gigit jari
'Siapa suruh datang Jakarta?', kata Pak Mentri

---
Dulu gengsi, sekarang gigit jari.
Lebaran 1434 H



Cerita Sepanjang Pantura #3

Lebaran harinya sukacita.
Yang merantau yang menggalau di Jakarta, akan kembali ke kampungnya tercinta.
Bukan untuk silaturahim semata, tapi jelas adu harta.
Ingat pesan orangtua, jangan pulang kalau nggak bawa uang sejuta-juta!

---
#kalem
Lebaran 1434 H

Cerita Sepanjang Pantura #2

Ini cerita tentang Sumini yang gundah hatinya.
Ditemani dangdut koplo, memikirkan hutang yang sudah jatuh tempo.
Tentang Bapak dan jaminan yang beliau janjikan, jika tak ada uang 'datang' untuk membayar hutang.
Tentang Bapak dan solusi permasalahannya, yang ternyata melibatkan ia, anak perawannya.
Tentang Bapak yang memberikan pandangan, 'Apa kamu tega menolak padahal kita tiga hari tidak makan?'
Tentang lagi-lagi Bapak, yang mengingatkan, bahwa anak harus patuh pada orangtua, bukan?
Tentang, sayangnya, ah, ia ingin berkelit. Permintaan Bapak terlalu sulit.
Tapi, ah, keharusan birrul walidain, membuat kepalanya sakit.
Maka tentang permintaan, 'temani ia hingga tuntas, maka hutangku lunas'.
Mana jawab yang tak sulit? Apalagi dalam kondisi hutang membelit.

---
Satu keprihatinan bagi konsep yang semakin kabur tentang orang tua, durhaka atau patuh pada mereka.
Lebaran 1434 H

Cerita Sepanjang Pantura #1

Hati ini getir, bukan karena pandang segala nyinyir.
Apalagi  karena bos-kantung-tebal yang tersenyum pandir.
Berita penggusuran kafe pinggir jalan, sumber penghasilan,
itu sebabnya.
Katanya, kata bapak-bapak berjenggot kambing, gamis putih bening-bening itu,
bisnis ini tidak halal. Merusak moral.

Halah, tau apa mereka soal haram-halal? Hanya karena bisnis ini mengandalkan perempuan bergincu tebal, bergaya nakal, lantas dibilang tak bermoral?!
Mereka yang kekayaannya kurang ajar, rumah dimana-mana tersebar, lagaknya berandal, seolah lupa bahwa dari rakyat uangnya berasal, baru namanya nggak bermoral!

---
Berdasarkan apa yang ditangkap mata, dilihat hati, dan diinterpretasi pikiran.
Maka maaf jika Anda kurang berkenan.
Lebaran 1434 H

Freitag, 2. August 2013

Merpati Kecil

Maka biarkan merpati kecil itu terbang menghidupi dirinya
Jangan melulu dikungkung, jangan tunggu ia hingga mati dimakan belatung
Alih-alih menjaga-merawat, percayalah, bahwa itu tidak lebih baik dari penggerogotan kebebasan teman sejawat
Percayakan pada semesta, biar ia belajar tentang dusta
Pada alam kita titipkan, biar dirasakannya pengkhianatan
Kenalkan pada Yang Maha Besar, agar ia belajar.
Bahwa pada setiap hal, ada harga yang harus dibayar.



smartly beautiful

If you have good thoughts, they will shine out of your face like sunbeams and you will always look lovely.
 - Ronald Dahl.

*Another way to be beautiful. Be smart and define your own beauty! Haha

Donnerstag, 1. August 2013

Filosofi Kopi #1

Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya.
- Dewi Lestari dalam Filosofi Kopi

Anak Semua Bangsa #2

Juga cinta, bagaimana halnya dengan setiap benda dan hal, mempunyai bayang-bayang. Dan bayang-bayang cinta itu bernama derita. Tak ada satu hal pun tanpa bayang-bayang, kecuali terang itu sendiri.
- Minke dalam Anak Semua Bangsa

Anak Semua Bangsa #1

Barang siapa dapat mencintai seseorang begitu mendalam, dia bukan boneka.
- Minke dalam Anak Semua Bangsa

Batasan

Bintang seperti kehilangan rasa percaya dirinya. Ia bersembunyi di balik awan kelabu. Mengintip malu-malu. Menatap ragu-ragu. Cahayanya timbul tenggelam. Seolah menutupi masa lalunya yang kelam. Bulan pun demikian. Tak mau ia muncul sendirian, mungkin atas nama setia kawan.

Saya memandang kosong langit. Dalam, meski tanpa fokus. Liar menggerayangi langit luas tak berlokus. Syaraf di sekitar mata sedari tadi bekerja keras, membendung bulir air agar tidak jatuh ke pipi. Dalam kondisi begini, ternyata tidak semua unsur tubuh mau berdamai dengan diri. Syaraf otak beserta dendrit halusnya justru membombardir pikiran dengan memutar memori tanpa ampun. Tanpa konfirmasi apapun. 

Hingga pada detik kesekian,  segalanya tak bisa lagi ditahan. Maka lihatlah bahwa semua upaya punya batasan. Memang begitu hakikatnya, bukan?

Berita Baik

Kecipir liar mendayu meladeni angin yang menggodanya. Cuaca sore itu, entah mengapa, mendukung mereka untuk bermesra. Udara berbobot lebih berat dari biasanya. Karena air yang terkandung, enggan keluar dari zona nyamannya.

Dari jauh, bunyi kring-kring khas milik si abang koran langganan, samar terdengar. Diantar bunyi gaduh genjotan pedal yang dikayuh tak kenal pegal. Seperti biasa, koran dilempar sembarangan. Meskipun saya menanti di ambang pintu, siap menjulurkan tangan.

Saya menghampiri si koran malang. Membolak-balik setiap halaman, tapi tetap tertarik dengan berita baik di bagian depan. Alhamdulillah.

"Seorang kakek yang diduga memperkosa 5 anak gadis tetangga, akhirnya tertangkap juga..."

"Keluarga korban meninggal pada tawuran antarpelajar lalu tidak jadi menuntut si pelaku, karena ayah pelaku hanya penjual rujak yang tak laku-laku..."

"Terdakwa korupsi akhirnya keluar dari penjara berkat remisi hari raya..."

Alhamdulillah, berita baik.
Nampaknya, hidup yang kian rumit telah membuat makna berita baik semakin dipersempit.
Entah karena mencoba untuk lebih bersyukur dengan bahagia dari hal sederhana, atau karena terlanjur lelah merana menanti bahagia yang sebenarnya?

Sonntag, 25. August 2013

Realita

Agak kaget juga sih ketika pipi ini tiba-tiba basah dengan air yang keluar dari mata. Haha sementara pikir masih bersikeras menentang segala realita.
Andai saja kejadian dua-tiga tahun itu tidak pernah menjadi cerita. Maka mungkin, tak akan begini jadinya.

00.00 wib
Jakarta, 26 Agustus 2013

Bukan Kebetulan

Menulis tentang hal yang satu ini, jujur saya bingung harus memulai dari mana. Terlalu banyak yang berkelebat dan adu kuat memicu syaraf pengingat untuk memutar cerita itu kembali lekat-lekat.

Hahaha masih suka ketawa setiap kali inget tentang betapa jahilnya kita, saling berbisik tentang the-hole-in-the-pants boy di depan orang yang dimaksud dan jumawa ketika orang yang bersangkutan mulai gregetan karena tidak tahu siapa subyek yang dibicarakan. Tentang comment war yang kita adakan di friendster. Saling menyapa setiap sahur dan terlibat dalam obrolan-obrolan absurd nan ngelantur. Tentang kita yang satu waktu setelah pulang sekolah pergi ke depan kelas XI IPA, cuma buat nemenin Gomat baca doa yang diajarin Pak Mustain saat pelajaran Agama Islam, sambil memegang pintu kelas. Dan ternyata doanya manjur :| Tentang saya yang remedial matematika lintas kelas, karena kalian MT, mau ada remed gak bilang-bilang. Jadilah ketika kalian belajar, saya cuma ketawa-ketawa doang. Wooo. Tentang kenalan sama Anjani Mutter, Tiin Zhakiyah dan banyak orang lain, entah di Friendster ataupun Facebook, ngobrol banyak sama mereka, saling cerita, padahal kita nggak pernah ketemu. Tentang diskusi-diskusi panjang kita terkait cerita-cerita di novel Dan Brown. 

Masih suka kesel setiap kali inget tentang batere HP yang tetiba berubah gendut karena (entah) tertukar (atau sengaja ditukar) sama si Gomat. Tentang Cintra yang berantem mulu sama Gomat karena dia suka tabur-tabur ketombe di atas jaket 28. Tentang Gomat yang setiap malem nelfon cuma buat bilang hal-hal 'penting', dari mulai takut gagal SNMPTN tulis (dan ternyata dia keterima, dan gue nggak. cih, dasar tuh orang) sampe cerita tentang dia yang gak bisa bikin dasi padahal sebentar lagi wisuda. zz. Terus kalo telfonnya gak diangkat tuh orang ngomel-ngomel kayak tante-tante kehilangan rol rambut. Tentang buku-buku yang gak pernah aman bersih sentosa dari gambar-gambar gunyuu buatan L. Tentang Gomat lagi yang sebelum berangkat Duta Karang uring-uringan setengah mati, takut inilah, itulah. Eh, giliran udah balik, ngomonginnya Duta Karaaaaang mulu. 

Juga masih suka terharu setiap kali inget tentang Gomat yang rajin bikinin desain kostum lomba untuk tim Paskib 28. Walaupun nggak pernah ada yang bisa kita realisasikan. Cintra yang nelfon pas saya selesai latihan Tae Kwon Do, bilang masih otw ke 28, padahal jelas-jelas saya lihat wujudnya utuh ada di depan pos satpam. Dan entah kenapa saya nggak curiga. Rencana latihan musikalisasi puisi yang ternyata fiktif, L yang aneh karena kelihatan bingung mondar-mandir di depan perpustakaan, dan gelagapan setiap ditanya Cintra ada dimana. Dan semua itu berujung dengan diceplokinnya saya dengan telor mentah di bawah sendunya gerimis air hujan, sebagai bentuk perayaan sederhana atas bertambahnya umur saya hari itu. Duh, masa itu.

Nggak ngerti lagi lah ini postingan kalo dilanjutin bakal kayak apa panjangnya. Nggak ngerti juga kenapa malam ini, cerita-cerita itu semakin terasa penting untuk dituliskan. Yang jelas ini bukan sebuah kebetulan. 

Sonntag, 18. August 2013

Mudik 2012






Kali Pemali yang (katanya) bersejarah,
Agustus 2012

Montag, 12. August 2013

Cerita Sepanjang Pantura #4

Tren jaman sekarang, ke Jakarta kerja di warteg.
Kebanyakan sih bosnya baik, jadinya sreg, atau paling nggak, mayanlah perut wareg.
Atas nama sedulur, sering kali gaji diulur-ulur.
Sampai berapa jumlah gajinya, udah nggak terukur

Perawan-perawan yang dulu salah motivasi
Ke Jakarta buat jaga gengsi
Sekarang gigit jari
'Siapa suruh datang Jakarta?', kata Pak Mentri

---
Dulu gengsi, sekarang gigit jari.
Lebaran 1434 H



Cerita Sepanjang Pantura #3

Lebaran harinya sukacita.
Yang merantau yang menggalau di Jakarta, akan kembali ke kampungnya tercinta.
Bukan untuk silaturahim semata, tapi jelas adu harta.
Ingat pesan orangtua, jangan pulang kalau nggak bawa uang sejuta-juta!

---
#kalem
Lebaran 1434 H

Cerita Sepanjang Pantura #2

Ini cerita tentang Sumini yang gundah hatinya.
Ditemani dangdut koplo, memikirkan hutang yang sudah jatuh tempo.
Tentang Bapak dan jaminan yang beliau janjikan, jika tak ada uang 'datang' untuk membayar hutang.
Tentang Bapak dan solusi permasalahannya, yang ternyata melibatkan ia, anak perawannya.
Tentang Bapak yang memberikan pandangan, 'Apa kamu tega menolak padahal kita tiga hari tidak makan?'
Tentang lagi-lagi Bapak, yang mengingatkan, bahwa anak harus patuh pada orangtua, bukan?
Tentang, sayangnya, ah, ia ingin berkelit. Permintaan Bapak terlalu sulit.
Tapi, ah, keharusan birrul walidain, membuat kepalanya sakit.
Maka tentang permintaan, 'temani ia hingga tuntas, maka hutangku lunas'.
Mana jawab yang tak sulit? Apalagi dalam kondisi hutang membelit.

---
Satu keprihatinan bagi konsep yang semakin kabur tentang orang tua, durhaka atau patuh pada mereka.
Lebaran 1434 H

Cerita Sepanjang Pantura #1

Hati ini getir, bukan karena pandang segala nyinyir.
Apalagi  karena bos-kantung-tebal yang tersenyum pandir.
Berita penggusuran kafe pinggir jalan, sumber penghasilan,
itu sebabnya.
Katanya, kata bapak-bapak berjenggot kambing, gamis putih bening-bening itu,
bisnis ini tidak halal. Merusak moral.

Halah, tau apa mereka soal haram-halal? Hanya karena bisnis ini mengandalkan perempuan bergincu tebal, bergaya nakal, lantas dibilang tak bermoral?!
Mereka yang kekayaannya kurang ajar, rumah dimana-mana tersebar, lagaknya berandal, seolah lupa bahwa dari rakyat uangnya berasal, baru namanya nggak bermoral!

---
Berdasarkan apa yang ditangkap mata, dilihat hati, dan diinterpretasi pikiran.
Maka maaf jika Anda kurang berkenan.
Lebaran 1434 H

Freitag, 2. August 2013

Merpati Kecil

Maka biarkan merpati kecil itu terbang menghidupi dirinya
Jangan melulu dikungkung, jangan tunggu ia hingga mati dimakan belatung
Alih-alih menjaga-merawat, percayalah, bahwa itu tidak lebih baik dari penggerogotan kebebasan teman sejawat
Percayakan pada semesta, biar ia belajar tentang dusta
Pada alam kita titipkan, biar dirasakannya pengkhianatan
Kenalkan pada Yang Maha Besar, agar ia belajar.
Bahwa pada setiap hal, ada harga yang harus dibayar.



smartly beautiful

If you have good thoughts, they will shine out of your face like sunbeams and you will always look lovely.
 - Ronald Dahl.

*Another way to be beautiful. Be smart and define your own beauty! Haha

Donnerstag, 1. August 2013

Filosofi Kopi #1

Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya.
- Dewi Lestari dalam Filosofi Kopi

Anak Semua Bangsa #2

Juga cinta, bagaimana halnya dengan setiap benda dan hal, mempunyai bayang-bayang. Dan bayang-bayang cinta itu bernama derita. Tak ada satu hal pun tanpa bayang-bayang, kecuali terang itu sendiri.
- Minke dalam Anak Semua Bangsa

Anak Semua Bangsa #1

Barang siapa dapat mencintai seseorang begitu mendalam, dia bukan boneka.
- Minke dalam Anak Semua Bangsa

Batasan

Bintang seperti kehilangan rasa percaya dirinya. Ia bersembunyi di balik awan kelabu. Mengintip malu-malu. Menatap ragu-ragu. Cahayanya timbul tenggelam. Seolah menutupi masa lalunya yang kelam. Bulan pun demikian. Tak mau ia muncul sendirian, mungkin atas nama setia kawan.

Saya memandang kosong langit. Dalam, meski tanpa fokus. Liar menggerayangi langit luas tak berlokus. Syaraf di sekitar mata sedari tadi bekerja keras, membendung bulir air agar tidak jatuh ke pipi. Dalam kondisi begini, ternyata tidak semua unsur tubuh mau berdamai dengan diri. Syaraf otak beserta dendrit halusnya justru membombardir pikiran dengan memutar memori tanpa ampun. Tanpa konfirmasi apapun. 

Hingga pada detik kesekian,  segalanya tak bisa lagi ditahan. Maka lihatlah bahwa semua upaya punya batasan. Memang begitu hakikatnya, bukan?

Berita Baik

Kecipir liar mendayu meladeni angin yang menggodanya. Cuaca sore itu, entah mengapa, mendukung mereka untuk bermesra. Udara berbobot lebih berat dari biasanya. Karena air yang terkandung, enggan keluar dari zona nyamannya.

Dari jauh, bunyi kring-kring khas milik si abang koran langganan, samar terdengar. Diantar bunyi gaduh genjotan pedal yang dikayuh tak kenal pegal. Seperti biasa, koran dilempar sembarangan. Meskipun saya menanti di ambang pintu, siap menjulurkan tangan.

Saya menghampiri si koran malang. Membolak-balik setiap halaman, tapi tetap tertarik dengan berita baik di bagian depan. Alhamdulillah.

"Seorang kakek yang diduga memperkosa 5 anak gadis tetangga, akhirnya tertangkap juga..."

"Keluarga korban meninggal pada tawuran antarpelajar lalu tidak jadi menuntut si pelaku, karena ayah pelaku hanya penjual rujak yang tak laku-laku..."

"Terdakwa korupsi akhirnya keluar dari penjara berkat remisi hari raya..."

Alhamdulillah, berita baik.
Nampaknya, hidup yang kian rumit telah membuat makna berita baik semakin dipersempit.
Entah karena mencoba untuk lebih bersyukur dengan bahagia dari hal sederhana, atau karena terlanjur lelah merana menanti bahagia yang sebenarnya?

Popular posts