Posts mit dem Label all-hail werden angezeigt. Alle Posts anzeigen
Posts mit dem Label all-hail werden angezeigt. Alle Posts anzeigen

Donnerstag, 23. August 2018

My YSEALI Journey: Sebuah Upaya Menjenguk Juminten yang Kuliah di Washington [Bagian 3]

Seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya, sejak saya membaca surat rekomendasi yang dibuatkan oleh referee saya, saya memiliki keyakinan besar bahwa surat itu akan mampu membawa saya untuk lolos ke tahap interview. Libur lebaran yang cukup panjang membuat saya mempersiapkan diri untuk mafhum jika akhirnya pengumuman peserta lolos ke interview memakan waktu yang lebih lama dari biasanya. Makanya, saya merasa tenang-tenang saja dengan masa penantian tanpa kepastian itu. Sampai pada momen H-sekian lebaran, berbagai kenyataan pahit datang bertubi-tubi. Kenyataan yang membuat saya bahkan tidak berselera menyantap menu-menu khas lebaran.

Pertama, karena pengumuman Fulbright sudah keluar dan saya tidak mendapatkan email notifikasi apapun (bahkan sampai tulisan ini dibuat). Dengan kata lain, saya tidak terpilih menjadi Fulbrighter 2018. Well, sebenarnya hasil ini sudah saya prediksi dari jauh hari. Saya pun sudah mempersiapkan diri atas kegagalan tersebut dengan selalu berdoa agar Allah melapangkan hati saya seluas-luasnya dalam menerima hasil tidak mengenakkan dari Fulbright. Tapi, tetap saja ya, ketika hal tersebut benar-benar terjadi, rasa kecewa tetap muncul walau secuil. 

Kedua, beberapa hari sebelumnya, email pengumuman AAS juga sudah keluar. Hanya saja, karena mungkin sinyal di rumah Mbah kurang bagus, tidak ada notifikasi email masuk kecuali jika saya sengaja update inbox email. Hasil AAS-nya tentu saja tidak menyenangkan, saya tidak lolos bahkan di tahap administrasi. Tapi, ini juga sebenarnya sudah saya prediksi, karena, qadarullah, beberapa hari setelah saya submit berkas, saya baca ulang back up jawaban esai yang saya simpan di Ms. Word. Dan saya pun baru sadar kalau ternyata saya lupa untuk menjawab satu sub-pertanyaan esai. Tetot. Menyesal sekali, tapi yasudah belum rezeki. 

Ketiga, ini yang paling membuat saya tidak bersemangat, i stumbled upon a random blog of the past YSEALI awardee. The blog said that usually the interview invitation will be sent to the selected candidates within a week after the deadline. Meanwhile, the day i read the blog has passed more than 7 days after the deadline and i haven't got any email from YSEALI committee. Fiuh, apa ini pertanda saya tidak masuk ke tahap interview ya? Hiks.

Seketika semua harapan saya runtuh. Semua optimisme yang terbangun selama pengerjaan aplikasi pupus sudah. Perjalanan YSEALI saya berhenti disini. Tidak ada lagi yang perlu dicari tahu, tidak ada lagi yang perlu dipersiapkan, pikir saya. Keyakinan saya untuk dapat melaju ke tahap interview pun saya tukar dengan keyakinan bahwa mungkin ini memang yang terbaik menurut Allah. YSEALI bukan jalan saya. Okesip, mari kita menyambut lebaran aja lah!

Setelah lebaran, saya sempat bertemu dengan beberapa teman lama. Saya ceritakan perjalanan aplikasi YSEALI saya yang bahkan sudah gagal sejak seleksi berkas. Mereka mengaminkan dengan mengatakan, "Iya, YSEALI emang ketat banget sih seleksinya. Ratusan yang daftar, susah banget buat tembus kesana."

Damn, saya mengumpat, mengutuki diri yang sebodoh itu telah menaruh harap pada sebuah program yang tidak mungkin saya tembus. Ibarat ngarep balasan cinta dari gebetan yang jelas-jelas nggak punya tempat buat kita di hatinya. Cailah.

Hari-hari saya pun berlanjut tanpa ada lagi mimpi ke Amerika. Hingga suatu siang yang sengatan panasnya masih saya ingat sampai sekarang, tanggal 3 Juli, saya sedang di lapangan untuk mendampingi Mba Arum, petugas lapangan di cabang dampingan saya yang akan melakukan proses prapencairan. Mba Arum mengajak saya beristirahat sejenak karena dia mau makan siang. Saya mengiyakan dan kami pun mampir ke warung nasi goreng. Agak aneh sih ada yang jual nasi goreng siang-siang (mon maap, ini komentar super nggak penting).

Berhubung saat itu saya sedang puasa, Mba Arum sungkan jika harus makan sambil mengobrol dengan saya. Saya pun mencari 'kesibukan'. Saya aktifkan koneksi internet dan membuka inbox gmail. Dalam beberapa detik, si inbox berusaha untuk memuat email-email baru. Saya skimming email yang masuk, dan 'deg'. Saya tertegun. Saya baca ulang. Tertulis pada subjek salah satu email yang baru masuk:

"Interview Request: YSEALI Academic Fellowship Program (Fall 2018)"

Saya klik email tersebut. Beberapa detik setelahnya jantung saya seperti ingin membuncah. Ini serius nih? Saya baca ulang email tersebut. Baik-baik. Lagi dan lagi. Dengan pelan-pelan. Dengan hati-hati.




I got an interview invitation!!!! Is it for real?!

Reflek, dengan agak heboh saya sampaikan ke Mba Arum kalau saya masuk ke tahap interview YSEALI. Mba Arum tidak paham dengan apa yang saya bicarakan. Tapi, ah, saya tidak peduli. Saya tidak dapat menahan kebahagiaan saya saat itu. Saya tidak dapat berhenti tersenyum.

Sambil menanti Mba Arum selesai makan, saya memastikan sekali lagi bahwa email tersebut nyata, bukan halusinasi saya yang kebelet pengen ke US, bukan email salah subjek dan, yang paling penting, tidak salah alamat. Alhamdulillah. Setelah yakin bahwa saya tidak sedang bermimpi, saya tenangkan diri. Saya ucap dalam hati, "Alhamdulillah, seneng secukupnya aja, Lil. Jangan terlena. Lo masih punya satu tahap lagi untuk dimenangkan. Jangan sampai mengulang kebodohan saat interview Fulbright."

Hari itu, senyum saya tidak bisa berhenti mengembang. Kepala saya juga tidak bisa berhenti berpikir, strategi apa yang harus saya lakukan dalam menghadapi interview dengan waktu persiapan yang hanya seminggu saja. Fiuh.

Ahya, sebelum itu, tidak lupa saya mengabarkan sekaligus mengucapkan terima kasih kepada orang yang secara langsung punya andil besar dalam aplikasi YSEALI saya: Kak Queen, referee saya. Terima kasih banyak, Kak!

Anyway, untuk kelolosan interview YSEALI ini, saya sengaja tidak mengabarkan banyak orang. Saya trauma masa-masa interview Fulbright. Wkwkwk. Udah ngabarin banyak orang, banyak yang ngucapin selamat, dan terlena lah saya dengan kata-kata manis mereka. Saya merasa di atas awan, eizik, lalu lupa bahwa di depan masih ada jurang yang harus saya seberangi. Huff.

Makanya, saat hari H email masuk itu, saya hanya mengabarkan Kak Queen saja. Kemudian, beberapa hari menjelang hari interview, baru deh saya bilang ke temen deket dan Bapak di Jakarta buat minta restu dan doa beliau. Nah, ini tips nih, buat yang lagi bersukacita menghadapi berita baik biar nggak terlena: sharing good news is nice, but too much is exaggerating. Sometimes, not all 'nice words' we got are good for our self-development. In most cases, those are just toxic. So, beware! ehe.


Mempersiapkan Interview

Hal paling pertama yang saya lakukan dalam mempersiapkan interview YSEALI adalah, seperti biasa, baca blog alumni. Sayangnya, kali ini saya mengalami kesulitan karena sedikit sekali alumni yang membagikan pengalaman interview YSEALI mereka. Pun jika ada, pembahasannya tidak mendalam, hanya sebatas memberikan gambaran bahwa interview dilaksanakan via Skype, kalau internet bermasalah, kita akan dikontak via telepon biasa. Selebihnya, tidak ada penjelasan detil tentang hal-hal yang akan ditanyakan selama interview, bagaimana kriteria kandidat yang mereka cari, dsb. Jadi, saya harus cari sumber belajar lain.

Selanjutnya, saya coba menghubungi alumni YSEALI untuk tanya-tanya langsung. Kebetulan, saya sempat mengenal beberapa alumni YSEALI, tapi agak sungkan untuk menghubungi mereka karena kami tidak pernah kontak-kontakan lagi. Walaupun, sebenarnya, mereka sangat terbuka kalau ada kandidat yang mau tanya-tanya sih. Tapi, saya ragu aja hahaha. Maklum, saat itu saya masih pada pemikiran: "Duh, jangan sampe banyak orang tau dulu deh. Takut gagal lagi." Padahal, nggak ada yang salah kok dari gagal berkali-kali, nggak perlu takut apalagi malu. Jadi, mindset saya ini jangan ditiru ya.

Kalau memang mau, kamu bisa menghubungi para alumni itu melalui berbagai saluran, seperti email, linkedin, instagram, dll. Saya pun sempat melihat beberapa tulisan atau vlog alumni yang memang membuka diri untuk ditanya-tanya terkait aplikasi YSEALI. So, jangan ragu ya.

Oke, balik lagi, saat kepo-kepo web YSEALI, saya menemukan sebentuk wajah familiar terpampang di web bersama alumni YSEALI lain. Dia adalah Mas Maxi- founder Riliv, sebuah startup konsultasi Psikologi dari Surabaya. Saya tahu dia sejak mengikuti rangkaian program 1000 Startup Digital. Kebetulan, dia adalah alumni program di batch sebelumnya. Ia sempat pula mengisi beberapa sesi dan menjadi mentor 1000 Startup Digital batch saya. Hem, ternyata, dia alumni YSEALI Academic Fellowship untuk tema yang sama dengan saya, Social Entrepreneurship. Lumayan lah kalau saya kontak Mas Maxi, he's not totally stranger yakaan. 

Singkat cerita, saya kontak Mas Maxi. Saya ceritakan padanya bahwa saya sedang apply YSEALI Academic Fellowship dan tepat kemarin saya mendapatkan undangan interview. Mas Maxi ini baik sekali, dia lalu menjelaskan hal-hal yang harus saya perhatikan saat interview, seperti motivasi yang benar, jangan pernah menyebut jalan-jalan sebagai tujuan, pastikan jawaban-jawaban saat interview tidak bertentangan dengan apa yang kita tulis pada esai, jabarkan rencana setelah program selesai, tunjukkan bahwa program yang kita jalankan akan sustainable, dsb.

Intinya sih, yang saya tangkap, berdasarkan pengalaman interview Fulbright dan YSEALI, dimana-mana interview itu tujuannya sama: mengkonfirmasi jawaban yang kita tulis pada aplikasi, apakah sesuai atau nggak. Karena, kalau kata Mas Dimi, konsultan IDP yang selama ini jadi counselor saya untuk apply S2, ketika kita diundang interview, artinya profil kita pada aplikasi sudah sesuai dengan apa yang mereka cari. Tinggal, saat interview itu, mereka mau gali lebih dalam, beneran sesuai atau nggak, cocok atau nggak sama program yang ditawarkan dan apa rencana setelah programnya. Jangan sampai beasiswa atau kesempatan program yang diberikan ke kita, hilang tak berbekas setelah program selesai. Idealnya sih, kita harus bisa bikin impact positif ke masyarakat, give back lah atas privilege yang udah kita nikmati.

Lanjut, setelah tanya-tanya ke Mas Maxi dan semakin mendapat gambaran mengenai interview yang akan berjalan, saya coba membuat daftar pertanyaan yang kemungkinan besar akan ditanyakan oleh para interviewer. Lalu, saya siapkan pula jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan tersebut. Ingat, cobalah untuk mempersiapkan jawaban sespesifik mungkin, jangan normatif dan mengawang-ngawang.

Dengan modal itu, sisa-sisa hari menjelang interview saya isi dengan latihan menjawab pertanyaan. Biasanya, saya latihan di kasur, sebelum dan sesudah tidur. Sambil duduk, saya coba rekam, kadang rekam video, kadang cuma rekam suara. Nanti, rekamannya saya putar, kalau masih ada yang kurang sip, seperti bahasa tubuh yang kurang enak dilihat, mata yang tidak fokus menatap ke depan, suara yang tidak enak didengar, diksi yang kurang pas, atau bahkan senyum yang kurang greget (eyyaaa), saya ulang lagi.

Jujur, trik membuat daftar pertanyaan sekaligus jawaban dan melatihnya setiap hari sangat-sangat membantu saya dalam menghadapi interview YSEALI kemarin. Pertama, kita jadi bisa memprediksi apa yang akan menjadi pertanyaan lanjutan dan kemana arah pembicaraan selama interview. Dengan demikian, kita tidak akan terlalu kaget dengan random questions yang tiba-tiba keluar dari interviewer.

Kedua, saya jadi bisa memfokuskan pengetahuan-pengetahuan baru apa yang sebaiknya saya pelajari. Mengingat, waktu persiapan yang sempit, kita tidak bisa mempelajari semua hal baru. Kita harus pandai memilah, apa yang kita butuh pelajari yang mungkin bisa memperkaya perspektif kita saat interview.

Selain itu, interview YSEALI nanti akan full english. Kamu nggak mau dong kalau selama interview akan menggunakan diksi yang itu-itu aja? Atau bahkan kebingungan memberikan jawaban dalam bahasa Inggris, padahal kamu tahu betul jawabannya dalam bahasa Indonesia. Makanya, biar nanti jawaban kamu terdengar smooth, natural dan nggak kaku, perbanyak latihan ngomong.

Ahya, ini saya kasih contoh pertanyaan yang pasti banget keluar beserta contoh jawaban oke dan nggak oke ya:

Pertanyaan:

"Why do you want to join YSEALI?"

Tipe jawaban normatif dan ngawang-ngawang:

"Because YSEALI will be held in USA, the most powerful country in the world, it has the best university in the world dst..."

"Because YSEALI is an international youth program where I can enrich my network with other youths in Southeast Asia, I can sharpen my leadership skill, I can improve my knowledge..."

Tipe jawaban spesifik:

"Because this program will be held in USA. We all know that USA is the country where the term social entrepreneurship was first introduced. The country where the very first organization promoting social entrepreneurship was founded, like Ashoka Foundation. So, there will be no other country better for me to learn about social entrepreneurship besides USA."

"Because YSEALI offers me the opportunity to mingle with other youth from different countries and character. That experience would be beneficial for me in leading my social enterprise, as the team I lead consist of people who are coming from different background."

Gimana? Kelihatan kan perbedaannya? Salah satu tips agar jawaban kamu spesifik dan tidak normatif adalah dengan perbanyak riset, baca artikel, update isu terkini yang relevan atau apapun yang bisa memperkuat argumenmu.

Terakhir, jangan lupa untuk mempersiapkan print out form aplikasi dan recommendation letter kamu. Print out tersebut akan memudahkan kamu untuk mempelajari segala hal yang kamu dan referee-mu tulis saat apply. Ingat, usahakan jawaban-jawabanmu tidak bertentangan dengan isi form aplikasi dan surat rekomendasi ya.


Interview D-Day

Jadwal interview saya di pagi hari pukul 8.30 WIB. Alhamdulillah, karena saya sudah mencoba mempersiapkan interview sebaik yang saya bisa, saya tidak sakit perut karena tegang seperti biasanya saya menghadapi interview. Ahya, karena hari itu hari kerja, saya pun berangkat ke kantor cabang seperti biasa, lalu saya mojok ke tempat sepi, dan saya siapkan semua peralatan yang diperlukan. Siapin print out berkas, laptop sambil di-charge (walaupun keknya masih penuh wkwk), headset disambungin ke laptop dan, yang paling penting, standby Skype.

Menjelang pukul 8.30 kurang sekian menit, belum ada tanda-tanda pihak US Embassy menghubungi saya. Saya agak gelisah, walaupun sebenarnya nggak perlu gelisah haha. Tepat di pukul 8.30 WIB, pihak US Embassy mengirim pesan Skype yang mengabarkan bahwa interview akan diadakan sebentar lagi. Saya melakukan final check, segala tools saya tes dan print out form aplikasi saya tempatkan pada posisi yang mudah dijangkau, in case saya butuh baca form di tengah-tengah interview.

Saat akhirnya US Embassy benar-benar menghubungi saya via Skype, ternyata panggilannya masuk ke hp, bukan ke laptop. Duh, saya agak panik, karena pasti tidak akan nyaman sekali kalau harus Skype call via hp. Tapi, saat saya cek laptop, panggilannya nggak masuk. Okelah, biar interviewer-nya nggak terlalu lama menunggu, saya langsung pindahkan sambungan headset dan mengangkat panggilan Skype di hp. Ternyata, interviewer meminta video call. Okesip, jadi lah sepanjang interview, hp itu saya pegang di depan wajah saya. Mayan, pegel.

Di awal, para interviewer memperkenalkan diri. Jujur, sekarang saya udah lupa nama-nama mereka karena saat itu deg-degan banget. Jadi, pikiran nggak bisa diajak mikir, apalagi untuk menghafal nama interviewer. Yang pasti, ada tiga orang yang meng-interview saya, ketiganya dari US Embassy Jakarta, orang Indonesia, dua laki-laki dan satu perempuan.

Nah, ini saya share pertanyaan-pertanyaan yang keluar saat interview kemarin yaw:

1. Introduce yourself
2. Explain your academic and work background. Why your academic background is not aligned with your current work
3. Explain the social enterprise you're currently working at
4. Your plan in the next 5 years. Whether you would stay in Jombang or go back to Jakarta
5. Progress and challenges faced by your social enterprise
6. Why applying for YSEALI
7. If you are chosen to be the YSEALI awardee, what things you want to learn from the program
7. After the program, any plan to start off other project ideas?
9. If you are chosen and go to US, what about your work at office and your social enterprise
10. Any question?

Ohya, disclaimer, saat kalian interview, belum tentu juga semua pertanyaan itu yang keluar ya. Coba kira-kira kemungkinan yang lain, sesuatu yang menurut para interviewer mungkin menarik untuk digali dari dirimu. Interview diestimasikan berjalan selama 20 menit, tapi, waktu saya interview, total waktunya cuma 19 menit 54 detik.


Menanti Hasil

Saat proses interview selesai, salah satu interviewer mengatakan bahwa pengumuman hasil akan disampaikan 'by the end of next week', yang mana saya artikan frase tersebut menjadi hari Jumat tanggal 20 Juli 2018. Wah, cepat ya, pikir saya dalam hati. Menjelang tanggal tersebut, saya tidak terlalu cemas memikirkan, kebetulan saat itu saya sedang persiapan backpacking ke Jepang. Tepat di tanggal 20 Juli itu pun, saya sedang di Jepang.

Akhirnya, tanggal keramat yang dinanti tiba. Saat itu, saya sedang di Osaka, baru tiba dari Tokyo di pagi harinya. Hp saya seharian mati total, jadi tidak bisa cek-cek email. Baru bisa buka email itu kalau tidak salah menjelang jam 4 sore, setelah kami check in penginapan.

Wagelaseh, deg-degan banget waktu itu. Proses hp nyala, konek internet, sampe akhirnya bisa tarik email, terasa sangat lama. Mata saya skimming cepat, yes, ada email dari YSEALI. Duh, ternyata, itu bukan email pengumuman. Itu email pemberitahuan untuk mengumpulkan 4-pages scanned passport. Saya liat jam kirimnya, oh, jam 15, baru aja dikirim berarti, nanti deh balesnya, nggak memungkinkan juga kirim scanned passport saat itu (belakangan saya tau bahwa email tersebut dikirim sekitar jam 1 waktu Indonesia).

Saya masih ingat sekali, saat saya dan pasangan backpacking saya (Indah namanya), mengunjungi destinasi kami selanjutnya, saya nggak bisa fokus menikmati suasana saat itu. Kepikiran YSEALI, sist. Sayang banget sih, belum tentu balik lagi (semoga balik lagi sih), tapi hati bawaannya pengen segera reply email itu. Singkat cerita, saya baru bisa mengumpulkan scanned passport yang diminta hari Senin pagi ketika saya sudah kembali ke Indonesia.

Sejak itu, hari-hari saya benar-benar tidak bisa lepas dari memikirkan pengumuman YSEALI. Setiap hari mengecek email, buka facebook group YSEALI dll. Sampai pada titik dimana saya merasa 'Kok kayaknya YSEALI sudah pengumuman yaa', saya pun secara random menghubungi alumni YSEALI melalui instagram untuk menanyakan perihal pengumuman tersebut. Jawaban dari mereka lumayan membuat perut saya kram. Mereka mengatakan bahwa untuk regional Timur Indonesia dan Sumatera, peserta terpilih telah diumumkan. Sayangnya, mereka nggak paham kabar untuk regional Jakarta.

Saat itu saya baru tahu, ternyata, seleksi YSEALI ini dibedakan dalam 3 wilayah seleksi, yaitu wilayah Indonesia Timur oleh Konjen AS Surabaya, wilayah Jakarta (dan kemungkinan Jabar, Jateng, Kalimantan) oleh US Embassy Jakarta dan wilayah Sumatera oleh Konjen AS Medan. Saya sendiri tidak paham, akan masuk wilayah seleksi yang mana, mengingat KTP saya Jakarta, tapi tinggal di Jawa Timur. Walaupun saya diwawancara oleh orang-orang dari US Embassy, tapi tidak menjamin kan kalau saya masuk ke wilayah seleksi Jakarta dan sekitarnya? Di titik tersebut, saya benar-benar pasrah. Jika memang saya dimasukkan ke wilayah Timur, dan itu sudah diumumkan, berarti yaa saya nggak lolos.

Tanggal 6 Agustus, karena saya tidak dapat membendung rasa penasaran saya, saya lakukan ikhtiar terakhir. Saya email pihak US Embassy untuk menanyakan, apakah pengumuman final YSEALI sudah keluar atau belum. Saya sudah siap dengan semua jawaban, insyaAllah. Kalau memang sudah, berarti YSEALI bukan rezeki saya. Tapi, kalau memang belum, setidaknya masih ada harap yang bisa saya gantungkan.

Hingga sore, saya tidak mendapat email balasan. Well, nggak mungkin balasannya di hari yang sama juga sih. Tapi, lumayan lah, ikhtiar terakhir saya itu cukup menenangkan dan meringankan hati untuk melepaskan kalau-kalau saya memang tidak terpilih mengikuti YSEALI.

Besoknya sekitar jam 9 pagi, tanggal 8 Agustus, saya menerima telfon dengan kode Jakarta yang kombinasi angkanya cukup familiar di mata saya. Saya angkat, di seberang telfon seorang perempuan berbicara. Ia menyatakan dari US Embassy Jakarta dan mengatakan bahwa saya terpilih menjadi salah satu awardee YSEALI Academic Fellowship Fall 2018. Allahu Akbar!

Kalimat-kalimat selanjutnya yang disampaikan oleh perempuan di ujung telepon tidak lagi saya dengar dengan baik. Saya cuma ingat sekilas, bahwa kampus saya masih belum pasti, antara University of Connecticut atau Brown University. Sekilas saya pikir, apa tuh Brown, macam karakter LINE aja. Seketika, telepon pun ditutup dan saya tak habis mengucap syukur. MasyaAllah, anugerah-Mu, ya Allah!

Belakangan, saya baru tahu jika saya akhirnya ditempatkan di Brown University. Ada sedikit rasa kecewa dalam diri saya (Astaghfirullah), karena YSEALI Academic tema Social Entrepreneurship sangat identik dengan UConn (sebutan untuk University of Connecticut). Saya pun sudah sedikit membayang-bayangkan diri menjadi UConn Huskies- sebutan bagi mahasiswa UConn (cikal bakal dari logo kampusnya yang berupa Husky).

Lagipula, nama Brown terasa kurang keren dan terlalu imut. Tapi, memang dasar saya harus banyak-banyak belajar bersyukur, rasa kecewa saya itu seketika runtuh ketika mengetahui bahwa Brown University adalah salah satu kampus Ivy League. IVY LEAGUE! Sebuah kumpulan kampus bergengsi di US! Dengan acceptance rate yang hanya 9 koma sekian persen. Fall 2018 ini adalah periode pertama Brown University bergabung menjadi host institution bagi program YSEALI Academic dan satu-satunya host institute yang merupakan Ivy League. Maasya Allah!

Seketika, saya pun merasa hanya manusia yang kebetulan beruntung karena dianugerahi Allah kesempatan yang luar biasa ini. Alhamdulillah.


Pesan-Pesan

Bagi teman-teman yang tertarik untuk ikutan YSEALI atau program sejenis, saya punya beberapa pesan. Asiks.

Pertama: Cari tau apa tujuan jangka panjangmu
Sebelum kita coba berbagai hal menggiurkan di luar sana seperti YSEALI dan berbagai program serupa, ada baiknya kita coba untuk mendefinisikan apa yang sesungguhnya menjadi tujuan kita dalam jangka panjang. Misalnya, saya punya tujuan jangka panjang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa dengan cara yang membuat mereka berdaya, salah satu jalannya melalui konsep social entrepreneurship.

Nantinya, program YSEALI atau kesempatan lain yang saya temukan sepanjang perjalanan memperjuangkan mimpi, bisa saya gunakan sebagai alat bantu untuk mengakselerasi diri agar memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan jangka panjang itu. Sehingga, kita tidak akan berlebihan memandang program semacam ini. Tidak kelewat bahagia ketika diterima, pun tidak kelewat sedih ketika ditolak. Karena toh itu cuma alat bantu, bukan tujuan yang utama yang mau kita capai. Jangan sampe disorientasi!

Kedua: Hati-hati dengan euforia program ke luar negeri
Ke luar negeri itu memang menyenangkan, makanya bisa bikin kecanduan. Banyak orang berjuang mati-matian untuk ikutan program-program di luar negeri, seperti youth forum, conference, youth camp atau program lain seperti YSEALI, tanpa memahami esensi program sesungguhnya. Atau parahnya lagi, mereka tidak memahami isu yang diangkat oleh program terkait. Wes sing penting budhal luar negeri wes.

Akibatnya, setelah kembali dari youth forum X di Taiwan, berjuang lagi untuk youth camp di Australia, setelah berangkat, pergi lagi untuk conference di Inggris. Terus apa? Apa sisa perjalanan tersebut? Inferiority complex terhadap negara tetangga? Foto-foto yang instagramable?

Sebenernya, poin 'berjuang pantang menyerah untuk punya pengalaman ke luar negeri'-nya sih bagus. Tapi, signifikansi jangka panjangnya apa? Padahal, kita ke luar negeri lewat sebuah program gratis itu tanggung jawabnya besar. Ada hutang pengabdian yang harus kita bayar.

Makanya, hal itu nggak akan terjadi kalau sejak awal kita tau mimpi jangka panjang kita. Segala kesempatan yang ada akan dilihat sebagai alat bantu aja. Kalau ternyata ada kesempatan ke Amerika, kita akan liat, membantu pencapaian mimpi jangka panjang nggak nih? Kalau iya, cuss, kalau nggak, kasih kesempatan ke yang lain. Bukan malah semua program diikutin. Kalau begitu, kita bukannya makin mahir di bidang kita, tapi makin mahir bikin essay aplikasi program. Btw, saya ngomong begini bukan karena saya suci dari dosa-dosa semacam itu ya. Justru, karena saya pernah berada di posisi obsessed ikutan event-event begitu, makanya saya bisa berbagi nasihat. Ehe

Ketiga: Jangan 'memantaskan diri' untuk sebuah program
Waktu kita terbatas, fokus lah pada apa yang menjadi mimpi dan cita-cita jangka panjang kita. Jangan menghabiskan waktu untuk memantaskan diri agar bisa diterima sebuah program. Misalnya, YSEALI mencari orang yang punya kontribusi ke masyarakat, yaudah saya adakan rumah baca di desa saya deh biar bisa keterima YSEALI. Kalau sejak awal niatnya sudah ngawur begitu, selesai YSEALI belum tentu rumah bacanya masih berjalan.

Dude, we're bigger than the program. Our dream is beyond YSEALI. Bekerja keraslah untuk mimpi jangka panjang kita, bukan untuk program. Mimpi yang luhur, mimpi yang membawa kebaikan tidak hanya untuk diri kita sendiri. Dengan begitu, percaya deh, segala kesempatan akan mengikuti. Kalian mau ke Eropa, Amerika, Australia akan ada aja jalannya. Ingat, bahwa ada logika langit di atas logika manusia.

Keempat: Libatkan Allah
Pada akhirnya, kita bukan apa-apa. Kita cuma makhluk yang diatur oleh Yang Maha Kuasa. Jangan lupa untuk terus libatkan Allah atas setiap proses yang kita jalani. Dan, yang paling penting, karena ridha Allah juga ada di tangan orang tua, jangan lupa untuk terus minta doa mereka. Ah tapi, orang tua mah nggak perlu diminta juga akan selalu doain anaknya. Justru kita anak-anaknya yang sering lupain mereka :(

Sekian. Kalau kalian mau tanya-tanya lebih jauh ke saya, bisa tinggalkan komentar di bawah atau email ke lili.nurindahsari93@gmail.com

---
Ohya, siapakah Juminten?

Cek disini. Dulu, saya cuma ketawa-ketawa aja tiap denger Juminten kuliah di Washington. Nggak nyangka bisa ikut nyusulin kesana~



Mittwoch, 15. August 2018

My YSEALI Journey: Sebuah Upaya Menjenguk Juminten yang Kuliah di Washington [Bagian 2]

Sekarang, saya akan berbagi langkah-langkah yang saya lakukan dalam mendaftar program YSEALI Academic Fellowship periode Fall 2018. Ingat, ini langkah yang saya lakukan, cuma referensi buat kamu, bukan langkah yang 'seharusnya' kamu lakukan ya. So, you may have your own steps in doing the application. That would be very much okay :)


1. Minta Izin ke Atasan Kantor

Kalau kamu adalah karyawan seperti saya, minta izin ke atasan di masa-masa awal sebelum daftar adalah sesuatu yang penting, karena program ini akan berjalan selama 5 pekan. Belum lagi, kamu harus mengikuti orientasi sebelum keberangkatan dan, yang paling krusial, kamu akan riweuh mengurus visa. Jadi, ada baiknya atasanmu paham dengan rencanamu itu. Dari sana, akan ketahuan, atasanmu mendukung atau tidak. Kalau mendukung, aman. Kalau tidak, kamu harus mulai berpikir, jika kamu benar-benar diterima nanti, apa kamu sudah yakin untuk menukar karirmu di tempat kerja dengan perjalanan ke US melalui YSEALI? Atau justru melepas kesempatan di YSEALI adalah pilihan terbaik? 


2. Memilih Referee

It's such a tricky part, karena siapa referee kita akan memengaruhi bagaimana kualitas surat rekomendasi yang kita submit. Walaupun, saya sendiri kurang paham seberapa besar bobot surat rekomendasi pada seleksi YSEALI. Tapi, saya cukup yakin jika surat rekomendasi saya sangat-sangat memengaruhi keputusan reviewer dalam meloloskan saya. Karena yaa kita tahu, kesempatan untuk meyakinkan reviewer melalui aplikasi sangat terbatas. Bayangin aja, kita harus meyakinkan reviewer untuk memilih aplikasi kita dibandingkan ratusan pendaftar lain dengan hanya melihat riwayat aktivitas dan esai super singkat yang tidak lebih dari 250 kata. Kalau kamu jadi reviewer, pasti kamu akan mencari pertimbangan lain kan? Nah, surat rekomendasi ini lah yang jadi salah satu referensi mereka. 

Lalu, bagaimana caranya memilih referee yang tepat? Untuk YSEALI (ini belum tentu berlaku pada program lain ya), saya sarankan pilih referee yang tidak sekadar punya nama besar. Tapi, pastikan beliau memang mengenal kita dengan baik. Sehingga, rekomendasi yang beliau berikan bisa detailed dan personalized, tidak memberikan kesan template. Misalnya, kalau kamu berada dalam sebuah organisasi kemasyarakatan, jangan langsung menyasar ketua organisasi tersebut sebagai referee-mu, hanya karena beliau cukup dikenal di masyarakat. Beliau sendiri kenal kamu dengan baik ndak? Jangan-jangan selama ini cuma saling lempar senyum doang lagi *lah berasa sama gebetan dong.

Ndak apa-apa lho kalau kita minta rekomendasi ke orang di level manajer atau bahkan officer, yang penting kalian rutin berkomunikasi dan beliau paham perkembangan diri kamu. Etapi, bukan berarti temen main yang se-level juga boleh ya, pilih mentor atau supervisor lah paling nggak. Biar isi surat rekomendasinya nggak sebatas: she is good; she is a hard worker; she is attentive to detail; dan parahnya, she is beautiful. eyyaa. 

Selain itu, pastikan referee-mu itu mengenalmu dalam lingkup kegiatan yang berkaitan dengan tema program YSEALI yang kamu pilih. Sehingga, pemaparan yang beliau sampaikan tentangmu dapat spesifik dihubungkan dengan tema program yang kamu pilih itu. Misalnya, saya memilih tema Social Entrepreneurship and Economic Development. Saya tidak meminta rekomendasi dari dekan kampus, dosen pembimbing atau atasan di kantor. Tetapi, saya minta rekomendasi dari orang yang menjadi mentor saya saat mewakili SiMaggie mengikuti sebuah program inkubasi social enterprise. Jadi, beliau paham betul dengan perjalanan saya dan SiMaggie selama ini.

Surat rekomendasi yang beliau tulis untuk saya cukup detail. Maklum, saya berada di bawah asistensinya secara langsung selama beberapa bulan. Beliau juga tahu betul bagaimana tertariknya saya dengan konsep social entrepreneurship. Semua pemahaman beliau tentang saya itu ditulis dengan menyertakan contoh konkret. Dengan begitu, saya sendiri yang membaca tulisan beliau merasa bahwa surat rekomendasi tersebut sangat meyakinkan. Sehingga, walaupun di akhir surat referee saya menulis posisinya sebagai program officer, karena isi suratnya sudah meyakinkan, posisinya tidak membuat rekomendasinya diragukan.

Entahlah, ini asumsi saya sih, yang jelas, walau jabatan referee-mu mentereng di tingkat CEO sekalipun, kalau konten surat rekomendasinya cuma common sense, sayang aja sih.

"Ya tapi kan kualitas surat rekomendasi yang ditulis referee di luar kendali kita."

Makanya, pilih referee yang tepat. Dan perbaiki hubunganmu dengan orang-orang di sekelilingmu. Dari sekarang. Jangan dateng pas butuh aja. Misalnya, ke dosen pembimbing jaman kuliah, founder startup yang dulu pernah kamu ajak kenalan, ketua organisasi X yang pernah kamu ajak kerjasama, supervisor di mantan kantor atau bahkan sekadar temen lama, jaga hubungan baik dengan mereka. Keep the relationship 'alive'. Kita nggak pernah tahu kapan kita butuh mereka.

"Kok nyambungnya kesana?"

Lha iya, kalau kamu udah lama nggak kontak-kontakan sama dosenmu atau mantan atasanmu, tau-tau kamu dateng ke doi minta surat rekomendasi. Beliau-beliau yang terhormat bisa apa selain menulis surat rekomendasi seadanya dengan template hasil searching di Google? Bukan salah mereka, kan kalian sudah lama tidak berinteraksi. They just simply have no idea what to put in the letter.

Lanjut. Setelah kamu memutuskan siapa orang yang kamu pilih untuk dimintai rekomendasi, pastikan untuk tidak menghubunginya dekat dengan deadline. Ingat, kita sedang minta bantuan orang, dan orang yang kita mintai bantuannya pasti punya urusan lain. Jangan tempatkan ia di posisi sulit karena harus kamu kejar-kejar untuk menyelesaikan apa yang menjadi kebutuhanmu.


3. Memahami dan Mengisi Form Aplikasi

Seperti yang sudah saya sebutkan pada tulisan sebelumnya, formulir aplikasi YSEALI Academic Fellowship tahun ini berupa Google Form. Artinya, ketika mengisi formulir tersebut, tidak ada pilihan 'save draft'. Oleh karena itu, sebelum mulai mengisi, saya menyarankan teman-teman untuk mempelajari baik-baik formulirnya. Kalau perlu, di-'save page' saja agar kalian bisa buka sewaktu-waktu.

Mempelajari formulir aplikasi ini penting sekali untuk mengantisipasi ketentuan-ketentuan yang tidak kalian duga. Misalnya, pada bagian akhir formulir aplikasi Fall 2018 (tidak tahu apakah ketentuan yang sama juga diminta pada periode sebelumnya), saya diminta untuk mengetik ulang surat rekomendasi pada box di Google Form. Bisa dibayangkan, mengetik ulang surat rekomendasi cukup time-consuming. Kalau hal ini tidak kamu ketahui sejak awal, mungkin kamu tidak akan menyiapkan waktu untuk itu. Akibatnya, kamu bisa jadi terlambat untuk submit aplikasi. Kesalahan yang tidak perlu.

Saat mempelajari Google Form itu pula, teman-teman bisa memilah, mana pertanyaan-pertanyaan yang bisa dijawab on the spot dan mana pertanyaan-pertanyaan yang butuh dipikir matang-matang. Untuk pertanyaan yang bisa dijawab on the spot, misalnya pertanyaan tentang data diri, detail paspor, food restrictions, dll., insyaAllah akan aman-aman saja. Kalian cukup mempersiapkan dokumen terkait, seperti KTP, Paspor, bukti kemampuan bahasa Inggris, dll. Anyway, bukti kemampuan bahasa Inggrisnya nggak harus hasil tes IELTS atau TOEFL kok. Bisa berupa bukti keikutsertaan les bahasa Inggris, acara internasional, dll. Cek sendiri nanti di formulirnya ya.

Sedangkan, untuk pertanyaan yang butuh dipikir dan dipertimbangkan matang, contohnya pengalaman organisasi, pengalaman bekerja dan magang, keanggotaan pada komunitas, dsb. Saat mengisi pertanyaan tersebut, saya sarankan kalian untuk mengetik jawaban kalian di Ms. Word atau note terlebih dahulu agar kalian punya back up data. Setelah pertanyaan-pertanyaan tersebut selesai dijawab, coba eliminasi poin-poin jawaban yang tidak relevan dengan tema program yang kamu pilih. Pastikan semua jawabanmu spesifik dan mengerucut pada tema program. Tujuannya, agar reviewer bisa melihat ketertarikan dan keseriusanmu pada tema yang kamu pilih dari konsistensi pengalamanmu.

Metode yang sama bisa kamu gunakan ketika mengerjakan esai. Walaupun esai yang diminta hanya 250 kata dan sangat mungkin dikerjakan dalam waktu kurang dari satu jam, pastikan kamu membuatnya dengan sangat matang. Ketik esaimu di Ms. Word atau note, lalu minta tolong mentormu untuk proofread esaimu. Edit, baca lagi, edit, baca lagi, dan seterusnya. Ingat, 250 kata itu yang akan menentukan kamu diundang interview atau tidak. 

Saat menulis esai, kamu tidak perlu menyertakan data yang skalanya terlalu luas, misalnya data statistik angka kemiskinan di Indonesia, data jumlah pengangguran di Jakarta, dll. Fokus untuk menjelaskan dirimu, latar belakangmu, kegiatan yang kamu geluti dan apa yang kamu cari dari mengikuti program YSEALI ini. Data statistik atau analogi-analogi tidak penting akan membuat arah esaimu menjadi kabur, kuncinya fokus pada siapa kamu, spesifik dan konkret atas apa yang kamu kerjakan, serta realistis pada implementasinya.

Kalau semua pertanyaan pada formulir aplikasi sudah terjawab dan ter-back up dengan baik, kamu bisa mulai menyalin jawaban tersebut pada Google Form sesungguhnya. Pastikan tidak mepet dengan deadline ya. Selalu sediakan waktu untuk kemungkinan terburuk yang terjadi.

Meskipun, saya sendiri waktu itu submit aplikasi jam 11.43 AM while the application was due at 1 PM. Ehehe. Jangan ditiru ya, mentemen. Saat itu saya kost di Bojonegoro, nggak punya paket internet, karena kalau pun punya, sinyalnya syulit. Terus, nggak mau juga nongkrong di kafe untuk sekadar numpang internet karena saya anaknya nggak mau rugi wkwk. Kebetulan, kantor cabang saya lagi libur karena waktu itu hari libur nasional. Tapi, karena saya agak nggak tau malu, saya tetep ke kantor cabang dan duduk di emperan cabang, belum mandi, masih pake celana tidur, terus numpang submit aplikasi di sana deh. Heheu.


4. Mari Berdoa!

Setelah aplikasimu terkirim, perjuanganmu belum selesai. Selalu dampingi aplikasimu dengan doa ya. Ingat, ada 'logika langit' di samping logika manusia yang bekerja. Biasanya, proses seleksi ini akan memakan waktu kurang lebih satu bulan. Pada periode seleksi Fall 2018 sendiri, deadline aplikasi adalah 1 Juni 2018 pukul 13.00 WIB, sementara saya mendapatkan email undangan interview di tanggal 3 Juli 2018, tepat ketika saya sedang mendampingi petugas cabang di lapangan. Eyyaa, mengenang dikit.

Sedihnya, pemberitahuan apakah kita melaju ke tahap interview atau tidak hanya disampaikan kepada applicant yang lolos saja. Hal ini membuat kita jadi was-was, bahwa kabar baik yang tidak kunjung datang itu, apakah karena kita memang tidak lolos atau karena proses seleksi masih berlangsung. Tapi gapapa, justru di masa-masa ini lah kita benar-benar butuh pasrah dan husnudzan sama Allah. Saya paham betul nggak enaknya masa-masa menanti pengumuman itu, bahkan lebih tidak menyenangkan dari  menanti jodoh yang tidak kunjung datang wkwk. Makanya, tips paling mudah dari saya sih, setelah apply, lupakan dan ikhlaskan. Kalau programnya memang jadi jodoh kita, maka Alhamdulillah, kabar baik insyaAllah datang. Tapi, kalau bukan, yaa ikhlaskan. Yakin aja, Allah pasti punya rencana lain yang lebih baik untuk kita.

Selanjutnya, perjalanan saya untuk menjenguk Juminten ini belum selesai, teman-teman. Saya masih akan berbagi pengalaman ketika saya menjalani interview YSEALI. Simak disini!


Montag, 1. September 2014

Aksidental Trip: Ungkapan Rezeki di Siang Bolong itu Ada! (Part #1)

Saya tahu, beberapa minggu belakangan ini, trafik blog saya meningkat tajam--bahkan lebih tajam dari silet. Cailah. Saya pun tahu specific factor that did it. Well, apalagi kalo bukan postingan tentang (unfinished written story) seleksi XL Future Leaders yang saya posting entah dari kapan, namun belum selesai part selanjutnya hingga sekarang, lebih tepatnya hingga gelombang 1 seleksi tertulis regional Jakarta sudah dilaksanakan. What a PHP blog memang ya~ Maafkan saya teman-teman yang sudah menaruh harap besar pada blog ini, alih-alih sharing tentang proses seleksi XLFL, saya justru curhat tak karuan.

But, it's okay. Mungkin blog ini tidak menjadi rejeki bagi teman-teman yang seleksi XLFL tahun ini hehe. Karena saya pun belum tahu akan menyelesaikan tulisan-tulisan tersebut kapan. Mengingat, sebagai anak tingkat akhir yang mulai merintis karir sebagai freelance writer (nyari mati ya, udah tingkat akhir, mestinya fokus skripsi malah nyari kerjaan jadi penulis. duh), waktu saya minim untuk menulis hal lain di luar kerjaan. Postingan ini aja, saya curi-curi waktu tidur nih haha. It's already 2.24 AM there.

Oke, jadi hal super duper penting apa yang mendesak banget untuk dibahas kali ini? Yap, just like the title, saya mau mengabadikan momen awkward dan random yang baru saya alami beberapa hari yang lalu. I swear that was the most awkward moment in my 20-some life.

Jadi, cerita bermula ketika Woro--teman dekat semasa SMA (cailah), mengajak saya dan geng PSP--singkatan nama angkatan Paskibra SMA saya, bertemu kangen selepas lebaran. Iya, iya, lebaran udah lewat iya. Tapi, atas nama silaturrahim yang harus terus dijaga dan membayar hutang ketidakhadiran kami saat bukber PSP ramadhan lalu, kami pun janjian untuk ketemuan. Saya pun mengusulkan untuk bertemu di Roti Bakar Eddy (RBE) Margonda, karena saya belum pernah kesana dan ke RBE cabang manapun. Singkat kata, teman saya setuju dan jadilah kita bertemu di hari Jumat yang (subhanallah) berkah.

(Actually, cerita tadi bukan main story-nya ya, gengs. Itu pengantar aja biar seru haha)

Nah, saya inget banget tuh, karena hari itu hari Jumat sekaligus hari deadline proposal skripsi, jadi sebelum berangkat saya rapi-rapi rumah (apa hubungannya?), koreksi-koreksi dikit proposal skripsi, dan berangkat dari rumah setelah Bapak pulang shalat Jumat. Di rumah itu sebelum berangkat terjadilah the tetot moment. Saya baru sadar kalo hari itu saya lagi shaum. Huaaaa, padahal pengen banget nyobain roti bakarnya Pak Eddy itu, tapi lupa banget kalo hari itu lagi puasa. Saya pun sedih, tapi tidak memberitahu teman saya yang telah setia menanti di venue. Karena pasti mereka akan ngomel-ngomel hahaha. Jadi, saya pikir biarlah ini menjadi kejutan buat mereka. Biar saja marahnya on the spot di depan muka saya, jangan via telfon, wasap, line apalagi sms. Kasihan mereka, nanti capek ngetiknya.

(Dan, ini kok udah panjang ya tulisannya? Padahal belum masih belum menyentuh main story -__-)

Singkat kata, saya akhirnya sampe tuh di Roti Bakar Eddy Margonda. Ternyata yang dateng cuma Woro sama Desna. Sedih sih, tapi yasudahlah karena ada berita lebih menyedihkan yang harus saya sampaikan hari itu--bahwa saya puasa, jadinya nggak bisa ikut makan-makan. Desna sama Woro begitu tau langsung murka sama saya. Tapi ujungnya maklum sih hahaha.

Setelah ngobrol panjang lebar, foto-foto dengan berbagai gaya, foto lagi, foto lagi dan foto lagi, hal absurd pun mulai terjadi. Sekitar jam 1 lewat, ada telfon masuk ke hp saya. Awalnya saya kira itu dosen pembimbing saya, karena setelah ketemuan itu, saya berencana untuk bimbingan soal proposal skripsi saya sama PA. Tapi ternyata bukan, yang nelfon itu Irfan--anggota geng Kampung Banana. Haha. Sejujurnya, pas awal-awal dia ngomong di telfon, saya nggak ngerti maksudnya apa. Kedengerannya cuma: "Lili, brnbrk mwkjsbs blubub blubub.......". Mungkin karena Roti Bakar Eddy itu tempatnya terbuka di pinggir jalan kali ya, jadi saya nggak jelas dengernya--atau boleh lah mungkin telinga saya yang bermasalah. Intinya, jawaban saya pas awal itu cuma, "Apa?...... Apa? Oh, Apa?"

Setelah beberapa detik, saya mencoba untuk mendengarkan suara di telfon dengan seksama. Ternyata si Irfan dengan santainya nanya, besok ada acara nggak, bisa nggak berangkat ikutan  NLC sampe tanggal 27 Agustus. Saya yang denger dia ngomong dengan santai gitu, cuma ketawa-ketawa aja dan mikir dia bercanda--or mocking at me (secara saya kan sempet apply, tapi nggak lolos). Yaa, gimana nggak mikir kayak gitu, NLC (Nusantara Leadership Camp) 2014 itu bakal diadain di Putrajaya, Malaysia tanggal 23 Agustus 2014 - 27 Agustus 2014. Yang mau ikutan itu, ada seleksi berkasnya. Saya daftar dan tidak lolos. And that time, he was asking my availability to be in. Simply thru phone call. With an innocent yet flat voice. Ini orang kayaknya sakit deh. Sekejap kemudian, saya langsung menyambar ajakan Irfan: "Wah, lo bercanda ya? Lo tau gue apply dan nggak keterima ya?" Dan Irfan, tetap dengan nada datar, bilang: "Nggak, nggak ini serius. Singapura nggak jadi ngirim delegasi, jadi kita cari orang buat isi kuota yang kosong. Nah, lo kan alumni UISDP, jadi ditawarin." Saya pun terdiam. Asik, kalo di FTV-FTV macam terbengong-bengong gitu. Macam nggak yakin ini mimpi atau kejadian beneran. Random amat. Ngerasa amazed banget kalo hal se-absurd dan se-kebetulan ini bisa kejadian. Basically, it's not about Malaysia that made me amazed. But, how this random thing happened. Kalo kata Paulo Coelho, how the universe conspires to make it happen.

Well, mungkin QS. Faathir : 2 ini bisa menjawab...

(2) مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Apa saja di antara rahmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia, maka tidaklah ada yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan-Nya maka tidak ada yang sanggup untuk melepaskannya setelah itu. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. 35 : 2)

Beberapa detik setelahnya, saya minta waktu buat mikir. Cailah. Telfon pun dimatikan. Saya pun reflek bertanya ke Woro dan Desna yang masih sibuk foto-foto cantik, "Masa temen gue random banget deh. Ngajak ke Malaysia besok pagi. Menurut lo berangkat nggak?" Terus mereka jawab, "Lah iya? random banget. Kalo gratis mah berangkat." Dan jadilah, tanpa sebelumnya saya konfirmasi dulu berapa biaya yang harus saya keluarkan--yang beberapa jam setelahnya saya baru tau jika saya tidak perlu membayar apapun, saya konfirmasi via sms jika saya tertarik ikut.

Saya mengehela napas, subhanallah, jadi ini yang namanya rezeki di siang bolong?






-to be continued. Udah subuh euy.







Sonntag, 30. März 2014

XL Future Leaders 2nd Batch: The Uncensored Story Part #2


Setelah beberapa bulan penantian, finally woro-woro tentang pembukaan pendaftaran seleksi program XL Future Leaders Batch II pun dibuka. Kalo nggak salah deadline-nya itu akhir Juni 2013.

Tahapan seleksi pertama adalah seleksi berkas. Seingat saya, saat itu peserta yang berminat diminta untuk mengisi formulir pendaftaran, menjawab beberapa pertanyaan tentang leadership, serta membuat essay singkat tentang pengalaman memimpin. Sebenarnya, untuk ukuran program se-prestis XL Future Leaders, syarat berkas tersebut tidak terlalu ribet. Karena saya pengalaman banget loh ngisi form aplikasi untuk berbagai lomba, conference, summer program, youth forum dan sebagainya (pengalaman ngisi form doang loh yaa, nggak semuanya lolos, bahkan lebih banyak gagalnya haha. tapi tetep semangat!!). Nah, secara logika, kalo form-nya nggak terlalu sulit, harusnya saya bisa get it done as soon as possible dong yaa haha. Tapi begitulah hidup, it will be flat until dealing with the deadline. Dan kebetulan bulan Mei - Juni - Juli adalah bulan-bulan padat agenda, dari mulai JMUN sampe K2N, jadi saya selalu punya excuse untuk menunda submit application form hehe.

Saya masih ingat betul, saat itu saya sedang mengikuti program K2N (Kuliah Kerja Nyata) Tematik UI dari Kemahasiswaan UI di Puncak, Bogor, ketika deadline untuk submit formulir pendaftaran sudah semakin dekat. Untuk hal ini, saya sendiri masih kagum dengan bagaimana Allah mengatur segalanya. Ah, Allah :)
Jadi, sedikit keluar dari topik ya. Saya pribadi selalu berusaha untuk melakukan perencanaan masa kuliah saya sebaik mungkin, se-well-prepared mungkin. Mengingat, masa-masa kuliah kan cuma 4 tahun. Tetapi ada banyak sekali hal yang ingin saya coba, karenanya semua waktu harus benar-benar digunakan seefektif mungkin. Sejujurnya, di tahun kedua kuliah saya, tepatnya di semester 5, saya berencana untuk exchange satu semester. Namun, sepertinya Allah berkehendak lain. Saat itu, karena harga tes TOEFL LBI naik jadi Rp 350.000,00 dan uang saya belum cukup haha, ditambah lagi saya belum pernah tes TOEFL ataupun mengikuti TOEFL Preparation Class, maka dengan persiapan yang sangat minim, saya takut tidak mampu memenuhi standard score 500 yang diminta International Office UI saat itu. Sayang 350.000-nya kalo gagal hiks. Oleh karena itu, saya putuskan untuk merombak ulang planning hidup saya. Saya putuskan saat itu untuk mencapai target saya yang lain, mengikuti K2N UI sambil terus belajar TOEFL, dan mengikuti exchange di tahun 2014. Amin Ya Allah. Kebetulan di UI, program K2N UI adalah program idaman. Kuotanya sedikit, namun pengalaman yang ditawarkan melimpah ruah, karena lokasinya di perbatasan Indonesia. Maka menjadi bagian dari peserta K2N Perbatasan UI adalah target saya saat itu.

Namun, Allah memang sebaik-baik pembuat rencana. Kualifikasi peserta K2N Perbatasan tahun 2013 dirubah oleh panitia, calon peserta diwajibkan telah memenuhi minimal 90sks. SKS saya yang saat itu menjadi genap 90sks jika ditambah dengan mata kuliah yang sedang diambil pun ditolak mentah-mentah oleh panitia. Dan ajaibnya, mendapat penolakan tersebut, saya justru tidak meneruskan untuk mendaftar. Padahal biasanya saya selalu nekat, kan tagline saya: apapun yang penting submit berkas! haha. Mungkin karena saat itu ada banyak paper kuliah yang juga sudah mendekati deadline. Sehingga, saya memilih untuk tidak mengambil risiko dengan memaksakan diri mendaftar K2N Perbatasan (dengan tugas membuat essay yang cukup memakan waktu), sementara saya harus mengerjakan paper-paper kuliah saya yang juga sudah darurat deadline. Singkat cerita, saya membiarkan seleksi K2N Perbatasan berjalan tanpa berkas saya. Bye K2N!! Padahal usut punya usut, karena peserta yang mendaftar kurang dari target, panitia akhirnya memperbolehkan orang-orang dengan sks (menuju) 90 seperti saya untuk mendaftar. Duh Ya Allah.. hidup memang pilihan ya.

Nah, masih seputar K2N. Allah itu memang penuh dengan tebakkan, saya yang sedang sedih karena belum punya kemampuan baik finansial maupun intelektual untuk mengikuti TOEFL Test sebagai syarat exchange dan berarti harus menunda mimpi exchange menjadi tahun depan, masa iya harus kehilangan kesempatan untuk K2N. Hingga akhirnya, Allah bilang, "Tidak Lili, kamu tetap bisa ikut  K2N kok dengan manfaat dan pengalaman yang akan didapatkan sama besarnya dengan yang didapatkan peserta K2N Perbatasan. Yang penting, kamu tetap membuka diri dan bersyukur ya." (Heem, Allah nggak literally ngomong gitu ke saya ya. Itu hanya hasil intrepretasi saya atas beebagai hal yang saya hadapi.)

Daaan, jengjengjeng, muncullah K2N Tematik UI. Teretoreng toreng. Sebelumnya agak males pake banget deh ikutan program ini, alasan pertama, utama, dan yang paling utama sih karena lokasinya yang cuma di Puncak! Aduh ya, itu mah berasa jalan-jalan doang kali yak, nggak bisa belajar banyak. Haha sombong banget ya saya saat itu, Astaghfirullah. Temen-temen saya juga nggak terlalu tertarik sama program beginian. Makanya bikin tambah males. Tapi kemudian, saya merasa tertampar ketika mengobrol dengan teman saya. Kira-kira begini dialognya...

Saya          : Melati (Nama Disamarkan), ikut K2N Tematik, yuk!
Melati        : Yaaah, K2N Tematik males ah, Li. Cuma di Puncak gak seru. Nggak bisa sambil jalan-jalan.
(Entah kenapa, waktu denger temen saya ngomong kayak gitu, saya jadi ngerasa tersinggung haha. Saya nggak suka aja sama alasan dia nggak mau ikutan K2N Tematik. Masa karena seru dan nggak seru, karena nggak bisa jalan-jalan. Ya keleus. Kalau saya ya, saya males ikutan itu at least karena mikir, pelajaran unik apa yang bisa saya dapet dari warga yang tinggal di sekitaran Jakarta. Apa bedanya sama studi lapangan biasa? Nah, bukan karena di bisa jalan-jalan apa nggak.)

Makanya, setelah denger alasan temen nggak tertarik ikut K2N Tematik itu karena seru nggak seru, bisa jalan-jalan atau nggak, keputusan saya jadi bulet banget ikut K2N Tematik. Saya nggak mau berada pada golongan yang sama dengan mereka yang berpikir kayak gitu. Ini sebagai bentuk protes saya. Saya mau tunjukkin, kalo there will be so much reason for them being so regretful cause letting this opportunity go.

Yaudalah intinya, finally setelah berbagai dinamika, cailah, saya ikut K2N Tematik UI, yang pada akhirnya, sebenernya Allah udah mengatur ini semua. Karena mengurus segala paper UAS, ikut beberapa event dalam dan luar kampus, saya jadi tidak sempat menyelesaikan formulir XLFL saya. Hingga akhirnya, hari H deadline datang juga. Yeaaaay welcome the deadline!!!!

Daaan, karena ternyata jadwal para peserta K2N Tematik itu juga sangat-sangat padat, maka saya baru bisa menyelesaikan malam setelah semua peserta K2N pergi bobo. Selain itu juga karena kebetulan tempat tinggal kami tidak terlalu besar, sehingga spot tidur sangat terbatas. Bahkan kakak fasilitator kami pun berbaik hati dengan bersedia tidur di dapur saking tidak ada ruang sedikit pun (huhu Ka Choi dan Ka Pipin :3 Makasih pengorbanannya kak!!) Jadi, saya harus memastikan jika saya tidak mengambil spot tidur orang lain ketika menyelesaikan aplikasi saya, dan yang paling penting, di spot saya tersebut harus ada sinyal internet hahaha. Nah ini dia yang saya bilang kenapa saya bersyukur sekali karena tidak jadi mengikuti K2N Perbatasan. Seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya, lokasi K2N Perbatasan adalah di ujung-ujung perbatasan Indonesia. Sehingga, jarak tempuh menuju ke sana pun berhari-hari, karena menggunakan kapal laut. Rasanya pasti saya tidak punya energi lagi untuk apply ini itu ketika bertugas K2N disana. Apalagi sinyal! Duh, menurut cerita teman-teman, disana susah sekali mendapatkan sinyal yang lemah sekalipun. Sedangkan, untuk di K2N Tematik, walaupun letaknya di Puncak, namun sinyal internet sudah cukup baik. Walaupun, hanya ada di beberapa spot tertentu, dan pada spot lain sinyalnya hilang. Haha.

Beberapa hari sebelum deadline program XLFL, saya sedikit mempromosikan program ini ke teman-teman peserta K2N Tematik lainnya. Ini yang selalu ingin saya terapkan pada diri saya, berbagi informasi. Saya selalu berusaha untuk men-share setiap informasi entah lomba, beasiswa, youth forum dan segala hal lain yang saya tahu ke orang-orang di sekitar saya. Beberapa orang bertanya, apa saya tidak merasa rugi atau dikhianati (cailah) karena seringnya, yang lolos seleksi bukan saya, tetapi teman-teman yang saya ajak untuk ikut haha. Ah, tapi itu semua tidak penting buat saya, justru itu membuat saya jadi semakin termotivasi. Hem, agak terkesan normatif ya? Tapi begitulah. Saya selalu percaya bahwa setiap orang punya 'momentum'-nya masing-masing. Jika Allah sudah berkehendak, menjadikan sebuah moment sebagai 'momentum'-nya, maka, kita bisa apa selain mengambil pelajaran darinya?

Nah, kembali ke awal, dari beberapa orang yang saya ceritakan tentang program ini, yang tampaknya tertarik adalah Mayang. Dan, jadilah kami berdua menghabiskan menit-menit terakhir hari itu dengan mengisi formulir aplikasi untuk program XLFL Batch II.

Daaaan, bagaimana hasilnya? Tunggu di postingan selanjutnya ya! It has been too long i think.

XL Future Leaders 2nd Batch: The Uncensored Story Part #1

Dan yak, setelah membuat kesal beberapa orang dengan blog berjudul super panjang tapi super nggak penting (Emm, atau justru tidak ada yang kesal, karena memang tidak ada yang mengunjungi. haha. *Lili edisi hopeless*) beberapa menit kemudian, saya pun meng-click compose button lagi haha. But now, i've decided what things i will share first.

Jadi, kali ini saya mau berbagi cerita sedikit tentang program XL Future Leaders (XLFL) yang saya ikuti. Jengejerejeeeeeng, ayo kalian yang lagi baca, heboh-heboh gitu ya sebelum kita menuju tulisan utama. Wuhuuuu wuhuuuu. Oke stop being stupid, Li :)
Sebelumnya, saya mau mengingatkan, cerita saya kali ini kan bukan cerita komersil berbayar ya haha, jadi maaf jika nantinya, isi tulisan justru lebih banyak curhat dan sedikit memberikan informasi. heheu.

Oke, semuanya bermula di kost-an Lita (Nama lengkap: Nurlita Dewi Ramadhani | Kuliah: Vokasi UI 2011 | Status: InsyaAllah jomblo hingga menikah). Jadi, saat itu siang menjelang sore, saya dan beberapa teman lain berkumpul di kost-an Lita untuk rapat program Kampung Banana yang merupakan proyek pemberdayaan masyarakat yang saat itu hingga kini masih berusaha kami kembangkan di Beji, Depok (more info tentang Kampung Banana disini). Saya masih ingat dengan sangat detail, hampir semua teman-teman saya saat itu sibuk membicarakan program XLFL. Ternyata, beberapa dari mereka lolos tahapan seleksi awal dan bersiap untuk seleksi wawancara. Nah, saya yang saat itu nggak tau program XLFL itu apa, hanya diam (tapi menyimak), yaa paling saya nanya-nanya seadanya lah haha. Saya agak sebel juga, kenapa saya bisa nggak dapet kabar sama sekali tentang itu program. Belakangan saya tau, kalo ternyata XL Future Leaders itu adalah program leadership yang diadakan untuk pertama kalinya oleh sebuah provider *piiip*. Nama providernya dirahasiakan ya hahahaha you know lah. Makanya, saya nggak terlalu menyalahkan diri gitu sih, karena nggak tau informasi tentang program ini. Tapi, gimana caranya itu temen geng gaul di Kampung Banana pada tau soal program XLFL? Saya juga nggak tau sih haha. Yang saya tau, begitulah culture kita, setiap ketemu, pasti update event atau lomba hahahahaha.

Singkat cerita, pas udah di rumah, saya langsung cari tau deh tuh info tentang XL Future Leaders. Saya catet segala kontak, website, twitter, dan sebagainya, buat jaga-jaga untuk seleksi tahun depan. Pokoknya saya nggak mau ketinggalan info lagi. Even saat itu, saya pun belom tau banget benefit apa aja yang bisa kita dapet kalo kepilih nanti. Yang penting buat saya, daftar aja. Itu kan program leadership, lolos nggak lolos, there must be priceless values we could get, right? Haha. Sounds ambitious? Oh no, guys! It's what we usually call it as stra-te-gy hahahah.

Setelah masa seleksi program XLFL Batch I selesai, saya ikut berbahagia karena dari geng Kampung Banana, ternyata ada satu orang yang lolos sampai tahap akhir, please welcome..... Irfaaaaaaaaaannnnn!!! Yuhuuuu. Sejujurnya, gue nggak ngerasa amazed banget sih knowing that he passed the selection process. Pertama, karena dia emang cukup kece, kan temen gue di Kampung Banana. Pokoknya anak Kampung Banana itu keren-keren semua haha. Jadi kan kita pernah ikut satu program student development gitu, jadi taulah saya gimana track record dia hahaha. Nah, tapi, setelah denger beberapa kali cerita Irfan tentang program-program XLFL yang kereeen banget, gimana dia dapet pendampingan dari para fasilitator yang merupakan konsultan dari lembaga yang sangat kredibel, gimana kurikulum programnya sangat menyenangkan, gimana metode belajarnya yang fun, gimana dia seleksi via regional Yogya (biar chance-nya lebih gede dari regional Jakarta katanya. which means emang seleksinya ketat banget, bahkan lebih ketat dari leggingnya penyanyi dangdut), dan yang paling penting gimana ikhlasnya XL menginvestasikan banyak fasilitas (HP touch screen, notebook, modem, pulsa) ke para peserta-- fixed banget semua hal itu bikin saya semakin bulat untuk ikut seleksi XL Future Leaders tahun berikutnya.

Yaaak, udah cukup panjang yaa ceritanya. Tapi bahkan, setengah cerita pun belom ini hahaha. Oke, jadi lanjut ke postingan selanjutnya ya.


Montag, 4. November 2013

Pahlawan Di Tahun Digit 2000-an

Halo November!
Menapaki bulan November, rasa-rasanya memang tidak lepas dari keriaan hari pahlawan yang akan kita sambut tanggal 10 nanti. Tentunya, sebagai kaum muda, kita memang dituntut untuk lebih dalam memaknai keriaan tersebut. Karena, siap atau tidak, tanggung jawab sebagai pembawa perubahan bagi bangsa itu ada di pundak kita, kawan! Maka, mari berefleksi, sudah sejauh mana sumbangsih kaum muda masa kini dalam upaya membangun bumi pertiwi? Atau, sebenarnya kita masih bertanya-tanya, apa iya bangsa kita masih membutuhkan sosok pahlawan? Lalu, sosok pahlawan seperti apa sebenarnya yang dibutuhkan Indonesia masa kini?

Pada dasarnya, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas sederhana. Sesederhana satu-dua sampah yang berterbangan di pojok lampu merah, atau bunyi klakson yang menggema di langit Jakarta karena kemacetan yang tak tertahankan. Jika dalam keseharian kita masih dapat menemukan hal-hal sederhana tersebut, maka jelas jawabannya, Indonesia masih butuh pahlawan! Indonesia masih butuh mereka yang mau bersama menyebarkan kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya. Indonesia masih butuh mereka yang mau membuka mata orang-orang di sekitarnya, bahwa kemacetan sebenarnya buah dari ulah kita sendiri yang enggan berpindah ke transportasi publik karena terlalu nyaman dengan kendaraan pribadi.

Pastinya, di tahun digit 2000-an ini, dengan melihat perkembangan zaman yang luar biasa pesat sekarang, tidak relevan bagi kita untuk tetap berpikir bahwa pahlawan adalah mereka yang gagah membunuh penjajah, bertaruh jiwa dan raga di medan perang, tanpa lupa dengan bambu runcingnya. Hal ini karena musuh yang kita hadapi saat ini bukan lagi musuh-musuh yang bisa mati dengan tembakan peluru atau pun terjangan bambu runcing. Di jaman serba mudah ini, bisa jadi musuh kita adalah diri kita sendiri--dengan rasa malasnya, ketidakpekaannya, dan atribut lain yang membuat kaum muda tidak produktif dan solutif.

Oleh karena itu, kenyataan bahwa Indonesia masih membutuhkan sosok pahlawan, memang telah sama-sama kita sepakati. Namun, jangan lupa juga, bahwa makna pahlawan tersebut juga telah bergeser. Mungkin, ketika jaman dulu ibu-bapak kita bangga bercerita tentang para pahlawan yang gagah di medan perang, kita bisa tunjukkan bahwa berlaga membawa nama Indonesia pada kompetisi internasional adalah juga gagah gaya baru. Ketika pahlawan jaman dulu tak pernah lupa membawa bambu runcingnya, pahlawan masa kini tidak pernah lupa membawa pensilnya yang sudah diraut sampai runcing. Sehingga, akan selalu produktif menulis! Haha.

Intinya, mari berhenti berpikir bahwa isu kepahlawanan macam ini tidak cukup kece untuk dibahas. Juga mari berhenti berimajinasi bahwa pahlawan adalah cerita masa lalu--toh, jika pun ada gambaran pahlawan masa kini, yang muncul adalah tokoh-tokoh manusia (yang menjadi) super karena digigit laba-laba, atau menjadi titisan kelelawar. Karena faktanya, di tahun digit 2000-an ini, Indonesia masih butuh pahlawan-pahlawan muda dengan ide segar dan jiwa besar yang siap bersatu membangun bangsa. Walaupun begitu, jangan dulu berpikir bahwa ini berarti, kita harus membuat suatu terobosan hebat penuh manfaat. Mulai saja dari hal sederhana, karena percayalah, setiap bentuk kecil kebaikan yang kita lakukan, telah menjadikan kita seorang pahlawan--paling tidak bagi lingkungan sekitar.


**Tulisan juga dimuat disini. Waktu IF masih nge-wordpress dan sekarang kita dotcom-ers doong, inspiratorfreak.com
Posts mit dem Label all-hail werden angezeigt. Alle Posts anzeigen
Posts mit dem Label all-hail werden angezeigt. Alle Posts anzeigen

Donnerstag, 23. August 2018

My YSEALI Journey: Sebuah Upaya Menjenguk Juminten yang Kuliah di Washington [Bagian 3]

Seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya, sejak saya membaca surat rekomendasi yang dibuatkan oleh referee saya, saya memiliki keyakinan besar bahwa surat itu akan mampu membawa saya untuk lolos ke tahap interview. Libur lebaran yang cukup panjang membuat saya mempersiapkan diri untuk mafhum jika akhirnya pengumuman peserta lolos ke interview memakan waktu yang lebih lama dari biasanya. Makanya, saya merasa tenang-tenang saja dengan masa penantian tanpa kepastian itu. Sampai pada momen H-sekian lebaran, berbagai kenyataan pahit datang bertubi-tubi. Kenyataan yang membuat saya bahkan tidak berselera menyantap menu-menu khas lebaran.

Pertama, karena pengumuman Fulbright sudah keluar dan saya tidak mendapatkan email notifikasi apapun (bahkan sampai tulisan ini dibuat). Dengan kata lain, saya tidak terpilih menjadi Fulbrighter 2018. Well, sebenarnya hasil ini sudah saya prediksi dari jauh hari. Saya pun sudah mempersiapkan diri atas kegagalan tersebut dengan selalu berdoa agar Allah melapangkan hati saya seluas-luasnya dalam menerima hasil tidak mengenakkan dari Fulbright. Tapi, tetap saja ya, ketika hal tersebut benar-benar terjadi, rasa kecewa tetap muncul walau secuil. 

Kedua, beberapa hari sebelumnya, email pengumuman AAS juga sudah keluar. Hanya saja, karena mungkin sinyal di rumah Mbah kurang bagus, tidak ada notifikasi email masuk kecuali jika saya sengaja update inbox email. Hasil AAS-nya tentu saja tidak menyenangkan, saya tidak lolos bahkan di tahap administrasi. Tapi, ini juga sebenarnya sudah saya prediksi, karena, qadarullah, beberapa hari setelah saya submit berkas, saya baca ulang back up jawaban esai yang saya simpan di Ms. Word. Dan saya pun baru sadar kalau ternyata saya lupa untuk menjawab satu sub-pertanyaan esai. Tetot. Menyesal sekali, tapi yasudah belum rezeki. 

Ketiga, ini yang paling membuat saya tidak bersemangat, i stumbled upon a random blog of the past YSEALI awardee. The blog said that usually the interview invitation will be sent to the selected candidates within a week after the deadline. Meanwhile, the day i read the blog has passed more than 7 days after the deadline and i haven't got any email from YSEALI committee. Fiuh, apa ini pertanda saya tidak masuk ke tahap interview ya? Hiks.

Seketika semua harapan saya runtuh. Semua optimisme yang terbangun selama pengerjaan aplikasi pupus sudah. Perjalanan YSEALI saya berhenti disini. Tidak ada lagi yang perlu dicari tahu, tidak ada lagi yang perlu dipersiapkan, pikir saya. Keyakinan saya untuk dapat melaju ke tahap interview pun saya tukar dengan keyakinan bahwa mungkin ini memang yang terbaik menurut Allah. YSEALI bukan jalan saya. Okesip, mari kita menyambut lebaran aja lah!

Setelah lebaran, saya sempat bertemu dengan beberapa teman lama. Saya ceritakan perjalanan aplikasi YSEALI saya yang bahkan sudah gagal sejak seleksi berkas. Mereka mengaminkan dengan mengatakan, "Iya, YSEALI emang ketat banget sih seleksinya. Ratusan yang daftar, susah banget buat tembus kesana."

Damn, saya mengumpat, mengutuki diri yang sebodoh itu telah menaruh harap pada sebuah program yang tidak mungkin saya tembus. Ibarat ngarep balasan cinta dari gebetan yang jelas-jelas nggak punya tempat buat kita di hatinya. Cailah.

Hari-hari saya pun berlanjut tanpa ada lagi mimpi ke Amerika. Hingga suatu siang yang sengatan panasnya masih saya ingat sampai sekarang, tanggal 3 Juli, saya sedang di lapangan untuk mendampingi Mba Arum, petugas lapangan di cabang dampingan saya yang akan melakukan proses prapencairan. Mba Arum mengajak saya beristirahat sejenak karena dia mau makan siang. Saya mengiyakan dan kami pun mampir ke warung nasi goreng. Agak aneh sih ada yang jual nasi goreng siang-siang (mon maap, ini komentar super nggak penting).

Berhubung saat itu saya sedang puasa, Mba Arum sungkan jika harus makan sambil mengobrol dengan saya. Saya pun mencari 'kesibukan'. Saya aktifkan koneksi internet dan membuka inbox gmail. Dalam beberapa detik, si inbox berusaha untuk memuat email-email baru. Saya skimming email yang masuk, dan 'deg'. Saya tertegun. Saya baca ulang. Tertulis pada subjek salah satu email yang baru masuk:

"Interview Request: YSEALI Academic Fellowship Program (Fall 2018)"

Saya klik email tersebut. Beberapa detik setelahnya jantung saya seperti ingin membuncah. Ini serius nih? Saya baca ulang email tersebut. Baik-baik. Lagi dan lagi. Dengan pelan-pelan. Dengan hati-hati.




I got an interview invitation!!!! Is it for real?!

Reflek, dengan agak heboh saya sampaikan ke Mba Arum kalau saya masuk ke tahap interview YSEALI. Mba Arum tidak paham dengan apa yang saya bicarakan. Tapi, ah, saya tidak peduli. Saya tidak dapat menahan kebahagiaan saya saat itu. Saya tidak dapat berhenti tersenyum.

Sambil menanti Mba Arum selesai makan, saya memastikan sekali lagi bahwa email tersebut nyata, bukan halusinasi saya yang kebelet pengen ke US, bukan email salah subjek dan, yang paling penting, tidak salah alamat. Alhamdulillah. Setelah yakin bahwa saya tidak sedang bermimpi, saya tenangkan diri. Saya ucap dalam hati, "Alhamdulillah, seneng secukupnya aja, Lil. Jangan terlena. Lo masih punya satu tahap lagi untuk dimenangkan. Jangan sampai mengulang kebodohan saat interview Fulbright."

Hari itu, senyum saya tidak bisa berhenti mengembang. Kepala saya juga tidak bisa berhenti berpikir, strategi apa yang harus saya lakukan dalam menghadapi interview dengan waktu persiapan yang hanya seminggu saja. Fiuh.

Ahya, sebelum itu, tidak lupa saya mengabarkan sekaligus mengucapkan terima kasih kepada orang yang secara langsung punya andil besar dalam aplikasi YSEALI saya: Kak Queen, referee saya. Terima kasih banyak, Kak!

Anyway, untuk kelolosan interview YSEALI ini, saya sengaja tidak mengabarkan banyak orang. Saya trauma masa-masa interview Fulbright. Wkwkwk. Udah ngabarin banyak orang, banyak yang ngucapin selamat, dan terlena lah saya dengan kata-kata manis mereka. Saya merasa di atas awan, eizik, lalu lupa bahwa di depan masih ada jurang yang harus saya seberangi. Huff.

Makanya, saat hari H email masuk itu, saya hanya mengabarkan Kak Queen saja. Kemudian, beberapa hari menjelang hari interview, baru deh saya bilang ke temen deket dan Bapak di Jakarta buat minta restu dan doa beliau. Nah, ini tips nih, buat yang lagi bersukacita menghadapi berita baik biar nggak terlena: sharing good news is nice, but too much is exaggerating. Sometimes, not all 'nice words' we got are good for our self-development. In most cases, those are just toxic. So, beware! ehe.


Mempersiapkan Interview

Hal paling pertama yang saya lakukan dalam mempersiapkan interview YSEALI adalah, seperti biasa, baca blog alumni. Sayangnya, kali ini saya mengalami kesulitan karena sedikit sekali alumni yang membagikan pengalaman interview YSEALI mereka. Pun jika ada, pembahasannya tidak mendalam, hanya sebatas memberikan gambaran bahwa interview dilaksanakan via Skype, kalau internet bermasalah, kita akan dikontak via telepon biasa. Selebihnya, tidak ada penjelasan detil tentang hal-hal yang akan ditanyakan selama interview, bagaimana kriteria kandidat yang mereka cari, dsb. Jadi, saya harus cari sumber belajar lain.

Selanjutnya, saya coba menghubungi alumni YSEALI untuk tanya-tanya langsung. Kebetulan, saya sempat mengenal beberapa alumni YSEALI, tapi agak sungkan untuk menghubungi mereka karena kami tidak pernah kontak-kontakan lagi. Walaupun, sebenarnya, mereka sangat terbuka kalau ada kandidat yang mau tanya-tanya sih. Tapi, saya ragu aja hahaha. Maklum, saat itu saya masih pada pemikiran: "Duh, jangan sampe banyak orang tau dulu deh. Takut gagal lagi." Padahal, nggak ada yang salah kok dari gagal berkali-kali, nggak perlu takut apalagi malu. Jadi, mindset saya ini jangan ditiru ya.

Kalau memang mau, kamu bisa menghubungi para alumni itu melalui berbagai saluran, seperti email, linkedin, instagram, dll. Saya pun sempat melihat beberapa tulisan atau vlog alumni yang memang membuka diri untuk ditanya-tanya terkait aplikasi YSEALI. So, jangan ragu ya.

Oke, balik lagi, saat kepo-kepo web YSEALI, saya menemukan sebentuk wajah familiar terpampang di web bersama alumni YSEALI lain. Dia adalah Mas Maxi- founder Riliv, sebuah startup konsultasi Psikologi dari Surabaya. Saya tahu dia sejak mengikuti rangkaian program 1000 Startup Digital. Kebetulan, dia adalah alumni program di batch sebelumnya. Ia sempat pula mengisi beberapa sesi dan menjadi mentor 1000 Startup Digital batch saya. Hem, ternyata, dia alumni YSEALI Academic Fellowship untuk tema yang sama dengan saya, Social Entrepreneurship. Lumayan lah kalau saya kontak Mas Maxi, he's not totally stranger yakaan. 

Singkat cerita, saya kontak Mas Maxi. Saya ceritakan padanya bahwa saya sedang apply YSEALI Academic Fellowship dan tepat kemarin saya mendapatkan undangan interview. Mas Maxi ini baik sekali, dia lalu menjelaskan hal-hal yang harus saya perhatikan saat interview, seperti motivasi yang benar, jangan pernah menyebut jalan-jalan sebagai tujuan, pastikan jawaban-jawaban saat interview tidak bertentangan dengan apa yang kita tulis pada esai, jabarkan rencana setelah program selesai, tunjukkan bahwa program yang kita jalankan akan sustainable, dsb.

Intinya sih, yang saya tangkap, berdasarkan pengalaman interview Fulbright dan YSEALI, dimana-mana interview itu tujuannya sama: mengkonfirmasi jawaban yang kita tulis pada aplikasi, apakah sesuai atau nggak. Karena, kalau kata Mas Dimi, konsultan IDP yang selama ini jadi counselor saya untuk apply S2, ketika kita diundang interview, artinya profil kita pada aplikasi sudah sesuai dengan apa yang mereka cari. Tinggal, saat interview itu, mereka mau gali lebih dalam, beneran sesuai atau nggak, cocok atau nggak sama program yang ditawarkan dan apa rencana setelah programnya. Jangan sampai beasiswa atau kesempatan program yang diberikan ke kita, hilang tak berbekas setelah program selesai. Idealnya sih, kita harus bisa bikin impact positif ke masyarakat, give back lah atas privilege yang udah kita nikmati.

Lanjut, setelah tanya-tanya ke Mas Maxi dan semakin mendapat gambaran mengenai interview yang akan berjalan, saya coba membuat daftar pertanyaan yang kemungkinan besar akan ditanyakan oleh para interviewer. Lalu, saya siapkan pula jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan tersebut. Ingat, cobalah untuk mempersiapkan jawaban sespesifik mungkin, jangan normatif dan mengawang-ngawang.

Dengan modal itu, sisa-sisa hari menjelang interview saya isi dengan latihan menjawab pertanyaan. Biasanya, saya latihan di kasur, sebelum dan sesudah tidur. Sambil duduk, saya coba rekam, kadang rekam video, kadang cuma rekam suara. Nanti, rekamannya saya putar, kalau masih ada yang kurang sip, seperti bahasa tubuh yang kurang enak dilihat, mata yang tidak fokus menatap ke depan, suara yang tidak enak didengar, diksi yang kurang pas, atau bahkan senyum yang kurang greget (eyyaaa), saya ulang lagi.

Jujur, trik membuat daftar pertanyaan sekaligus jawaban dan melatihnya setiap hari sangat-sangat membantu saya dalam menghadapi interview YSEALI kemarin. Pertama, kita jadi bisa memprediksi apa yang akan menjadi pertanyaan lanjutan dan kemana arah pembicaraan selama interview. Dengan demikian, kita tidak akan terlalu kaget dengan random questions yang tiba-tiba keluar dari interviewer.

Kedua, saya jadi bisa memfokuskan pengetahuan-pengetahuan baru apa yang sebaiknya saya pelajari. Mengingat, waktu persiapan yang sempit, kita tidak bisa mempelajari semua hal baru. Kita harus pandai memilah, apa yang kita butuh pelajari yang mungkin bisa memperkaya perspektif kita saat interview.

Selain itu, interview YSEALI nanti akan full english. Kamu nggak mau dong kalau selama interview akan menggunakan diksi yang itu-itu aja? Atau bahkan kebingungan memberikan jawaban dalam bahasa Inggris, padahal kamu tahu betul jawabannya dalam bahasa Indonesia. Makanya, biar nanti jawaban kamu terdengar smooth, natural dan nggak kaku, perbanyak latihan ngomong.

Ahya, ini saya kasih contoh pertanyaan yang pasti banget keluar beserta contoh jawaban oke dan nggak oke ya:

Pertanyaan:

"Why do you want to join YSEALI?"

Tipe jawaban normatif dan ngawang-ngawang:

"Because YSEALI will be held in USA, the most powerful country in the world, it has the best university in the world dst..."

"Because YSEALI is an international youth program where I can enrich my network with other youths in Southeast Asia, I can sharpen my leadership skill, I can improve my knowledge..."

Tipe jawaban spesifik:

"Because this program will be held in USA. We all know that USA is the country where the term social entrepreneurship was first introduced. The country where the very first organization promoting social entrepreneurship was founded, like Ashoka Foundation. So, there will be no other country better for me to learn about social entrepreneurship besides USA."

"Because YSEALI offers me the opportunity to mingle with other youth from different countries and character. That experience would be beneficial for me in leading my social enterprise, as the team I lead consist of people who are coming from different background."

Gimana? Kelihatan kan perbedaannya? Salah satu tips agar jawaban kamu spesifik dan tidak normatif adalah dengan perbanyak riset, baca artikel, update isu terkini yang relevan atau apapun yang bisa memperkuat argumenmu.

Terakhir, jangan lupa untuk mempersiapkan print out form aplikasi dan recommendation letter kamu. Print out tersebut akan memudahkan kamu untuk mempelajari segala hal yang kamu dan referee-mu tulis saat apply. Ingat, usahakan jawaban-jawabanmu tidak bertentangan dengan isi form aplikasi dan surat rekomendasi ya.


Interview D-Day

Jadwal interview saya di pagi hari pukul 8.30 WIB. Alhamdulillah, karena saya sudah mencoba mempersiapkan interview sebaik yang saya bisa, saya tidak sakit perut karena tegang seperti biasanya saya menghadapi interview. Ahya, karena hari itu hari kerja, saya pun berangkat ke kantor cabang seperti biasa, lalu saya mojok ke tempat sepi, dan saya siapkan semua peralatan yang diperlukan. Siapin print out berkas, laptop sambil di-charge (walaupun keknya masih penuh wkwk), headset disambungin ke laptop dan, yang paling penting, standby Skype.

Menjelang pukul 8.30 kurang sekian menit, belum ada tanda-tanda pihak US Embassy menghubungi saya. Saya agak gelisah, walaupun sebenarnya nggak perlu gelisah haha. Tepat di pukul 8.30 WIB, pihak US Embassy mengirim pesan Skype yang mengabarkan bahwa interview akan diadakan sebentar lagi. Saya melakukan final check, segala tools saya tes dan print out form aplikasi saya tempatkan pada posisi yang mudah dijangkau, in case saya butuh baca form di tengah-tengah interview.

Saat akhirnya US Embassy benar-benar menghubungi saya via Skype, ternyata panggilannya masuk ke hp, bukan ke laptop. Duh, saya agak panik, karena pasti tidak akan nyaman sekali kalau harus Skype call via hp. Tapi, saat saya cek laptop, panggilannya nggak masuk. Okelah, biar interviewer-nya nggak terlalu lama menunggu, saya langsung pindahkan sambungan headset dan mengangkat panggilan Skype di hp. Ternyata, interviewer meminta video call. Okesip, jadi lah sepanjang interview, hp itu saya pegang di depan wajah saya. Mayan, pegel.

Di awal, para interviewer memperkenalkan diri. Jujur, sekarang saya udah lupa nama-nama mereka karena saat itu deg-degan banget. Jadi, pikiran nggak bisa diajak mikir, apalagi untuk menghafal nama interviewer. Yang pasti, ada tiga orang yang meng-interview saya, ketiganya dari US Embassy Jakarta, orang Indonesia, dua laki-laki dan satu perempuan.

Nah, ini saya share pertanyaan-pertanyaan yang keluar saat interview kemarin yaw:

1. Introduce yourself
2. Explain your academic and work background. Why your academic background is not aligned with your current work
3. Explain the social enterprise you're currently working at
4. Your plan in the next 5 years. Whether you would stay in Jombang or go back to Jakarta
5. Progress and challenges faced by your social enterprise
6. Why applying for YSEALI
7. If you are chosen to be the YSEALI awardee, what things you want to learn from the program
7. After the program, any plan to start off other project ideas?
9. If you are chosen and go to US, what about your work at office and your social enterprise
10. Any question?

Ohya, disclaimer, saat kalian interview, belum tentu juga semua pertanyaan itu yang keluar ya. Coba kira-kira kemungkinan yang lain, sesuatu yang menurut para interviewer mungkin menarik untuk digali dari dirimu. Interview diestimasikan berjalan selama 20 menit, tapi, waktu saya interview, total waktunya cuma 19 menit 54 detik.


Menanti Hasil

Saat proses interview selesai, salah satu interviewer mengatakan bahwa pengumuman hasil akan disampaikan 'by the end of next week', yang mana saya artikan frase tersebut menjadi hari Jumat tanggal 20 Juli 2018. Wah, cepat ya, pikir saya dalam hati. Menjelang tanggal tersebut, saya tidak terlalu cemas memikirkan, kebetulan saat itu saya sedang persiapan backpacking ke Jepang. Tepat di tanggal 20 Juli itu pun, saya sedang di Jepang.

Akhirnya, tanggal keramat yang dinanti tiba. Saat itu, saya sedang di Osaka, baru tiba dari Tokyo di pagi harinya. Hp saya seharian mati total, jadi tidak bisa cek-cek email. Baru bisa buka email itu kalau tidak salah menjelang jam 4 sore, setelah kami check in penginapan.

Wagelaseh, deg-degan banget waktu itu. Proses hp nyala, konek internet, sampe akhirnya bisa tarik email, terasa sangat lama. Mata saya skimming cepat, yes, ada email dari YSEALI. Duh, ternyata, itu bukan email pengumuman. Itu email pemberitahuan untuk mengumpulkan 4-pages scanned passport. Saya liat jam kirimnya, oh, jam 15, baru aja dikirim berarti, nanti deh balesnya, nggak memungkinkan juga kirim scanned passport saat itu (belakangan saya tau bahwa email tersebut dikirim sekitar jam 1 waktu Indonesia).

Saya masih ingat sekali, saat saya dan pasangan backpacking saya (Indah namanya), mengunjungi destinasi kami selanjutnya, saya nggak bisa fokus menikmati suasana saat itu. Kepikiran YSEALI, sist. Sayang banget sih, belum tentu balik lagi (semoga balik lagi sih), tapi hati bawaannya pengen segera reply email itu. Singkat cerita, saya baru bisa mengumpulkan scanned passport yang diminta hari Senin pagi ketika saya sudah kembali ke Indonesia.

Sejak itu, hari-hari saya benar-benar tidak bisa lepas dari memikirkan pengumuman YSEALI. Setiap hari mengecek email, buka facebook group YSEALI dll. Sampai pada titik dimana saya merasa 'Kok kayaknya YSEALI sudah pengumuman yaa', saya pun secara random menghubungi alumni YSEALI melalui instagram untuk menanyakan perihal pengumuman tersebut. Jawaban dari mereka lumayan membuat perut saya kram. Mereka mengatakan bahwa untuk regional Timur Indonesia dan Sumatera, peserta terpilih telah diumumkan. Sayangnya, mereka nggak paham kabar untuk regional Jakarta.

Saat itu saya baru tahu, ternyata, seleksi YSEALI ini dibedakan dalam 3 wilayah seleksi, yaitu wilayah Indonesia Timur oleh Konjen AS Surabaya, wilayah Jakarta (dan kemungkinan Jabar, Jateng, Kalimantan) oleh US Embassy Jakarta dan wilayah Sumatera oleh Konjen AS Medan. Saya sendiri tidak paham, akan masuk wilayah seleksi yang mana, mengingat KTP saya Jakarta, tapi tinggal di Jawa Timur. Walaupun saya diwawancara oleh orang-orang dari US Embassy, tapi tidak menjamin kan kalau saya masuk ke wilayah seleksi Jakarta dan sekitarnya? Di titik tersebut, saya benar-benar pasrah. Jika memang saya dimasukkan ke wilayah Timur, dan itu sudah diumumkan, berarti yaa saya nggak lolos.

Tanggal 6 Agustus, karena saya tidak dapat membendung rasa penasaran saya, saya lakukan ikhtiar terakhir. Saya email pihak US Embassy untuk menanyakan, apakah pengumuman final YSEALI sudah keluar atau belum. Saya sudah siap dengan semua jawaban, insyaAllah. Kalau memang sudah, berarti YSEALI bukan rezeki saya. Tapi, kalau memang belum, setidaknya masih ada harap yang bisa saya gantungkan.

Hingga sore, saya tidak mendapat email balasan. Well, nggak mungkin balasannya di hari yang sama juga sih. Tapi, lumayan lah, ikhtiar terakhir saya itu cukup menenangkan dan meringankan hati untuk melepaskan kalau-kalau saya memang tidak terpilih mengikuti YSEALI.

Besoknya sekitar jam 9 pagi, tanggal 8 Agustus, saya menerima telfon dengan kode Jakarta yang kombinasi angkanya cukup familiar di mata saya. Saya angkat, di seberang telfon seorang perempuan berbicara. Ia menyatakan dari US Embassy Jakarta dan mengatakan bahwa saya terpilih menjadi salah satu awardee YSEALI Academic Fellowship Fall 2018. Allahu Akbar!

Kalimat-kalimat selanjutnya yang disampaikan oleh perempuan di ujung telepon tidak lagi saya dengar dengan baik. Saya cuma ingat sekilas, bahwa kampus saya masih belum pasti, antara University of Connecticut atau Brown University. Sekilas saya pikir, apa tuh Brown, macam karakter LINE aja. Seketika, telepon pun ditutup dan saya tak habis mengucap syukur. MasyaAllah, anugerah-Mu, ya Allah!

Belakangan, saya baru tahu jika saya akhirnya ditempatkan di Brown University. Ada sedikit rasa kecewa dalam diri saya (Astaghfirullah), karena YSEALI Academic tema Social Entrepreneurship sangat identik dengan UConn (sebutan untuk University of Connecticut). Saya pun sudah sedikit membayang-bayangkan diri menjadi UConn Huskies- sebutan bagi mahasiswa UConn (cikal bakal dari logo kampusnya yang berupa Husky).

Lagipula, nama Brown terasa kurang keren dan terlalu imut. Tapi, memang dasar saya harus banyak-banyak belajar bersyukur, rasa kecewa saya itu seketika runtuh ketika mengetahui bahwa Brown University adalah salah satu kampus Ivy League. IVY LEAGUE! Sebuah kumpulan kampus bergengsi di US! Dengan acceptance rate yang hanya 9 koma sekian persen. Fall 2018 ini adalah periode pertama Brown University bergabung menjadi host institution bagi program YSEALI Academic dan satu-satunya host institute yang merupakan Ivy League. Maasya Allah!

Seketika, saya pun merasa hanya manusia yang kebetulan beruntung karena dianugerahi Allah kesempatan yang luar biasa ini. Alhamdulillah.


Pesan-Pesan

Bagi teman-teman yang tertarik untuk ikutan YSEALI atau program sejenis, saya punya beberapa pesan. Asiks.

Pertama: Cari tau apa tujuan jangka panjangmu
Sebelum kita coba berbagai hal menggiurkan di luar sana seperti YSEALI dan berbagai program serupa, ada baiknya kita coba untuk mendefinisikan apa yang sesungguhnya menjadi tujuan kita dalam jangka panjang. Misalnya, saya punya tujuan jangka panjang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa dengan cara yang membuat mereka berdaya, salah satu jalannya melalui konsep social entrepreneurship.

Nantinya, program YSEALI atau kesempatan lain yang saya temukan sepanjang perjalanan memperjuangkan mimpi, bisa saya gunakan sebagai alat bantu untuk mengakselerasi diri agar memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan jangka panjang itu. Sehingga, kita tidak akan berlebihan memandang program semacam ini. Tidak kelewat bahagia ketika diterima, pun tidak kelewat sedih ketika ditolak. Karena toh itu cuma alat bantu, bukan tujuan yang utama yang mau kita capai. Jangan sampe disorientasi!

Kedua: Hati-hati dengan euforia program ke luar negeri
Ke luar negeri itu memang menyenangkan, makanya bisa bikin kecanduan. Banyak orang berjuang mati-matian untuk ikutan program-program di luar negeri, seperti youth forum, conference, youth camp atau program lain seperti YSEALI, tanpa memahami esensi program sesungguhnya. Atau parahnya lagi, mereka tidak memahami isu yang diangkat oleh program terkait. Wes sing penting budhal luar negeri wes.

Akibatnya, setelah kembali dari youth forum X di Taiwan, berjuang lagi untuk youth camp di Australia, setelah berangkat, pergi lagi untuk conference di Inggris. Terus apa? Apa sisa perjalanan tersebut? Inferiority complex terhadap negara tetangga? Foto-foto yang instagramable?

Sebenernya, poin 'berjuang pantang menyerah untuk punya pengalaman ke luar negeri'-nya sih bagus. Tapi, signifikansi jangka panjangnya apa? Padahal, kita ke luar negeri lewat sebuah program gratis itu tanggung jawabnya besar. Ada hutang pengabdian yang harus kita bayar.

Makanya, hal itu nggak akan terjadi kalau sejak awal kita tau mimpi jangka panjang kita. Segala kesempatan yang ada akan dilihat sebagai alat bantu aja. Kalau ternyata ada kesempatan ke Amerika, kita akan liat, membantu pencapaian mimpi jangka panjang nggak nih? Kalau iya, cuss, kalau nggak, kasih kesempatan ke yang lain. Bukan malah semua program diikutin. Kalau begitu, kita bukannya makin mahir di bidang kita, tapi makin mahir bikin essay aplikasi program. Btw, saya ngomong begini bukan karena saya suci dari dosa-dosa semacam itu ya. Justru, karena saya pernah berada di posisi obsessed ikutan event-event begitu, makanya saya bisa berbagi nasihat. Ehe

Ketiga: Jangan 'memantaskan diri' untuk sebuah program
Waktu kita terbatas, fokus lah pada apa yang menjadi mimpi dan cita-cita jangka panjang kita. Jangan menghabiskan waktu untuk memantaskan diri agar bisa diterima sebuah program. Misalnya, YSEALI mencari orang yang punya kontribusi ke masyarakat, yaudah saya adakan rumah baca di desa saya deh biar bisa keterima YSEALI. Kalau sejak awal niatnya sudah ngawur begitu, selesai YSEALI belum tentu rumah bacanya masih berjalan.

Dude, we're bigger than the program. Our dream is beyond YSEALI. Bekerja keraslah untuk mimpi jangka panjang kita, bukan untuk program. Mimpi yang luhur, mimpi yang membawa kebaikan tidak hanya untuk diri kita sendiri. Dengan begitu, percaya deh, segala kesempatan akan mengikuti. Kalian mau ke Eropa, Amerika, Australia akan ada aja jalannya. Ingat, bahwa ada logika langit di atas logika manusia.

Keempat: Libatkan Allah
Pada akhirnya, kita bukan apa-apa. Kita cuma makhluk yang diatur oleh Yang Maha Kuasa. Jangan lupa untuk terus libatkan Allah atas setiap proses yang kita jalani. Dan, yang paling penting, karena ridha Allah juga ada di tangan orang tua, jangan lupa untuk terus minta doa mereka. Ah tapi, orang tua mah nggak perlu diminta juga akan selalu doain anaknya. Justru kita anak-anaknya yang sering lupain mereka :(

Sekian. Kalau kalian mau tanya-tanya lebih jauh ke saya, bisa tinggalkan komentar di bawah atau email ke lili.nurindahsari93@gmail.com

---
Ohya, siapakah Juminten?

Cek disini. Dulu, saya cuma ketawa-ketawa aja tiap denger Juminten kuliah di Washington. Nggak nyangka bisa ikut nyusulin kesana~



Mittwoch, 15. August 2018

My YSEALI Journey: Sebuah Upaya Menjenguk Juminten yang Kuliah di Washington [Bagian 2]

Sekarang, saya akan berbagi langkah-langkah yang saya lakukan dalam mendaftar program YSEALI Academic Fellowship periode Fall 2018. Ingat, ini langkah yang saya lakukan, cuma referensi buat kamu, bukan langkah yang 'seharusnya' kamu lakukan ya. So, you may have your own steps in doing the application. That would be very much okay :)


1. Minta Izin ke Atasan Kantor

Kalau kamu adalah karyawan seperti saya, minta izin ke atasan di masa-masa awal sebelum daftar adalah sesuatu yang penting, karena program ini akan berjalan selama 5 pekan. Belum lagi, kamu harus mengikuti orientasi sebelum keberangkatan dan, yang paling krusial, kamu akan riweuh mengurus visa. Jadi, ada baiknya atasanmu paham dengan rencanamu itu. Dari sana, akan ketahuan, atasanmu mendukung atau tidak. Kalau mendukung, aman. Kalau tidak, kamu harus mulai berpikir, jika kamu benar-benar diterima nanti, apa kamu sudah yakin untuk menukar karirmu di tempat kerja dengan perjalanan ke US melalui YSEALI? Atau justru melepas kesempatan di YSEALI adalah pilihan terbaik? 


2. Memilih Referee

It's such a tricky part, karena siapa referee kita akan memengaruhi bagaimana kualitas surat rekomendasi yang kita submit. Walaupun, saya sendiri kurang paham seberapa besar bobot surat rekomendasi pada seleksi YSEALI. Tapi, saya cukup yakin jika surat rekomendasi saya sangat-sangat memengaruhi keputusan reviewer dalam meloloskan saya. Karena yaa kita tahu, kesempatan untuk meyakinkan reviewer melalui aplikasi sangat terbatas. Bayangin aja, kita harus meyakinkan reviewer untuk memilih aplikasi kita dibandingkan ratusan pendaftar lain dengan hanya melihat riwayat aktivitas dan esai super singkat yang tidak lebih dari 250 kata. Kalau kamu jadi reviewer, pasti kamu akan mencari pertimbangan lain kan? Nah, surat rekomendasi ini lah yang jadi salah satu referensi mereka. 

Lalu, bagaimana caranya memilih referee yang tepat? Untuk YSEALI (ini belum tentu berlaku pada program lain ya), saya sarankan pilih referee yang tidak sekadar punya nama besar. Tapi, pastikan beliau memang mengenal kita dengan baik. Sehingga, rekomendasi yang beliau berikan bisa detailed dan personalized, tidak memberikan kesan template. Misalnya, kalau kamu berada dalam sebuah organisasi kemasyarakatan, jangan langsung menyasar ketua organisasi tersebut sebagai referee-mu, hanya karena beliau cukup dikenal di masyarakat. Beliau sendiri kenal kamu dengan baik ndak? Jangan-jangan selama ini cuma saling lempar senyum doang lagi *lah berasa sama gebetan dong.

Ndak apa-apa lho kalau kita minta rekomendasi ke orang di level manajer atau bahkan officer, yang penting kalian rutin berkomunikasi dan beliau paham perkembangan diri kamu. Etapi, bukan berarti temen main yang se-level juga boleh ya, pilih mentor atau supervisor lah paling nggak. Biar isi surat rekomendasinya nggak sebatas: she is good; she is a hard worker; she is attentive to detail; dan parahnya, she is beautiful. eyyaa. 

Selain itu, pastikan referee-mu itu mengenalmu dalam lingkup kegiatan yang berkaitan dengan tema program YSEALI yang kamu pilih. Sehingga, pemaparan yang beliau sampaikan tentangmu dapat spesifik dihubungkan dengan tema program yang kamu pilih itu. Misalnya, saya memilih tema Social Entrepreneurship and Economic Development. Saya tidak meminta rekomendasi dari dekan kampus, dosen pembimbing atau atasan di kantor. Tetapi, saya minta rekomendasi dari orang yang menjadi mentor saya saat mewakili SiMaggie mengikuti sebuah program inkubasi social enterprise. Jadi, beliau paham betul dengan perjalanan saya dan SiMaggie selama ini.

Surat rekomendasi yang beliau tulis untuk saya cukup detail. Maklum, saya berada di bawah asistensinya secara langsung selama beberapa bulan. Beliau juga tahu betul bagaimana tertariknya saya dengan konsep social entrepreneurship. Semua pemahaman beliau tentang saya itu ditulis dengan menyertakan contoh konkret. Dengan begitu, saya sendiri yang membaca tulisan beliau merasa bahwa surat rekomendasi tersebut sangat meyakinkan. Sehingga, walaupun di akhir surat referee saya menulis posisinya sebagai program officer, karena isi suratnya sudah meyakinkan, posisinya tidak membuat rekomendasinya diragukan.

Entahlah, ini asumsi saya sih, yang jelas, walau jabatan referee-mu mentereng di tingkat CEO sekalipun, kalau konten surat rekomendasinya cuma common sense, sayang aja sih.

"Ya tapi kan kualitas surat rekomendasi yang ditulis referee di luar kendali kita."

Makanya, pilih referee yang tepat. Dan perbaiki hubunganmu dengan orang-orang di sekelilingmu. Dari sekarang. Jangan dateng pas butuh aja. Misalnya, ke dosen pembimbing jaman kuliah, founder startup yang dulu pernah kamu ajak kenalan, ketua organisasi X yang pernah kamu ajak kerjasama, supervisor di mantan kantor atau bahkan sekadar temen lama, jaga hubungan baik dengan mereka. Keep the relationship 'alive'. Kita nggak pernah tahu kapan kita butuh mereka.

"Kok nyambungnya kesana?"

Lha iya, kalau kamu udah lama nggak kontak-kontakan sama dosenmu atau mantan atasanmu, tau-tau kamu dateng ke doi minta surat rekomendasi. Beliau-beliau yang terhormat bisa apa selain menulis surat rekomendasi seadanya dengan template hasil searching di Google? Bukan salah mereka, kan kalian sudah lama tidak berinteraksi. They just simply have no idea what to put in the letter.

Lanjut. Setelah kamu memutuskan siapa orang yang kamu pilih untuk dimintai rekomendasi, pastikan untuk tidak menghubunginya dekat dengan deadline. Ingat, kita sedang minta bantuan orang, dan orang yang kita mintai bantuannya pasti punya urusan lain. Jangan tempatkan ia di posisi sulit karena harus kamu kejar-kejar untuk menyelesaikan apa yang menjadi kebutuhanmu.


3. Memahami dan Mengisi Form Aplikasi

Seperti yang sudah saya sebutkan pada tulisan sebelumnya, formulir aplikasi YSEALI Academic Fellowship tahun ini berupa Google Form. Artinya, ketika mengisi formulir tersebut, tidak ada pilihan 'save draft'. Oleh karena itu, sebelum mulai mengisi, saya menyarankan teman-teman untuk mempelajari baik-baik formulirnya. Kalau perlu, di-'save page' saja agar kalian bisa buka sewaktu-waktu.

Mempelajari formulir aplikasi ini penting sekali untuk mengantisipasi ketentuan-ketentuan yang tidak kalian duga. Misalnya, pada bagian akhir formulir aplikasi Fall 2018 (tidak tahu apakah ketentuan yang sama juga diminta pada periode sebelumnya), saya diminta untuk mengetik ulang surat rekomendasi pada box di Google Form. Bisa dibayangkan, mengetik ulang surat rekomendasi cukup time-consuming. Kalau hal ini tidak kamu ketahui sejak awal, mungkin kamu tidak akan menyiapkan waktu untuk itu. Akibatnya, kamu bisa jadi terlambat untuk submit aplikasi. Kesalahan yang tidak perlu.

Saat mempelajari Google Form itu pula, teman-teman bisa memilah, mana pertanyaan-pertanyaan yang bisa dijawab on the spot dan mana pertanyaan-pertanyaan yang butuh dipikir matang-matang. Untuk pertanyaan yang bisa dijawab on the spot, misalnya pertanyaan tentang data diri, detail paspor, food restrictions, dll., insyaAllah akan aman-aman saja. Kalian cukup mempersiapkan dokumen terkait, seperti KTP, Paspor, bukti kemampuan bahasa Inggris, dll. Anyway, bukti kemampuan bahasa Inggrisnya nggak harus hasil tes IELTS atau TOEFL kok. Bisa berupa bukti keikutsertaan les bahasa Inggris, acara internasional, dll. Cek sendiri nanti di formulirnya ya.

Sedangkan, untuk pertanyaan yang butuh dipikir dan dipertimbangkan matang, contohnya pengalaman organisasi, pengalaman bekerja dan magang, keanggotaan pada komunitas, dsb. Saat mengisi pertanyaan tersebut, saya sarankan kalian untuk mengetik jawaban kalian di Ms. Word atau note terlebih dahulu agar kalian punya back up data. Setelah pertanyaan-pertanyaan tersebut selesai dijawab, coba eliminasi poin-poin jawaban yang tidak relevan dengan tema program yang kamu pilih. Pastikan semua jawabanmu spesifik dan mengerucut pada tema program. Tujuannya, agar reviewer bisa melihat ketertarikan dan keseriusanmu pada tema yang kamu pilih dari konsistensi pengalamanmu.

Metode yang sama bisa kamu gunakan ketika mengerjakan esai. Walaupun esai yang diminta hanya 250 kata dan sangat mungkin dikerjakan dalam waktu kurang dari satu jam, pastikan kamu membuatnya dengan sangat matang. Ketik esaimu di Ms. Word atau note, lalu minta tolong mentormu untuk proofread esaimu. Edit, baca lagi, edit, baca lagi, dan seterusnya. Ingat, 250 kata itu yang akan menentukan kamu diundang interview atau tidak. 

Saat menulis esai, kamu tidak perlu menyertakan data yang skalanya terlalu luas, misalnya data statistik angka kemiskinan di Indonesia, data jumlah pengangguran di Jakarta, dll. Fokus untuk menjelaskan dirimu, latar belakangmu, kegiatan yang kamu geluti dan apa yang kamu cari dari mengikuti program YSEALI ini. Data statistik atau analogi-analogi tidak penting akan membuat arah esaimu menjadi kabur, kuncinya fokus pada siapa kamu, spesifik dan konkret atas apa yang kamu kerjakan, serta realistis pada implementasinya.

Kalau semua pertanyaan pada formulir aplikasi sudah terjawab dan ter-back up dengan baik, kamu bisa mulai menyalin jawaban tersebut pada Google Form sesungguhnya. Pastikan tidak mepet dengan deadline ya. Selalu sediakan waktu untuk kemungkinan terburuk yang terjadi.

Meskipun, saya sendiri waktu itu submit aplikasi jam 11.43 AM while the application was due at 1 PM. Ehehe. Jangan ditiru ya, mentemen. Saat itu saya kost di Bojonegoro, nggak punya paket internet, karena kalau pun punya, sinyalnya syulit. Terus, nggak mau juga nongkrong di kafe untuk sekadar numpang internet karena saya anaknya nggak mau rugi wkwk. Kebetulan, kantor cabang saya lagi libur karena waktu itu hari libur nasional. Tapi, karena saya agak nggak tau malu, saya tetep ke kantor cabang dan duduk di emperan cabang, belum mandi, masih pake celana tidur, terus numpang submit aplikasi di sana deh. Heheu.


4. Mari Berdoa!

Setelah aplikasimu terkirim, perjuanganmu belum selesai. Selalu dampingi aplikasimu dengan doa ya. Ingat, ada 'logika langit' di samping logika manusia yang bekerja. Biasanya, proses seleksi ini akan memakan waktu kurang lebih satu bulan. Pada periode seleksi Fall 2018 sendiri, deadline aplikasi adalah 1 Juni 2018 pukul 13.00 WIB, sementara saya mendapatkan email undangan interview di tanggal 3 Juli 2018, tepat ketika saya sedang mendampingi petugas cabang di lapangan. Eyyaa, mengenang dikit.

Sedihnya, pemberitahuan apakah kita melaju ke tahap interview atau tidak hanya disampaikan kepada applicant yang lolos saja. Hal ini membuat kita jadi was-was, bahwa kabar baik yang tidak kunjung datang itu, apakah karena kita memang tidak lolos atau karena proses seleksi masih berlangsung. Tapi gapapa, justru di masa-masa ini lah kita benar-benar butuh pasrah dan husnudzan sama Allah. Saya paham betul nggak enaknya masa-masa menanti pengumuman itu, bahkan lebih tidak menyenangkan dari  menanti jodoh yang tidak kunjung datang wkwk. Makanya, tips paling mudah dari saya sih, setelah apply, lupakan dan ikhlaskan. Kalau programnya memang jadi jodoh kita, maka Alhamdulillah, kabar baik insyaAllah datang. Tapi, kalau bukan, yaa ikhlaskan. Yakin aja, Allah pasti punya rencana lain yang lebih baik untuk kita.

Selanjutnya, perjalanan saya untuk menjenguk Juminten ini belum selesai, teman-teman. Saya masih akan berbagi pengalaman ketika saya menjalani interview YSEALI. Simak disini!


Montag, 1. September 2014

Aksidental Trip: Ungkapan Rezeki di Siang Bolong itu Ada! (Part #1)

Saya tahu, beberapa minggu belakangan ini, trafik blog saya meningkat tajam--bahkan lebih tajam dari silet. Cailah. Saya pun tahu specific factor that did it. Well, apalagi kalo bukan postingan tentang (unfinished written story) seleksi XL Future Leaders yang saya posting entah dari kapan, namun belum selesai part selanjutnya hingga sekarang, lebih tepatnya hingga gelombang 1 seleksi tertulis regional Jakarta sudah dilaksanakan. What a PHP blog memang ya~ Maafkan saya teman-teman yang sudah menaruh harap besar pada blog ini, alih-alih sharing tentang proses seleksi XLFL, saya justru curhat tak karuan.

But, it's okay. Mungkin blog ini tidak menjadi rejeki bagi teman-teman yang seleksi XLFL tahun ini hehe. Karena saya pun belum tahu akan menyelesaikan tulisan-tulisan tersebut kapan. Mengingat, sebagai anak tingkat akhir yang mulai merintis karir sebagai freelance writer (nyari mati ya, udah tingkat akhir, mestinya fokus skripsi malah nyari kerjaan jadi penulis. duh), waktu saya minim untuk menulis hal lain di luar kerjaan. Postingan ini aja, saya curi-curi waktu tidur nih haha. It's already 2.24 AM there.

Oke, jadi hal super duper penting apa yang mendesak banget untuk dibahas kali ini? Yap, just like the title, saya mau mengabadikan momen awkward dan random yang baru saya alami beberapa hari yang lalu. I swear that was the most awkward moment in my 20-some life.

Jadi, cerita bermula ketika Woro--teman dekat semasa SMA (cailah), mengajak saya dan geng PSP--singkatan nama angkatan Paskibra SMA saya, bertemu kangen selepas lebaran. Iya, iya, lebaran udah lewat iya. Tapi, atas nama silaturrahim yang harus terus dijaga dan membayar hutang ketidakhadiran kami saat bukber PSP ramadhan lalu, kami pun janjian untuk ketemuan. Saya pun mengusulkan untuk bertemu di Roti Bakar Eddy (RBE) Margonda, karena saya belum pernah kesana dan ke RBE cabang manapun. Singkat kata, teman saya setuju dan jadilah kita bertemu di hari Jumat yang (subhanallah) berkah.

(Actually, cerita tadi bukan main story-nya ya, gengs. Itu pengantar aja biar seru haha)

Nah, saya inget banget tuh, karena hari itu hari Jumat sekaligus hari deadline proposal skripsi, jadi sebelum berangkat saya rapi-rapi rumah (apa hubungannya?), koreksi-koreksi dikit proposal skripsi, dan berangkat dari rumah setelah Bapak pulang shalat Jumat. Di rumah itu sebelum berangkat terjadilah the tetot moment. Saya baru sadar kalo hari itu saya lagi shaum. Huaaaa, padahal pengen banget nyobain roti bakarnya Pak Eddy itu, tapi lupa banget kalo hari itu lagi puasa. Saya pun sedih, tapi tidak memberitahu teman saya yang telah setia menanti di venue. Karena pasti mereka akan ngomel-ngomel hahaha. Jadi, saya pikir biarlah ini menjadi kejutan buat mereka. Biar saja marahnya on the spot di depan muka saya, jangan via telfon, wasap, line apalagi sms. Kasihan mereka, nanti capek ngetiknya.

(Dan, ini kok udah panjang ya tulisannya? Padahal belum masih belum menyentuh main story -__-)

Singkat kata, saya akhirnya sampe tuh di Roti Bakar Eddy Margonda. Ternyata yang dateng cuma Woro sama Desna. Sedih sih, tapi yasudahlah karena ada berita lebih menyedihkan yang harus saya sampaikan hari itu--bahwa saya puasa, jadinya nggak bisa ikut makan-makan. Desna sama Woro begitu tau langsung murka sama saya. Tapi ujungnya maklum sih hahaha.

Setelah ngobrol panjang lebar, foto-foto dengan berbagai gaya, foto lagi, foto lagi dan foto lagi, hal absurd pun mulai terjadi. Sekitar jam 1 lewat, ada telfon masuk ke hp saya. Awalnya saya kira itu dosen pembimbing saya, karena setelah ketemuan itu, saya berencana untuk bimbingan soal proposal skripsi saya sama PA. Tapi ternyata bukan, yang nelfon itu Irfan--anggota geng Kampung Banana. Haha. Sejujurnya, pas awal-awal dia ngomong di telfon, saya nggak ngerti maksudnya apa. Kedengerannya cuma: "Lili, brnbrk mwkjsbs blubub blubub.......". Mungkin karena Roti Bakar Eddy itu tempatnya terbuka di pinggir jalan kali ya, jadi saya nggak jelas dengernya--atau boleh lah mungkin telinga saya yang bermasalah. Intinya, jawaban saya pas awal itu cuma, "Apa?...... Apa? Oh, Apa?"

Setelah beberapa detik, saya mencoba untuk mendengarkan suara di telfon dengan seksama. Ternyata si Irfan dengan santainya nanya, besok ada acara nggak, bisa nggak berangkat ikutan  NLC sampe tanggal 27 Agustus. Saya yang denger dia ngomong dengan santai gitu, cuma ketawa-ketawa aja dan mikir dia bercanda--or mocking at me (secara saya kan sempet apply, tapi nggak lolos). Yaa, gimana nggak mikir kayak gitu, NLC (Nusantara Leadership Camp) 2014 itu bakal diadain di Putrajaya, Malaysia tanggal 23 Agustus 2014 - 27 Agustus 2014. Yang mau ikutan itu, ada seleksi berkasnya. Saya daftar dan tidak lolos. And that time, he was asking my availability to be in. Simply thru phone call. With an innocent yet flat voice. Ini orang kayaknya sakit deh. Sekejap kemudian, saya langsung menyambar ajakan Irfan: "Wah, lo bercanda ya? Lo tau gue apply dan nggak keterima ya?" Dan Irfan, tetap dengan nada datar, bilang: "Nggak, nggak ini serius. Singapura nggak jadi ngirim delegasi, jadi kita cari orang buat isi kuota yang kosong. Nah, lo kan alumni UISDP, jadi ditawarin." Saya pun terdiam. Asik, kalo di FTV-FTV macam terbengong-bengong gitu. Macam nggak yakin ini mimpi atau kejadian beneran. Random amat. Ngerasa amazed banget kalo hal se-absurd dan se-kebetulan ini bisa kejadian. Basically, it's not about Malaysia that made me amazed. But, how this random thing happened. Kalo kata Paulo Coelho, how the universe conspires to make it happen.

Well, mungkin QS. Faathir : 2 ini bisa menjawab...

(2) مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Apa saja di antara rahmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia, maka tidaklah ada yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan-Nya maka tidak ada yang sanggup untuk melepaskannya setelah itu. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. 35 : 2)

Beberapa detik setelahnya, saya minta waktu buat mikir. Cailah. Telfon pun dimatikan. Saya pun reflek bertanya ke Woro dan Desna yang masih sibuk foto-foto cantik, "Masa temen gue random banget deh. Ngajak ke Malaysia besok pagi. Menurut lo berangkat nggak?" Terus mereka jawab, "Lah iya? random banget. Kalo gratis mah berangkat." Dan jadilah, tanpa sebelumnya saya konfirmasi dulu berapa biaya yang harus saya keluarkan--yang beberapa jam setelahnya saya baru tau jika saya tidak perlu membayar apapun, saya konfirmasi via sms jika saya tertarik ikut.

Saya mengehela napas, subhanallah, jadi ini yang namanya rezeki di siang bolong?






-to be continued. Udah subuh euy.







Sonntag, 30. März 2014

XL Future Leaders 2nd Batch: The Uncensored Story Part #2


Setelah beberapa bulan penantian, finally woro-woro tentang pembukaan pendaftaran seleksi program XL Future Leaders Batch II pun dibuka. Kalo nggak salah deadline-nya itu akhir Juni 2013.

Tahapan seleksi pertama adalah seleksi berkas. Seingat saya, saat itu peserta yang berminat diminta untuk mengisi formulir pendaftaran, menjawab beberapa pertanyaan tentang leadership, serta membuat essay singkat tentang pengalaman memimpin. Sebenarnya, untuk ukuran program se-prestis XL Future Leaders, syarat berkas tersebut tidak terlalu ribet. Karena saya pengalaman banget loh ngisi form aplikasi untuk berbagai lomba, conference, summer program, youth forum dan sebagainya (pengalaman ngisi form doang loh yaa, nggak semuanya lolos, bahkan lebih banyak gagalnya haha. tapi tetep semangat!!). Nah, secara logika, kalo form-nya nggak terlalu sulit, harusnya saya bisa get it done as soon as possible dong yaa haha. Tapi begitulah hidup, it will be flat until dealing with the deadline. Dan kebetulan bulan Mei - Juni - Juli adalah bulan-bulan padat agenda, dari mulai JMUN sampe K2N, jadi saya selalu punya excuse untuk menunda submit application form hehe.

Saya masih ingat betul, saat itu saya sedang mengikuti program K2N (Kuliah Kerja Nyata) Tematik UI dari Kemahasiswaan UI di Puncak, Bogor, ketika deadline untuk submit formulir pendaftaran sudah semakin dekat. Untuk hal ini, saya sendiri masih kagum dengan bagaimana Allah mengatur segalanya. Ah, Allah :)
Jadi, sedikit keluar dari topik ya. Saya pribadi selalu berusaha untuk melakukan perencanaan masa kuliah saya sebaik mungkin, se-well-prepared mungkin. Mengingat, masa-masa kuliah kan cuma 4 tahun. Tetapi ada banyak sekali hal yang ingin saya coba, karenanya semua waktu harus benar-benar digunakan seefektif mungkin. Sejujurnya, di tahun kedua kuliah saya, tepatnya di semester 5, saya berencana untuk exchange satu semester. Namun, sepertinya Allah berkehendak lain. Saat itu, karena harga tes TOEFL LBI naik jadi Rp 350.000,00 dan uang saya belum cukup haha, ditambah lagi saya belum pernah tes TOEFL ataupun mengikuti TOEFL Preparation Class, maka dengan persiapan yang sangat minim, saya takut tidak mampu memenuhi standard score 500 yang diminta International Office UI saat itu. Sayang 350.000-nya kalo gagal hiks. Oleh karena itu, saya putuskan untuk merombak ulang planning hidup saya. Saya putuskan saat itu untuk mencapai target saya yang lain, mengikuti K2N UI sambil terus belajar TOEFL, dan mengikuti exchange di tahun 2014. Amin Ya Allah. Kebetulan di UI, program K2N UI adalah program idaman. Kuotanya sedikit, namun pengalaman yang ditawarkan melimpah ruah, karena lokasinya di perbatasan Indonesia. Maka menjadi bagian dari peserta K2N Perbatasan UI adalah target saya saat itu.

Namun, Allah memang sebaik-baik pembuat rencana. Kualifikasi peserta K2N Perbatasan tahun 2013 dirubah oleh panitia, calon peserta diwajibkan telah memenuhi minimal 90sks. SKS saya yang saat itu menjadi genap 90sks jika ditambah dengan mata kuliah yang sedang diambil pun ditolak mentah-mentah oleh panitia. Dan ajaibnya, mendapat penolakan tersebut, saya justru tidak meneruskan untuk mendaftar. Padahal biasanya saya selalu nekat, kan tagline saya: apapun yang penting submit berkas! haha. Mungkin karena saat itu ada banyak paper kuliah yang juga sudah mendekati deadline. Sehingga, saya memilih untuk tidak mengambil risiko dengan memaksakan diri mendaftar K2N Perbatasan (dengan tugas membuat essay yang cukup memakan waktu), sementara saya harus mengerjakan paper-paper kuliah saya yang juga sudah darurat deadline. Singkat cerita, saya membiarkan seleksi K2N Perbatasan berjalan tanpa berkas saya. Bye K2N!! Padahal usut punya usut, karena peserta yang mendaftar kurang dari target, panitia akhirnya memperbolehkan orang-orang dengan sks (menuju) 90 seperti saya untuk mendaftar. Duh Ya Allah.. hidup memang pilihan ya.

Nah, masih seputar K2N. Allah itu memang penuh dengan tebakkan, saya yang sedang sedih karena belum punya kemampuan baik finansial maupun intelektual untuk mengikuti TOEFL Test sebagai syarat exchange dan berarti harus menunda mimpi exchange menjadi tahun depan, masa iya harus kehilangan kesempatan untuk K2N. Hingga akhirnya, Allah bilang, "Tidak Lili, kamu tetap bisa ikut  K2N kok dengan manfaat dan pengalaman yang akan didapatkan sama besarnya dengan yang didapatkan peserta K2N Perbatasan. Yang penting, kamu tetap membuka diri dan bersyukur ya." (Heem, Allah nggak literally ngomong gitu ke saya ya. Itu hanya hasil intrepretasi saya atas beebagai hal yang saya hadapi.)

Daaan, jengjengjeng, muncullah K2N Tematik UI. Teretoreng toreng. Sebelumnya agak males pake banget deh ikutan program ini, alasan pertama, utama, dan yang paling utama sih karena lokasinya yang cuma di Puncak! Aduh ya, itu mah berasa jalan-jalan doang kali yak, nggak bisa belajar banyak. Haha sombong banget ya saya saat itu, Astaghfirullah. Temen-temen saya juga nggak terlalu tertarik sama program beginian. Makanya bikin tambah males. Tapi kemudian, saya merasa tertampar ketika mengobrol dengan teman saya. Kira-kira begini dialognya...

Saya          : Melati (Nama Disamarkan), ikut K2N Tematik, yuk!
Melati        : Yaaah, K2N Tematik males ah, Li. Cuma di Puncak gak seru. Nggak bisa sambil jalan-jalan.
(Entah kenapa, waktu denger temen saya ngomong kayak gitu, saya jadi ngerasa tersinggung haha. Saya nggak suka aja sama alasan dia nggak mau ikutan K2N Tematik. Masa karena seru dan nggak seru, karena nggak bisa jalan-jalan. Ya keleus. Kalau saya ya, saya males ikutan itu at least karena mikir, pelajaran unik apa yang bisa saya dapet dari warga yang tinggal di sekitaran Jakarta. Apa bedanya sama studi lapangan biasa? Nah, bukan karena di bisa jalan-jalan apa nggak.)

Makanya, setelah denger alasan temen nggak tertarik ikut K2N Tematik itu karena seru nggak seru, bisa jalan-jalan atau nggak, keputusan saya jadi bulet banget ikut K2N Tematik. Saya nggak mau berada pada golongan yang sama dengan mereka yang berpikir kayak gitu. Ini sebagai bentuk protes saya. Saya mau tunjukkin, kalo there will be so much reason for them being so regretful cause letting this opportunity go.

Yaudalah intinya, finally setelah berbagai dinamika, cailah, saya ikut K2N Tematik UI, yang pada akhirnya, sebenernya Allah udah mengatur ini semua. Karena mengurus segala paper UAS, ikut beberapa event dalam dan luar kampus, saya jadi tidak sempat menyelesaikan formulir XLFL saya. Hingga akhirnya, hari H deadline datang juga. Yeaaaay welcome the deadline!!!!

Daaan, karena ternyata jadwal para peserta K2N Tematik itu juga sangat-sangat padat, maka saya baru bisa menyelesaikan malam setelah semua peserta K2N pergi bobo. Selain itu juga karena kebetulan tempat tinggal kami tidak terlalu besar, sehingga spot tidur sangat terbatas. Bahkan kakak fasilitator kami pun berbaik hati dengan bersedia tidur di dapur saking tidak ada ruang sedikit pun (huhu Ka Choi dan Ka Pipin :3 Makasih pengorbanannya kak!!) Jadi, saya harus memastikan jika saya tidak mengambil spot tidur orang lain ketika menyelesaikan aplikasi saya, dan yang paling penting, di spot saya tersebut harus ada sinyal internet hahaha. Nah ini dia yang saya bilang kenapa saya bersyukur sekali karena tidak jadi mengikuti K2N Perbatasan. Seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya, lokasi K2N Perbatasan adalah di ujung-ujung perbatasan Indonesia. Sehingga, jarak tempuh menuju ke sana pun berhari-hari, karena menggunakan kapal laut. Rasanya pasti saya tidak punya energi lagi untuk apply ini itu ketika bertugas K2N disana. Apalagi sinyal! Duh, menurut cerita teman-teman, disana susah sekali mendapatkan sinyal yang lemah sekalipun. Sedangkan, untuk di K2N Tematik, walaupun letaknya di Puncak, namun sinyal internet sudah cukup baik. Walaupun, hanya ada di beberapa spot tertentu, dan pada spot lain sinyalnya hilang. Haha.

Beberapa hari sebelum deadline program XLFL, saya sedikit mempromosikan program ini ke teman-teman peserta K2N Tematik lainnya. Ini yang selalu ingin saya terapkan pada diri saya, berbagi informasi. Saya selalu berusaha untuk men-share setiap informasi entah lomba, beasiswa, youth forum dan segala hal lain yang saya tahu ke orang-orang di sekitar saya. Beberapa orang bertanya, apa saya tidak merasa rugi atau dikhianati (cailah) karena seringnya, yang lolos seleksi bukan saya, tetapi teman-teman yang saya ajak untuk ikut haha. Ah, tapi itu semua tidak penting buat saya, justru itu membuat saya jadi semakin termotivasi. Hem, agak terkesan normatif ya? Tapi begitulah. Saya selalu percaya bahwa setiap orang punya 'momentum'-nya masing-masing. Jika Allah sudah berkehendak, menjadikan sebuah moment sebagai 'momentum'-nya, maka, kita bisa apa selain mengambil pelajaran darinya?

Nah, kembali ke awal, dari beberapa orang yang saya ceritakan tentang program ini, yang tampaknya tertarik adalah Mayang. Dan, jadilah kami berdua menghabiskan menit-menit terakhir hari itu dengan mengisi formulir aplikasi untuk program XLFL Batch II.

Daaaan, bagaimana hasilnya? Tunggu di postingan selanjutnya ya! It has been too long i think.

XL Future Leaders 2nd Batch: The Uncensored Story Part #1

Dan yak, setelah membuat kesal beberapa orang dengan blog berjudul super panjang tapi super nggak penting (Emm, atau justru tidak ada yang kesal, karena memang tidak ada yang mengunjungi. haha. *Lili edisi hopeless*) beberapa menit kemudian, saya pun meng-click compose button lagi haha. But now, i've decided what things i will share first.

Jadi, kali ini saya mau berbagi cerita sedikit tentang program XL Future Leaders (XLFL) yang saya ikuti. Jengejerejeeeeeng, ayo kalian yang lagi baca, heboh-heboh gitu ya sebelum kita menuju tulisan utama. Wuhuuuu wuhuuuu. Oke stop being stupid, Li :)
Sebelumnya, saya mau mengingatkan, cerita saya kali ini kan bukan cerita komersil berbayar ya haha, jadi maaf jika nantinya, isi tulisan justru lebih banyak curhat dan sedikit memberikan informasi. heheu.

Oke, semuanya bermula di kost-an Lita (Nama lengkap: Nurlita Dewi Ramadhani | Kuliah: Vokasi UI 2011 | Status: InsyaAllah jomblo hingga menikah). Jadi, saat itu siang menjelang sore, saya dan beberapa teman lain berkumpul di kost-an Lita untuk rapat program Kampung Banana yang merupakan proyek pemberdayaan masyarakat yang saat itu hingga kini masih berusaha kami kembangkan di Beji, Depok (more info tentang Kampung Banana disini). Saya masih ingat dengan sangat detail, hampir semua teman-teman saya saat itu sibuk membicarakan program XLFL. Ternyata, beberapa dari mereka lolos tahapan seleksi awal dan bersiap untuk seleksi wawancara. Nah, saya yang saat itu nggak tau program XLFL itu apa, hanya diam (tapi menyimak), yaa paling saya nanya-nanya seadanya lah haha. Saya agak sebel juga, kenapa saya bisa nggak dapet kabar sama sekali tentang itu program. Belakangan saya tau, kalo ternyata XL Future Leaders itu adalah program leadership yang diadakan untuk pertama kalinya oleh sebuah provider *piiip*. Nama providernya dirahasiakan ya hahahaha you know lah. Makanya, saya nggak terlalu menyalahkan diri gitu sih, karena nggak tau informasi tentang program ini. Tapi, gimana caranya itu temen geng gaul di Kampung Banana pada tau soal program XLFL? Saya juga nggak tau sih haha. Yang saya tau, begitulah culture kita, setiap ketemu, pasti update event atau lomba hahahahaha.

Singkat cerita, pas udah di rumah, saya langsung cari tau deh tuh info tentang XL Future Leaders. Saya catet segala kontak, website, twitter, dan sebagainya, buat jaga-jaga untuk seleksi tahun depan. Pokoknya saya nggak mau ketinggalan info lagi. Even saat itu, saya pun belom tau banget benefit apa aja yang bisa kita dapet kalo kepilih nanti. Yang penting buat saya, daftar aja. Itu kan program leadership, lolos nggak lolos, there must be priceless values we could get, right? Haha. Sounds ambitious? Oh no, guys! It's what we usually call it as stra-te-gy hahahah.

Setelah masa seleksi program XLFL Batch I selesai, saya ikut berbahagia karena dari geng Kampung Banana, ternyata ada satu orang yang lolos sampai tahap akhir, please welcome..... Irfaaaaaaaaaannnnn!!! Yuhuuuu. Sejujurnya, gue nggak ngerasa amazed banget sih knowing that he passed the selection process. Pertama, karena dia emang cukup kece, kan temen gue di Kampung Banana. Pokoknya anak Kampung Banana itu keren-keren semua haha. Jadi kan kita pernah ikut satu program student development gitu, jadi taulah saya gimana track record dia hahaha. Nah, tapi, setelah denger beberapa kali cerita Irfan tentang program-program XLFL yang kereeen banget, gimana dia dapet pendampingan dari para fasilitator yang merupakan konsultan dari lembaga yang sangat kredibel, gimana kurikulum programnya sangat menyenangkan, gimana metode belajarnya yang fun, gimana dia seleksi via regional Yogya (biar chance-nya lebih gede dari regional Jakarta katanya. which means emang seleksinya ketat banget, bahkan lebih ketat dari leggingnya penyanyi dangdut), dan yang paling penting gimana ikhlasnya XL menginvestasikan banyak fasilitas (HP touch screen, notebook, modem, pulsa) ke para peserta-- fixed banget semua hal itu bikin saya semakin bulat untuk ikut seleksi XL Future Leaders tahun berikutnya.

Yaaak, udah cukup panjang yaa ceritanya. Tapi bahkan, setengah cerita pun belom ini hahaha. Oke, jadi lanjut ke postingan selanjutnya ya.


Montag, 4. November 2013

Pahlawan Di Tahun Digit 2000-an

Halo November!
Menapaki bulan November, rasa-rasanya memang tidak lepas dari keriaan hari pahlawan yang akan kita sambut tanggal 10 nanti. Tentunya, sebagai kaum muda, kita memang dituntut untuk lebih dalam memaknai keriaan tersebut. Karena, siap atau tidak, tanggung jawab sebagai pembawa perubahan bagi bangsa itu ada di pundak kita, kawan! Maka, mari berefleksi, sudah sejauh mana sumbangsih kaum muda masa kini dalam upaya membangun bumi pertiwi? Atau, sebenarnya kita masih bertanya-tanya, apa iya bangsa kita masih membutuhkan sosok pahlawan? Lalu, sosok pahlawan seperti apa sebenarnya yang dibutuhkan Indonesia masa kini?

Pada dasarnya, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas sederhana. Sesederhana satu-dua sampah yang berterbangan di pojok lampu merah, atau bunyi klakson yang menggema di langit Jakarta karena kemacetan yang tak tertahankan. Jika dalam keseharian kita masih dapat menemukan hal-hal sederhana tersebut, maka jelas jawabannya, Indonesia masih butuh pahlawan! Indonesia masih butuh mereka yang mau bersama menyebarkan kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya. Indonesia masih butuh mereka yang mau membuka mata orang-orang di sekitarnya, bahwa kemacetan sebenarnya buah dari ulah kita sendiri yang enggan berpindah ke transportasi publik karena terlalu nyaman dengan kendaraan pribadi.

Pastinya, di tahun digit 2000-an ini, dengan melihat perkembangan zaman yang luar biasa pesat sekarang, tidak relevan bagi kita untuk tetap berpikir bahwa pahlawan adalah mereka yang gagah membunuh penjajah, bertaruh jiwa dan raga di medan perang, tanpa lupa dengan bambu runcingnya. Hal ini karena musuh yang kita hadapi saat ini bukan lagi musuh-musuh yang bisa mati dengan tembakan peluru atau pun terjangan bambu runcing. Di jaman serba mudah ini, bisa jadi musuh kita adalah diri kita sendiri--dengan rasa malasnya, ketidakpekaannya, dan atribut lain yang membuat kaum muda tidak produktif dan solutif.

Oleh karena itu, kenyataan bahwa Indonesia masih membutuhkan sosok pahlawan, memang telah sama-sama kita sepakati. Namun, jangan lupa juga, bahwa makna pahlawan tersebut juga telah bergeser. Mungkin, ketika jaman dulu ibu-bapak kita bangga bercerita tentang para pahlawan yang gagah di medan perang, kita bisa tunjukkan bahwa berlaga membawa nama Indonesia pada kompetisi internasional adalah juga gagah gaya baru. Ketika pahlawan jaman dulu tak pernah lupa membawa bambu runcingnya, pahlawan masa kini tidak pernah lupa membawa pensilnya yang sudah diraut sampai runcing. Sehingga, akan selalu produktif menulis! Haha.

Intinya, mari berhenti berpikir bahwa isu kepahlawanan macam ini tidak cukup kece untuk dibahas. Juga mari berhenti berimajinasi bahwa pahlawan adalah cerita masa lalu--toh, jika pun ada gambaran pahlawan masa kini, yang muncul adalah tokoh-tokoh manusia (yang menjadi) super karena digigit laba-laba, atau menjadi titisan kelelawar. Karena faktanya, di tahun digit 2000-an ini, Indonesia masih butuh pahlawan-pahlawan muda dengan ide segar dan jiwa besar yang siap bersatu membangun bangsa. Walaupun begitu, jangan dulu berpikir bahwa ini berarti, kita harus membuat suatu terobosan hebat penuh manfaat. Mulai saja dari hal sederhana, karena percayalah, setiap bentuk kecil kebaikan yang kita lakukan, telah menjadikan kita seorang pahlawan--paling tidak bagi lingkungan sekitar.


**Tulisan juga dimuat disini. Waktu IF masih nge-wordpress dan sekarang kita dotcom-ers doong, inspiratorfreak.com

Sonntag, 18. August 2013

Mudik 2012






Kali Pemali yang (katanya) bersejarah,
Agustus 2012

Popular posts