Samstag, 10. August 2019

Literasi Afeksi

Genap sudah empat kali idul adha gue terasa sangat kentang karena jauh dari rumah.

Empat kali idul adha juga kagak makan daging qurban.

Tapi idul adha kali ini beda. Kalau tahun lalu-lalu gak bisa pulang karena sayang ambil cuti, tahun ini gak bisa pulang karena sayang ambil tabungan. Mengingat dan menimbang harga tiket pulang tidak cocok dengan anggaran.

Tidak heran jika para fakir ekonomi sering mudah emosi, karena yang fakir ekonomi biasanya juga fakir afeksi. Okesip saya jadi lebih mudah berempati. Lol

Ternyata gini ya rasanya hidup sok menjadi solusyen buat orang lain. Rasain tu motto hidup kau yang kau banggakan:
'stay committed to what you have started.' wqwq dipikir enak kali ya

Tapi kalau nanti ada sesi design thinking untuk program poverty eradication gitu ya, gue jadi bisa kasih saran yang lebih genuine. Karena merasakan langsung wkwkwk.

Bahwa kami-kami ini bukan cuma harus pandai mengelola uang, tapi juga harus pandai mengelola rindu. Eyaaak. Berarti, kalian kaum yang terdidik pekerja NGO luar negeri, jangan cuma ngajarin modul literasi keuangan, tapi juga literasi afeksi. Hem menarik.

Samstag, 6. Juli 2019

Lil's Movie Review: Kombinasi Tawa dan Tegang dari film Parasite

Setelah sekian purnama, akhirnya gue nonton di bioskop lagi. Uh, betapa senangnya hati ini. Tapi mahal euy, karena nontonnya di CGV Surabaya. Padahal, biasanya nonton di bioskop lokal Jombang wkwk.

By the way, kali ini gue mau share 'after taste' nonton film Parasite yang lagi ngehits itu. Sejujurnya, gue nggak begitu tertarik nonton drama Korea di bioskop. Prinsip hidup gue adalah: Film yang harus gue tonton di bioskop adalah film Indonesia atau film yang memang super duper recommended to watch. Selebihnya? Yaa di indoxxi aja lah. Hehe

Tapi, ini karena teman-teman di circle pertemanan gue yang baru yang ngajak, dan gue pun ingin merasakan hype-nya nonton bioskop di Surabaya sebagai anak kampung yang baru hijrah ke kota besar, jadi gue manut ajalah.

Oke, jadi sebenernya gue agak kecewa setelah nonton Parasite. Tapi, kekecewaan gue bukan karena filmnya jelek atau nggak berkualitas. Lebih karena, the reality doesnt meet my expectation aja sih. Cuih, gaya bet gue. Sebabnya, gue baca-baca di Twitter kan banyak yang bilang kalo Parasite itu film thriller yang bagus banget. Dan, gue langsung mengasosiasikan thriller itu dengan film-filmnya Dan Brown yang menegangkan dan butuh analisis. Jadilah, gue masuk bioskop dengan menyiap-nyiapkan diri untuk mikir dan deg-degan. Eladalah, sejak awal film sampe pertengahan justru banyak adegan yang bikin gue ngikik.

Semakin film berjalan, gue tetap dengan ekspektasi di kepala yang terus mencari-cari: mana scene-scene menegangkannya? Hadoooh.

Akhirnya, konflik cerita mulai bermunculan satu per satu. Scene-scene menegangkan juga mulai banyak. Tapi tetap, diselingi komedi. Sehingga, sampai di akhir cerita, gue semacam menemukan kehampaan karena apa yang gue cari nggak ketemu. Jadinya kecewa deh. Padahal yang salah bukan filmnya, tapi ekspektasi gue.

Pencarian gue atas sesuatu yang nggak ada itu pun bikin gue lupa untuk mengapresiasi jalan cerita si film. Yang, kalau dipikir-pikir lagi, bagus banget loh. Ceritanya tentang sebuah keluarga miskin, yang sesuai judul filmnya, menjadi 'parasit' bagi keluarga kaya. Kalau kalian nonton, mungkin juga akan sadar betapa proses si keluarga miskin menjadi 'parasit' secara berantai itu menarik banget.

Selebihnya, ada banyak gimmick-gimmick dari film, yang menurut gue memang keren, beberapa masih kurang optimal dan sebenernya bisa di-explore lagi. Eyaak sotoy banget gue. Dan yang paling gue suka adalah, kritik sosialnya terasa banget sih. Bahwa gap si kaya dan miskin itu nyata lho. Dan dari satu isu itu, buntutnya bisa kemana-mana.

Yaa intinya sih menurut gue si Parasite ini kombinasi antara film Thriller dan dark comedy ya. Kalau kalian pengen nonton film yang menegangkan, tapi juga ringan dan bikin ketawa, sok weh, cocok nonton ini. Yang jelas, jangan bayangkan film thriller macam Knowing atau film-film Dan Brown ya.

Selamat nonton!


Rating: 3.5/5
After Taste: Mari belajar untuk tidak menggantungkan ekspektasi pada apapun. Sekalipun pada film. 

Samstag, 23. März 2019

Bolehkah?

“Di bawah alismu hujan berteduh.
Di merah matamu senja berlabuh.” 

― Joko Pinurbo, Kepada Cium

begitu

“Jarak itu sebenarnya tak pernah ada.
Pertemuan dan perpisahan dilahirkan oleh perasaan” 

― Joko Pinurbo, Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung

Saja

mengintip
senja
dari
bawah
meja
mari
kita
sudahi
saja
aku
hancur
kamu
baik
baik
saja

Samstag, 2. Februar 2019

Buka Laundry Kiloan

Hingga Januari 2019 ini, tepat 26 bulan sudah saya berdomisili di Jawa Timur. Atau tepatnya 776 hari. Atau lebih tepatnya 18.624 jam. Atau lebih tepat dari lebih tepatnya 1.117.440 menit. Atau lebih tepat dari lebih tepat dari lebih tepatnya dari tepatnya 67.046.400 detik! Gila sih, kalau setiap detik saya bernilai setidaknya Rp 1 saja, udah bisa buka 3 gerai laundry kiloan lah ini.

Samstag, 10. August 2019

Literasi Afeksi

Genap sudah empat kali idul adha gue terasa sangat kentang karena jauh dari rumah.

Empat kali idul adha juga kagak makan daging qurban.

Tapi idul adha kali ini beda. Kalau tahun lalu-lalu gak bisa pulang karena sayang ambil cuti, tahun ini gak bisa pulang karena sayang ambil tabungan. Mengingat dan menimbang harga tiket pulang tidak cocok dengan anggaran.

Tidak heran jika para fakir ekonomi sering mudah emosi, karena yang fakir ekonomi biasanya juga fakir afeksi. Okesip saya jadi lebih mudah berempati. Lol

Ternyata gini ya rasanya hidup sok menjadi solusyen buat orang lain. Rasain tu motto hidup kau yang kau banggakan:
'stay committed to what you have started.' wqwq dipikir enak kali ya

Tapi kalau nanti ada sesi design thinking untuk program poverty eradication gitu ya, gue jadi bisa kasih saran yang lebih genuine. Karena merasakan langsung wkwkwk.

Bahwa kami-kami ini bukan cuma harus pandai mengelola uang, tapi juga harus pandai mengelola rindu. Eyaaak. Berarti, kalian kaum yang terdidik pekerja NGO luar negeri, jangan cuma ngajarin modul literasi keuangan, tapi juga literasi afeksi. Hem menarik.

Samstag, 6. Juli 2019

Lil's Movie Review: Kombinasi Tawa dan Tegang dari film Parasite

Setelah sekian purnama, akhirnya gue nonton di bioskop lagi. Uh, betapa senangnya hati ini. Tapi mahal euy, karena nontonnya di CGV Surabaya. Padahal, biasanya nonton di bioskop lokal Jombang wkwk.

By the way, kali ini gue mau share 'after taste' nonton film Parasite yang lagi ngehits itu. Sejujurnya, gue nggak begitu tertarik nonton drama Korea di bioskop. Prinsip hidup gue adalah: Film yang harus gue tonton di bioskop adalah film Indonesia atau film yang memang super duper recommended to watch. Selebihnya? Yaa di indoxxi aja lah. Hehe

Tapi, ini karena teman-teman di circle pertemanan gue yang baru yang ngajak, dan gue pun ingin merasakan hype-nya nonton bioskop di Surabaya sebagai anak kampung yang baru hijrah ke kota besar, jadi gue manut ajalah.

Oke, jadi sebenernya gue agak kecewa setelah nonton Parasite. Tapi, kekecewaan gue bukan karena filmnya jelek atau nggak berkualitas. Lebih karena, the reality doesnt meet my expectation aja sih. Cuih, gaya bet gue. Sebabnya, gue baca-baca di Twitter kan banyak yang bilang kalo Parasite itu film thriller yang bagus banget. Dan, gue langsung mengasosiasikan thriller itu dengan film-filmnya Dan Brown yang menegangkan dan butuh analisis. Jadilah, gue masuk bioskop dengan menyiap-nyiapkan diri untuk mikir dan deg-degan. Eladalah, sejak awal film sampe pertengahan justru banyak adegan yang bikin gue ngikik.

Semakin film berjalan, gue tetap dengan ekspektasi di kepala yang terus mencari-cari: mana scene-scene menegangkannya? Hadoooh.

Akhirnya, konflik cerita mulai bermunculan satu per satu. Scene-scene menegangkan juga mulai banyak. Tapi tetap, diselingi komedi. Sehingga, sampai di akhir cerita, gue semacam menemukan kehampaan karena apa yang gue cari nggak ketemu. Jadinya kecewa deh. Padahal yang salah bukan filmnya, tapi ekspektasi gue.

Pencarian gue atas sesuatu yang nggak ada itu pun bikin gue lupa untuk mengapresiasi jalan cerita si film. Yang, kalau dipikir-pikir lagi, bagus banget loh. Ceritanya tentang sebuah keluarga miskin, yang sesuai judul filmnya, menjadi 'parasit' bagi keluarga kaya. Kalau kalian nonton, mungkin juga akan sadar betapa proses si keluarga miskin menjadi 'parasit' secara berantai itu menarik banget.

Selebihnya, ada banyak gimmick-gimmick dari film, yang menurut gue memang keren, beberapa masih kurang optimal dan sebenernya bisa di-explore lagi. Eyaak sotoy banget gue. Dan yang paling gue suka adalah, kritik sosialnya terasa banget sih. Bahwa gap si kaya dan miskin itu nyata lho. Dan dari satu isu itu, buntutnya bisa kemana-mana.

Yaa intinya sih menurut gue si Parasite ini kombinasi antara film Thriller dan dark comedy ya. Kalau kalian pengen nonton film yang menegangkan, tapi juga ringan dan bikin ketawa, sok weh, cocok nonton ini. Yang jelas, jangan bayangkan film thriller macam Knowing atau film-film Dan Brown ya.

Selamat nonton!


Rating: 3.5/5
After Taste: Mari belajar untuk tidak menggantungkan ekspektasi pada apapun. Sekalipun pada film. 

Samstag, 23. März 2019

Bolehkah?

“Di bawah alismu hujan berteduh.
Di merah matamu senja berlabuh.” 

― Joko Pinurbo, Kepada Cium

begitu

“Jarak itu sebenarnya tak pernah ada.
Pertemuan dan perpisahan dilahirkan oleh perasaan” 

― Joko Pinurbo, Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung

Saja

mengintip
senja
dari
bawah
meja
mari
kita
sudahi
saja
aku
hancur
kamu
baik
baik
saja

Samstag, 23. Februar 2019

Samstag, 2. Februar 2019

Buka Laundry Kiloan

Hingga Januari 2019 ini, tepat 26 bulan sudah saya berdomisili di Jawa Timur. Atau tepatnya 776 hari. Atau lebih tepatnya 18.624 jam. Atau lebih tepat dari lebih tepatnya 1.117.440 menit. Atau lebih tepat dari lebih tepat dari lebih tepatnya dari tepatnya 67.046.400 detik! Gila sih, kalau setiap detik saya bernilai setidaknya Rp 1 saja, udah bisa buka 3 gerai laundry kiloan lah ini.

Popular posts