Yes, buku kedua dari Reda Gaudiamo yang saya baca setelah Na Willa. Genre-nya masih seputar anak-anak. Sudut pandang utamanya pun masih tokoh anak kecil. Tapi saya nggak bosen bacanya haha
Oke, jadi pertama kali tau buku ini dari instagram-nya POST Santa. Saya langsung jatuh cinta dengan cover-nya. Lucuk dan simple banget! Setelah itu, saya cari-cari deh review-nya, dan ternyata buku tentang anak-anak (beda lho ya sama buku anak-anak). Jujur, saya memang menggandrungi buku-buku ringan, sederhana dan menyenangkan dengan sudut pandang anak-anak. Makanya, ketika tau "Aku, Meps, dan Beps" ini, saya langsung gemes pengen baca.
Ceritanya panjang sampai si buku oranye nan menggemaskan ini sampai ke kosan saya di Nganjuk. Will share about that in a separate post yaks.
Seperti judulnya, buku ini bercerita tentang kehidupan seorang anak kecil dan kedua orang tuanya yang ia panggil Meps dan Beps. Bedanya dengan Na Willa, di buku ini lebih banyak si aku yang monolog tentang hal-hal di sekelilingnya, entah itu hewan peliharaannya, kebiasaan kedua orang tuanya, kartun favoritnya, permainan kesukaan, dan lain-lain. Walaupun begitu, setiap cerita di buku ini tetap nggak membosankan karena disertai dengan interaksi antaranggota keluarga kecil itu yang unik banget.
Bagi saya, hal yang paling menarik dari buku ini -yang baru saya sadari setelah membaca bagian Surat dari Penerbit adalah realita berkeluarga yang secara jujur dituturkan oleh penulis. Misalnya, fakta bahwa Meps adalah seorang ibu yang sibuk, sedangkan Beps semacam stay-at-home dad. Padahal, untuk konteks masyarakat Indonesia, hal tersebut sangat tidak umum dan cenderung dianggap menyimpang dari konsep keluarga ideal Indonesia. Selain itu, Beps juga digambarkan sering terlambat dan begadang bermain kartu sampai pagi. Tipikal bukan ayah idaman yang lazimnya digambarkan di buku-buku banget.
Saya sangat suka kalimat dari penerbit, bahwa buku ini tidak berusaha menjadi contoh ideal bagi para pembaca. Buku ini begini apa adanya, penuturan jujur dari seorang anak kecil atas apa yang ia lihat dan rasakan dari lingkungan sekitarnya.
Ohya, meskipun buku ini menyenangkan, tetap saja buku ini punya hal yang menyebalkan. Halamannya terlalu tipis :( Baru dibaca sebentar sudah habis hiks.
Abonnieren
Kommentare zum Post (Atom)
Freitag, 30. Juni 2017
Lil's Book Review: "Aku, Meps, dan Beps" by Soca Sobhita dan Reda Gaudiamo
Yes, buku kedua dari Reda Gaudiamo yang saya baca setelah Na Willa. Genre-nya masih seputar anak-anak. Sudut pandang utamanya pun masih tokoh anak kecil. Tapi saya nggak bosen bacanya haha
Oke, jadi pertama kali tau buku ini dari instagram-nya POST Santa. Saya langsung jatuh cinta dengan cover-nya. Lucuk dan simple banget! Setelah itu, saya cari-cari deh review-nya, dan ternyata buku tentang anak-anak (beda lho ya sama buku anak-anak). Jujur, saya memang menggandrungi buku-buku ringan, sederhana dan menyenangkan dengan sudut pandang anak-anak. Makanya, ketika tau "Aku, Meps, dan Beps" ini, saya langsung gemes pengen baca.
Ceritanya panjang sampai si buku oranye nan menggemaskan ini sampai ke kosan saya di Nganjuk. Will share about that in a separate post yaks.
Seperti judulnya, buku ini bercerita tentang kehidupan seorang anak kecil dan kedua orang tuanya yang ia panggil Meps dan Beps. Bedanya dengan Na Willa, di buku ini lebih banyak si aku yang monolog tentang hal-hal di sekelilingnya, entah itu hewan peliharaannya, kebiasaan kedua orang tuanya, kartun favoritnya, permainan kesukaan, dan lain-lain. Walaupun begitu, setiap cerita di buku ini tetap nggak membosankan karena disertai dengan interaksi antaranggota keluarga kecil itu yang unik banget.
Bagi saya, hal yang paling menarik dari buku ini -yang baru saya sadari setelah membaca bagian Surat dari Penerbit adalah realita berkeluarga yang secara jujur dituturkan oleh penulis. Misalnya, fakta bahwa Meps adalah seorang ibu yang sibuk, sedangkan Beps semacam stay-at-home dad. Padahal, untuk konteks masyarakat Indonesia, hal tersebut sangat tidak umum dan cenderung dianggap menyimpang dari konsep keluarga ideal Indonesia. Selain itu, Beps juga digambarkan sering terlambat dan begadang bermain kartu sampai pagi. Tipikal bukan ayah idaman yang lazimnya digambarkan di buku-buku banget.
Saya sangat suka kalimat dari penerbit, bahwa buku ini tidak berusaha menjadi contoh ideal bagi para pembaca. Buku ini begini apa adanya, penuturan jujur dari seorang anak kecil atas apa yang ia lihat dan rasakan dari lingkungan sekitarnya.
Ohya, meskipun buku ini menyenangkan, tetap saja buku ini punya hal yang menyebalkan. Halamannya terlalu tipis :( Baru dibaca sebentar sudah habis hiks.
Oke, jadi pertama kali tau buku ini dari instagram-nya POST Santa. Saya langsung jatuh cinta dengan cover-nya. Lucuk dan simple banget! Setelah itu, saya cari-cari deh review-nya, dan ternyata buku tentang anak-anak (beda lho ya sama buku anak-anak). Jujur, saya memang menggandrungi buku-buku ringan, sederhana dan menyenangkan dengan sudut pandang anak-anak. Makanya, ketika tau "Aku, Meps, dan Beps" ini, saya langsung gemes pengen baca.
Ceritanya panjang sampai si buku oranye nan menggemaskan ini sampai ke kosan saya di Nganjuk. Will share about that in a separate post yaks.
Seperti judulnya, buku ini bercerita tentang kehidupan seorang anak kecil dan kedua orang tuanya yang ia panggil Meps dan Beps. Bedanya dengan Na Willa, di buku ini lebih banyak si aku yang monolog tentang hal-hal di sekelilingnya, entah itu hewan peliharaannya, kebiasaan kedua orang tuanya, kartun favoritnya, permainan kesukaan, dan lain-lain. Walaupun begitu, setiap cerita di buku ini tetap nggak membosankan karena disertai dengan interaksi antaranggota keluarga kecil itu yang unik banget.
Bagi saya, hal yang paling menarik dari buku ini -yang baru saya sadari setelah membaca bagian Surat dari Penerbit adalah realita berkeluarga yang secara jujur dituturkan oleh penulis. Misalnya, fakta bahwa Meps adalah seorang ibu yang sibuk, sedangkan Beps semacam stay-at-home dad. Padahal, untuk konteks masyarakat Indonesia, hal tersebut sangat tidak umum dan cenderung dianggap menyimpang dari konsep keluarga ideal Indonesia. Selain itu, Beps juga digambarkan sering terlambat dan begadang bermain kartu sampai pagi. Tipikal bukan ayah idaman yang lazimnya digambarkan di buku-buku banget.
Saya sangat suka kalimat dari penerbit, bahwa buku ini tidak berusaha menjadi contoh ideal bagi para pembaca. Buku ini begini apa adanya, penuturan jujur dari seorang anak kecil atas apa yang ia lihat dan rasakan dari lingkungan sekitarnya.
Ohya, meskipun buku ini menyenangkan, tetap saja buku ini punya hal yang menyebalkan. Halamannya terlalu tipis :( Baru dibaca sebentar sudah habis hiks.
Label:
beenreading,
bukabukubuku,
lilsbookreview,
RedaGaudiamo,
SocaSobhita
Abonnieren
Kommentare zum Post (Atom)
Popular posts
-
Kali ini, saya akan membagikan pengalaman saya 'berkenalan' dengan YSEALI hingga akhirnya memberanikan diri untuk mendaftar program ...
-
Seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya, sejak saya membaca surat rekomendasi yang dibuatkan oleh referee saya, saya memil...
-
Setelah beberapa bulan penantian, finally woro-woro tentang pembukaan pendaftaran seleksi program XL Future Leaders Batch II pun dibuka. K...
-
Sekarang, saya akan berbagi langkah-langkah yang saya lakukan dalam mendaftar program YSEALI Academic Fellowship periode Fall 2018. Ingat, i...
-
Few days ago, i finally happened to visit Gunung Bromo for the very first time! Yay . Seru sekali. Saya pergi rombongan bersama teman-teman...
-
Hai guys! (tampang sok asik) So, it is my second writing. hahah yang sabar ya bacanya. Semoga gak bikin mual. Amiiiin Oke, j...
-
Oops Oops Oops... Oops Oops Oops... Oops Fugu Fugu... Oops Fugu Fugu... Bagi Anda yang merupakan penikmat iklan, pasti familiar denga...
-
Dan yak, setelah membuat kesal beberapa orang dengan blog berjudul super panjang tapi super nggak penting (Emm, atau justru tidak ada yang k...
-
Berbicara tentang nasionalisme, maka kadang pikiran kita akan langsung tertuju pada segala hal yang berkaitan dengan rasa cinta tanah air, ...
-
Sayangnya, kadang orang yang kita sayangi terlalu egois untuk menyadari bahwa dirinya berharga. Setidaknya di mata kita. Sehingga mereka d...
Keine Kommentare:
Kommentar veröffentlichen