Ibarat sebuah perang, maka pendidikan merupakan sebuah dapur tempat mencetak prajurit-prajurit baru untuk berperang. Sehingga, bisa dibayangkan betapa pendidikan begitu penting bagi keberlanjutan sebuah negara. Namun bagaimana jika ternyata dapur tersebut tidak berfungsi dengan baik? Mungkinkah akan tetap ada prajurit - prajurit unggul yang akan berjuang di medan perang? Masihkan optimisme kemenangan ada di tangan?
Celakanya, menurut pandangan subjektif saya, Indonesia berada pada kondisi dimana 'dapur'-nya tidak berfungsi dengan baik tersebut. Ya, mungkin pemahaman saya tentang sistem pendidikan yang baik masih terlalu dangkal untuk digunakan menilai pendidikan Indonesia. Tetapi, bukankah lebih baik demikian karena itu berarti anda terlepas dari indikator - indikator teoretis yang terkadang utopis? Sebagai orang awam jelas saya hanya melihat kondisi pendidikan di Indonesia secara parsial dari hal-hal yang dapat saya lihat dan saya rasakan. Bukan dari keseluruhan kondisi yang ada. Memang terkesan sangat men-generalisasi, namun itulah kenapa di awal saya mengatakan bahwa opini saya ini adalah pandangan subjektif saya.
Hal yang menurut saya buruk dari pendidikan Indonesia adalah kurikulum yang hampir setiap tahun berubah. Selama saya sekolah, saya mengalami beberapa kurikulum seperti kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang saya sendiri tidak terlalu mengerti urgensi dari berubahnya setiap kurikulum tersebut. Justru yang saya tangkap selama ini, perubahan kurikulum bukan menambah baik iklim pendidikan kita, namun menambah kemubaziran yang seharusnya bisa diantisipasi. Seperti buku-buku acuan yang seharusnya bisa menggunakan buku tahun sebelumnya, namun harus berganti buku baru karena kurikulum baru.
Selanjutnya, pendidikan Indonesia juga kurang baik dalam hal distribusi pendidikan di daerah - daerah beranda Indonesia. Seperti yang kita tahu bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, namun seringkali kita temukan bahwa teman-teman kita yang berada di luar Jakarta dan bahkan perbatasan, merasa kesulitan untuk mengakses pendidikan yang layak. Untuk hal ini, enatah pemerintah akan beralasan seperti apa, yang jelas kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan seharusnya tidak menjadi alasan.
Kemudian, kesalahan dari pendidikan di Indonesia yang paling fatal adalah kultur mendidik yang mendikte. Sebagian dari kita mungkin merasa tidak penting lagi pemahaman dalam belajar, tetapi nilailah yang utama. Hal ini menandakan bahwa telah ada semacam pergeseran orientasi belajar pada pelajar masa kini. Bisa jadi, pergeseran orientasi merupakan akibat tidak langsung dari standar - standar pendidikan yang kita buat sendiri. Maksudnya begini, selama ini, secara sadar atau tidak sadar kita akan merasa pintar jika nilai ujian kita 9 atau 10 bahkan. Padahal kita tidak paham benar materinya. Padahal nilai tersebut kita dapat karena kemampuan kita merayu teman untuk memberitahukan jawaban soal saat ujian. Padahal nilai tersebut kita dapat karena posisi duduk kita bersebelahan dengan juara kelas. Dan selanjutnya bisa dibayangkan kemungkinan 'padahal' lain yang terjadi.
Dari tiga poin di atas, saya masih memiliki banyak sekali hal untuk diceritakan. Tetapi mungkin ribuan paragraf tidak akan cukup untuk menceritakan bagaimana keadaan pendidikan di Indonesia sebenarnya. Yang jelas, mungkin memang terlalu dini jika kita mengatakan bahwa pendidikan negara kita buruk, namun juga sangat naif jika kita mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia aman terkendali. Pastinya, setiap kita berkontribusi terhadap keadaan pendidikan di Indonesia. Either it's big or not, your work's counted. Because it's no matter how your work can change, but it's about how you take the chance.
untuk Kak Imas Cempaka Mulya (Kadept. Sosial Masyarakat BEM FISIP UI 2012) dan
Kak Singgih Rahadi (Wakadept. Sosial Masyarakat BEM FISIP UI 2012)
janji saya tertunaikan ya, kak! haha
walaupun pada akhirnya saya tidak bergabung di sosmas BEM FISIP UI 2012, tapi kontribusi tidak harus secara struktural kan, kak?
salam semangat. Kemajuan dalam Kebersamaan.
Abonnieren
Kommentare zum Post (Atom)
Sonntag, 26. Februar 2012
how you take the chance!
Ibarat sebuah perang, maka pendidikan merupakan sebuah dapur tempat mencetak prajurit-prajurit baru untuk berperang. Sehingga, bisa dibayangkan betapa pendidikan begitu penting bagi keberlanjutan sebuah negara. Namun bagaimana jika ternyata dapur tersebut tidak berfungsi dengan baik? Mungkinkah akan tetap ada prajurit - prajurit unggul yang akan berjuang di medan perang? Masihkan optimisme kemenangan ada di tangan?
Celakanya, menurut pandangan subjektif saya, Indonesia berada pada kondisi dimana 'dapur'-nya tidak berfungsi dengan baik tersebut. Ya, mungkin pemahaman saya tentang sistem pendidikan yang baik masih terlalu dangkal untuk digunakan menilai pendidikan Indonesia. Tetapi, bukankah lebih baik demikian karena itu berarti anda terlepas dari indikator - indikator teoretis yang terkadang utopis? Sebagai orang awam jelas saya hanya melihat kondisi pendidikan di Indonesia secara parsial dari hal-hal yang dapat saya lihat dan saya rasakan. Bukan dari keseluruhan kondisi yang ada. Memang terkesan sangat men-generalisasi, namun itulah kenapa di awal saya mengatakan bahwa opini saya ini adalah pandangan subjektif saya.
Hal yang menurut saya buruk dari pendidikan Indonesia adalah kurikulum yang hampir setiap tahun berubah. Selama saya sekolah, saya mengalami beberapa kurikulum seperti kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang saya sendiri tidak terlalu mengerti urgensi dari berubahnya setiap kurikulum tersebut. Justru yang saya tangkap selama ini, perubahan kurikulum bukan menambah baik iklim pendidikan kita, namun menambah kemubaziran yang seharusnya bisa diantisipasi. Seperti buku-buku acuan yang seharusnya bisa menggunakan buku tahun sebelumnya, namun harus berganti buku baru karena kurikulum baru.
Selanjutnya, pendidikan Indonesia juga kurang baik dalam hal distribusi pendidikan di daerah - daerah beranda Indonesia. Seperti yang kita tahu bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, namun seringkali kita temukan bahwa teman-teman kita yang berada di luar Jakarta dan bahkan perbatasan, merasa kesulitan untuk mengakses pendidikan yang layak. Untuk hal ini, enatah pemerintah akan beralasan seperti apa, yang jelas kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan seharusnya tidak menjadi alasan.
Kemudian, kesalahan dari pendidikan di Indonesia yang paling fatal adalah kultur mendidik yang mendikte. Sebagian dari kita mungkin merasa tidak penting lagi pemahaman dalam belajar, tetapi nilailah yang utama. Hal ini menandakan bahwa telah ada semacam pergeseran orientasi belajar pada pelajar masa kini. Bisa jadi, pergeseran orientasi merupakan akibat tidak langsung dari standar - standar pendidikan yang kita buat sendiri. Maksudnya begini, selama ini, secara sadar atau tidak sadar kita akan merasa pintar jika nilai ujian kita 9 atau 10 bahkan. Padahal kita tidak paham benar materinya. Padahal nilai tersebut kita dapat karena kemampuan kita merayu teman untuk memberitahukan jawaban soal saat ujian. Padahal nilai tersebut kita dapat karena posisi duduk kita bersebelahan dengan juara kelas. Dan selanjutnya bisa dibayangkan kemungkinan 'padahal' lain yang terjadi.
Dari tiga poin di atas, saya masih memiliki banyak sekali hal untuk diceritakan. Tetapi mungkin ribuan paragraf tidak akan cukup untuk menceritakan bagaimana keadaan pendidikan di Indonesia sebenarnya. Yang jelas, mungkin memang terlalu dini jika kita mengatakan bahwa pendidikan negara kita buruk, namun juga sangat naif jika kita mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia aman terkendali. Pastinya, setiap kita berkontribusi terhadap keadaan pendidikan di Indonesia. Either it's big or not, your work's counted. Because it's no matter how your work can change, but it's about how you take the chance.
untuk Kak Imas Cempaka Mulya (Kadept. Sosial Masyarakat BEM FISIP UI 2012) dan
Kak Singgih Rahadi (Wakadept. Sosial Masyarakat BEM FISIP UI 2012)
janji saya tertunaikan ya, kak! haha
walaupun pada akhirnya saya tidak bergabung di sosmas BEM FISIP UI 2012, tapi kontribusi tidak harus secara struktural kan, kak?
salam semangat. Kemajuan dalam Kebersamaan.
Celakanya, menurut pandangan subjektif saya, Indonesia berada pada kondisi dimana 'dapur'-nya tidak berfungsi dengan baik tersebut. Ya, mungkin pemahaman saya tentang sistem pendidikan yang baik masih terlalu dangkal untuk digunakan menilai pendidikan Indonesia. Tetapi, bukankah lebih baik demikian karena itu berarti anda terlepas dari indikator - indikator teoretis yang terkadang utopis? Sebagai orang awam jelas saya hanya melihat kondisi pendidikan di Indonesia secara parsial dari hal-hal yang dapat saya lihat dan saya rasakan. Bukan dari keseluruhan kondisi yang ada. Memang terkesan sangat men-generalisasi, namun itulah kenapa di awal saya mengatakan bahwa opini saya ini adalah pandangan subjektif saya.
Hal yang menurut saya buruk dari pendidikan Indonesia adalah kurikulum yang hampir setiap tahun berubah. Selama saya sekolah, saya mengalami beberapa kurikulum seperti kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang saya sendiri tidak terlalu mengerti urgensi dari berubahnya setiap kurikulum tersebut. Justru yang saya tangkap selama ini, perubahan kurikulum bukan menambah baik iklim pendidikan kita, namun menambah kemubaziran yang seharusnya bisa diantisipasi. Seperti buku-buku acuan yang seharusnya bisa menggunakan buku tahun sebelumnya, namun harus berganti buku baru karena kurikulum baru.
Selanjutnya, pendidikan Indonesia juga kurang baik dalam hal distribusi pendidikan di daerah - daerah beranda Indonesia. Seperti yang kita tahu bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, namun seringkali kita temukan bahwa teman-teman kita yang berada di luar Jakarta dan bahkan perbatasan, merasa kesulitan untuk mengakses pendidikan yang layak. Untuk hal ini, enatah pemerintah akan beralasan seperti apa, yang jelas kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan seharusnya tidak menjadi alasan.
Kemudian, kesalahan dari pendidikan di Indonesia yang paling fatal adalah kultur mendidik yang mendikte. Sebagian dari kita mungkin merasa tidak penting lagi pemahaman dalam belajar, tetapi nilailah yang utama. Hal ini menandakan bahwa telah ada semacam pergeseran orientasi belajar pada pelajar masa kini. Bisa jadi, pergeseran orientasi merupakan akibat tidak langsung dari standar - standar pendidikan yang kita buat sendiri. Maksudnya begini, selama ini, secara sadar atau tidak sadar kita akan merasa pintar jika nilai ujian kita 9 atau 10 bahkan. Padahal kita tidak paham benar materinya. Padahal nilai tersebut kita dapat karena kemampuan kita merayu teman untuk memberitahukan jawaban soal saat ujian. Padahal nilai tersebut kita dapat karena posisi duduk kita bersebelahan dengan juara kelas. Dan selanjutnya bisa dibayangkan kemungkinan 'padahal' lain yang terjadi.
Dari tiga poin di atas, saya masih memiliki banyak sekali hal untuk diceritakan. Tetapi mungkin ribuan paragraf tidak akan cukup untuk menceritakan bagaimana keadaan pendidikan di Indonesia sebenarnya. Yang jelas, mungkin memang terlalu dini jika kita mengatakan bahwa pendidikan negara kita buruk, namun juga sangat naif jika kita mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia aman terkendali. Pastinya, setiap kita berkontribusi terhadap keadaan pendidikan di Indonesia. Either it's big or not, your work's counted. Because it's no matter how your work can change, but it's about how you take the chance.
untuk Kak Imas Cempaka Mulya (Kadept. Sosial Masyarakat BEM FISIP UI 2012) dan
Kak Singgih Rahadi (Wakadept. Sosial Masyarakat BEM FISIP UI 2012)
janji saya tertunaikan ya, kak! haha
walaupun pada akhirnya saya tidak bergabung di sosmas BEM FISIP UI 2012, tapi kontribusi tidak harus secara struktural kan, kak?
salam semangat. Kemajuan dalam Kebersamaan.
Abonnieren
Kommentare zum Post (Atom)
Popular posts
-
Kali ini, saya akan membagikan pengalaman saya 'berkenalan' dengan YSEALI hingga akhirnya memberanikan diri untuk mendaftar program ...
-
Seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya, sejak saya membaca surat rekomendasi yang dibuatkan oleh referee saya, saya memil...
-
Setelah beberapa bulan penantian, finally woro-woro tentang pembukaan pendaftaran seleksi program XL Future Leaders Batch II pun dibuka. K...
-
Sekarang, saya akan berbagi langkah-langkah yang saya lakukan dalam mendaftar program YSEALI Academic Fellowship periode Fall 2018. Ingat, i...
-
Few days ago, i finally happened to visit Gunung Bromo for the very first time! Yay . Seru sekali. Saya pergi rombongan bersama teman-teman...
-
Hai guys! (tampang sok asik) So, it is my second writing. hahah yang sabar ya bacanya. Semoga gak bikin mual. Amiiiin Oke, j...
-
Oops Oops Oops... Oops Oops Oops... Oops Fugu Fugu... Oops Fugu Fugu... Bagi Anda yang merupakan penikmat iklan, pasti familiar denga...
-
Dan yak, setelah membuat kesal beberapa orang dengan blog berjudul super panjang tapi super nggak penting (Emm, atau justru tidak ada yang k...
-
Berbicara tentang nasionalisme, maka kadang pikiran kita akan langsung tertuju pada segala hal yang berkaitan dengan rasa cinta tanah air, ...
-
Sayangnya, kadang orang yang kita sayangi terlalu egois untuk menyadari bahwa dirinya berharga. Setidaknya di mata kita. Sehingga mereka d...
Keine Kommentare:
Kommentar veröffentlichen