Halo November!
Menapaki bulan November, rasa-rasanya memang tidak lepas dari keriaan hari pahlawan yang akan kita sambut tanggal 10 nanti. Tentunya, sebagai kaum muda, kita memang dituntut untuk lebih dalam memaknai keriaan tersebut. Karena, siap atau tidak, tanggung jawab sebagai pembawa perubahan bagi bangsa itu ada di pundak kita, kawan! Maka, mari berefleksi, sudah sejauh mana sumbangsih kaum muda masa kini dalam upaya membangun bumi pertiwi? Atau, sebenarnya kita masih bertanya-tanya, apa iya bangsa kita masih membutuhkan sosok pahlawan? Lalu, sosok pahlawan seperti apa sebenarnya yang dibutuhkan Indonesia masa kini?
Pada dasarnya, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas sederhana. Sesederhana satu-dua sampah yang berterbangan di pojok lampu merah, atau bunyi klakson yang menggema di langit Jakarta karena kemacetan yang tak tertahankan. Jika dalam keseharian kita masih dapat menemukan hal-hal sederhana tersebut, maka jelas jawabannya, Indonesia masih butuh pahlawan! Indonesia masih butuh mereka yang mau bersama menyebarkan kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya. Indonesia masih butuh mereka yang mau membuka mata orang-orang di sekitarnya, bahwa kemacetan sebenarnya buah dari ulah kita sendiri yang enggan berpindah ke transportasi publik karena terlalu nyaman dengan kendaraan pribadi.
Pastinya, di tahun digit 2000-an ini, dengan melihat perkembangan zaman yang luar biasa pesat sekarang, tidak relevan bagi kita untuk tetap berpikir bahwa pahlawan adalah mereka yang gagah membunuh penjajah, bertaruh jiwa dan raga di medan perang, tanpa lupa dengan bambu runcingnya. Hal ini karena musuh yang kita hadapi saat ini bukan lagi musuh-musuh yang bisa mati dengan tembakan peluru atau pun terjangan bambu runcing. Di jaman serba mudah ini, bisa jadi musuh kita adalah diri kita sendiri--dengan rasa malasnya, ketidakpekaannya, dan atribut lain yang membuat kaum muda tidak produktif dan solutif.
Oleh karena itu, kenyataan bahwa Indonesia masih membutuhkan sosok pahlawan, memang telah sama-sama kita sepakati. Namun, jangan lupa juga, bahwa makna pahlawan tersebut juga telah bergeser. Mungkin, ketika jaman dulu ibu-bapak kita bangga bercerita tentang para pahlawan yang gagah di medan perang, kita bisa tunjukkan bahwa berlaga membawa nama Indonesia pada kompetisi internasional adalah juga gagah gaya baru. Ketika pahlawan jaman dulu tak pernah lupa membawa bambu runcingnya, pahlawan masa kini tidak pernah lupa membawa pensilnya yang sudah diraut sampai runcing. Sehingga, akan selalu produktif menulis! Haha.
Intinya, mari berhenti berpikir bahwa isu kepahlawanan macam ini tidak cukup kece untuk dibahas. Juga mari berhenti berimajinasi bahwa pahlawan adalah cerita masa lalu--toh, jika pun ada gambaran pahlawan masa kini, yang muncul adalah tokoh-tokoh manusia (yang menjadi) super karena digigit laba-laba, atau menjadi titisan kelelawar. Karena faktanya, di tahun digit 2000-an ini, Indonesia masih butuh pahlawan-pahlawan muda dengan ide segar dan jiwa besar yang siap bersatu membangun bangsa. Walaupun begitu, jangan dulu berpikir bahwa ini berarti, kita harus membuat suatu terobosan hebat penuh manfaat. Mulai saja dari hal sederhana, karena percayalah, setiap bentuk kecil kebaikan yang kita lakukan, telah menjadikan kita seorang pahlawan--paling tidak bagi lingkungan sekitar.
**Tulisan juga dimuat disini. Waktu IF masih nge-wordpress dan sekarang kita dotcom-ers doong, inspiratorfreak.com
Abonnieren
Kommentare zum Post (Atom)
Montag, 4. November 2013
Pahlawan Di Tahun Digit 2000-an
Halo November!
Menapaki bulan November, rasa-rasanya memang tidak lepas dari keriaan hari pahlawan yang akan kita sambut tanggal 10 nanti. Tentunya, sebagai kaum muda, kita memang dituntut untuk lebih dalam memaknai keriaan tersebut. Karena, siap atau tidak, tanggung jawab sebagai pembawa perubahan bagi bangsa itu ada di pundak kita, kawan! Maka, mari berefleksi, sudah sejauh mana sumbangsih kaum muda masa kini dalam upaya membangun bumi pertiwi? Atau, sebenarnya kita masih bertanya-tanya, apa iya bangsa kita masih membutuhkan sosok pahlawan? Lalu, sosok pahlawan seperti apa sebenarnya yang dibutuhkan Indonesia masa kini?
Pada dasarnya, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas sederhana. Sesederhana satu-dua sampah yang berterbangan di pojok lampu merah, atau bunyi klakson yang menggema di langit Jakarta karena kemacetan yang tak tertahankan. Jika dalam keseharian kita masih dapat menemukan hal-hal sederhana tersebut, maka jelas jawabannya, Indonesia masih butuh pahlawan! Indonesia masih butuh mereka yang mau bersama menyebarkan kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya. Indonesia masih butuh mereka yang mau membuka mata orang-orang di sekitarnya, bahwa kemacetan sebenarnya buah dari ulah kita sendiri yang enggan berpindah ke transportasi publik karena terlalu nyaman dengan kendaraan pribadi.
Pastinya, di tahun digit 2000-an ini, dengan melihat perkembangan zaman yang luar biasa pesat sekarang, tidak relevan bagi kita untuk tetap berpikir bahwa pahlawan adalah mereka yang gagah membunuh penjajah, bertaruh jiwa dan raga di medan perang, tanpa lupa dengan bambu runcingnya. Hal ini karena musuh yang kita hadapi saat ini bukan lagi musuh-musuh yang bisa mati dengan tembakan peluru atau pun terjangan bambu runcing. Di jaman serba mudah ini, bisa jadi musuh kita adalah diri kita sendiri--dengan rasa malasnya, ketidakpekaannya, dan atribut lain yang membuat kaum muda tidak produktif dan solutif.
Oleh karena itu, kenyataan bahwa Indonesia masih membutuhkan sosok pahlawan, memang telah sama-sama kita sepakati. Namun, jangan lupa juga, bahwa makna pahlawan tersebut juga telah bergeser. Mungkin, ketika jaman dulu ibu-bapak kita bangga bercerita tentang para pahlawan yang gagah di medan perang, kita bisa tunjukkan bahwa berlaga membawa nama Indonesia pada kompetisi internasional adalah juga gagah gaya baru. Ketika pahlawan jaman dulu tak pernah lupa membawa bambu runcingnya, pahlawan masa kini tidak pernah lupa membawa pensilnya yang sudah diraut sampai runcing. Sehingga, akan selalu produktif menulis! Haha.
Intinya, mari berhenti berpikir bahwa isu kepahlawanan macam ini tidak cukup kece untuk dibahas. Juga mari berhenti berimajinasi bahwa pahlawan adalah cerita masa lalu--toh, jika pun ada gambaran pahlawan masa kini, yang muncul adalah tokoh-tokoh manusia (yang menjadi) super karena digigit laba-laba, atau menjadi titisan kelelawar. Karena faktanya, di tahun digit 2000-an ini, Indonesia masih butuh pahlawan-pahlawan muda dengan ide segar dan jiwa besar yang siap bersatu membangun bangsa. Walaupun begitu, jangan dulu berpikir bahwa ini berarti, kita harus membuat suatu terobosan hebat penuh manfaat. Mulai saja dari hal sederhana, karena percayalah, setiap bentuk kecil kebaikan yang kita lakukan, telah menjadikan kita seorang pahlawan--paling tidak bagi lingkungan sekitar.
**Tulisan juga dimuat disini. Waktu IF masih nge-wordpress dan sekarang kita dotcom-ers doong, inspiratorfreak.com
Menapaki bulan November, rasa-rasanya memang tidak lepas dari keriaan hari pahlawan yang akan kita sambut tanggal 10 nanti. Tentunya, sebagai kaum muda, kita memang dituntut untuk lebih dalam memaknai keriaan tersebut. Karena, siap atau tidak, tanggung jawab sebagai pembawa perubahan bagi bangsa itu ada di pundak kita, kawan! Maka, mari berefleksi, sudah sejauh mana sumbangsih kaum muda masa kini dalam upaya membangun bumi pertiwi? Atau, sebenarnya kita masih bertanya-tanya, apa iya bangsa kita masih membutuhkan sosok pahlawan? Lalu, sosok pahlawan seperti apa sebenarnya yang dibutuhkan Indonesia masa kini?
Pada dasarnya, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas sederhana. Sesederhana satu-dua sampah yang berterbangan di pojok lampu merah, atau bunyi klakson yang menggema di langit Jakarta karena kemacetan yang tak tertahankan. Jika dalam keseharian kita masih dapat menemukan hal-hal sederhana tersebut, maka jelas jawabannya, Indonesia masih butuh pahlawan! Indonesia masih butuh mereka yang mau bersama menyebarkan kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya. Indonesia masih butuh mereka yang mau membuka mata orang-orang di sekitarnya, bahwa kemacetan sebenarnya buah dari ulah kita sendiri yang enggan berpindah ke transportasi publik karena terlalu nyaman dengan kendaraan pribadi.
Pastinya, di tahun digit 2000-an ini, dengan melihat perkembangan zaman yang luar biasa pesat sekarang, tidak relevan bagi kita untuk tetap berpikir bahwa pahlawan adalah mereka yang gagah membunuh penjajah, bertaruh jiwa dan raga di medan perang, tanpa lupa dengan bambu runcingnya. Hal ini karena musuh yang kita hadapi saat ini bukan lagi musuh-musuh yang bisa mati dengan tembakan peluru atau pun terjangan bambu runcing. Di jaman serba mudah ini, bisa jadi musuh kita adalah diri kita sendiri--dengan rasa malasnya, ketidakpekaannya, dan atribut lain yang membuat kaum muda tidak produktif dan solutif.
Oleh karena itu, kenyataan bahwa Indonesia masih membutuhkan sosok pahlawan, memang telah sama-sama kita sepakati. Namun, jangan lupa juga, bahwa makna pahlawan tersebut juga telah bergeser. Mungkin, ketika jaman dulu ibu-bapak kita bangga bercerita tentang para pahlawan yang gagah di medan perang, kita bisa tunjukkan bahwa berlaga membawa nama Indonesia pada kompetisi internasional adalah juga gagah gaya baru. Ketika pahlawan jaman dulu tak pernah lupa membawa bambu runcingnya, pahlawan masa kini tidak pernah lupa membawa pensilnya yang sudah diraut sampai runcing. Sehingga, akan selalu produktif menulis! Haha.
Intinya, mari berhenti berpikir bahwa isu kepahlawanan macam ini tidak cukup kece untuk dibahas. Juga mari berhenti berimajinasi bahwa pahlawan adalah cerita masa lalu--toh, jika pun ada gambaran pahlawan masa kini, yang muncul adalah tokoh-tokoh manusia (yang menjadi) super karena digigit laba-laba, atau menjadi titisan kelelawar. Karena faktanya, di tahun digit 2000-an ini, Indonesia masih butuh pahlawan-pahlawan muda dengan ide segar dan jiwa besar yang siap bersatu membangun bangsa. Walaupun begitu, jangan dulu berpikir bahwa ini berarti, kita harus membuat suatu terobosan hebat penuh manfaat. Mulai saja dari hal sederhana, karena percayalah, setiap bentuk kecil kebaikan yang kita lakukan, telah menjadikan kita seorang pahlawan--paling tidak bagi lingkungan sekitar.
**Tulisan juga dimuat disini. Waktu IF masih nge-wordpress dan sekarang kita dotcom-ers doong, inspiratorfreak.com
Label:
all-hail,
hope so,
inspiratorfreak.com,
nah!,
nasionalisme,
tanah air
Abonnieren
Kommentare zum Post (Atom)
Popular posts
-
Kali ini, saya akan membagikan pengalaman saya 'berkenalan' dengan YSEALI hingga akhirnya memberanikan diri untuk mendaftar program ...
-
Seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya, sejak saya membaca surat rekomendasi yang dibuatkan oleh referee saya, saya memil...
-
Setelah beberapa bulan penantian, finally woro-woro tentang pembukaan pendaftaran seleksi program XL Future Leaders Batch II pun dibuka. K...
-
Sekarang, saya akan berbagi langkah-langkah yang saya lakukan dalam mendaftar program YSEALI Academic Fellowship periode Fall 2018. Ingat, i...
-
Few days ago, i finally happened to visit Gunung Bromo for the very first time! Yay . Seru sekali. Saya pergi rombongan bersama teman-teman...
-
Hai guys! (tampang sok asik) So, it is my second writing. hahah yang sabar ya bacanya. Semoga gak bikin mual. Amiiiin Oke, j...
-
Oops Oops Oops... Oops Oops Oops... Oops Fugu Fugu... Oops Fugu Fugu... Bagi Anda yang merupakan penikmat iklan, pasti familiar denga...
-
Dan yak, setelah membuat kesal beberapa orang dengan blog berjudul super panjang tapi super nggak penting (Emm, atau justru tidak ada yang k...
-
Berbicara tentang nasionalisme, maka kadang pikiran kita akan langsung tertuju pada segala hal yang berkaitan dengan rasa cinta tanah air, ...
-
Sayangnya, kadang orang yang kita sayangi terlalu egois untuk menyadari bahwa dirinya berharga. Setidaknya di mata kita. Sehingga mereka d...
Keine Kommentare:
Kommentar veröffentlichen