Adalah ia, laki-laki yang tiba-tiba datang merangsuk masuk ke hati Susi. Mengisi ruang yang selama ini kosong tak berpenghuni. Dengan muka bersahabat, bercerita panjang lebar, membuat Susi merasa ada, nyata dan paling penting--dibutuhkan. Saling menunggu, berbagi waktu, hingga berpisah lalu merindu. Bahkan secercah cahaya sendu yang menggelayuti malam itu bersedia menjadi saksi sebuah pagelaran syahdu kala itu.
Adalah ia, laki-laki yang membuat hari-hari setelahnya terasa menyiksa diri. Susi merasa dirinya mati suri. Menanti momen itu terulang lagi. Tapi si laki-laki tak kunjung kembali. Setidaknya, bukan dalam bentuk eksistensi fisiologis, namun kehangatan batin yang dulu menyesakkan dada. Dan dari sanalah, cerita klasik cinta berujung derita versi Susi bermula.
Adalah ia, laki-laki yang ternyata juga menyesakkan hati teman Santi, teman terbaiknya selama ini, dengan rasa yang sama yang ia juga rasakan. Adalah ia, laki-laki yang juga selama ini selalu disebut-sebut Santi dalam ceritanya tentang laki-laki gagah perebut hatinya. Adalah ia, laki-laki yang selama ini disebut Santi kepada Susi, seseorang yang membuatnya merasa ada, merasa nyata, dan merasa dirinya dibutuhkan.
Susi menelan ludah dalam mati surinya. Dirinya dan sahabatnya telah berlabuh pada dermaga yang sama. Telah terkagum pada matahari yang sama. Hanya dengan senja yang berbeda. Maka biarkan dulu Susi tenggelam pada kelam malam yang sayu itu. Biar malam membawa rasa itu menenggelam. Agar Santi, dapat kembali melanjutkan takdir alam yang selama ini buram.
Keine Kommentare:
Kommentar veröffentlichen