Dienstag, 19. Juni 2018

Tentang Menikah

Berada di usia matang seperti saya sekarang, membuat obrolan menjadi semakin monoton. Apapun topik pembukanya, ujungnya pasti soal cinta, jodoh dan nikah. Perubahan status KTP kawan, dari jomblo menjadi 'Kawin', membuat lebih banyak hati menjadi gelisah. Bibir ingin mendesah. Mak, kapan nikah? Aduduh, bosen uwe dengernyah.

Sebenarnya, tak apa merasa deg-degan, tapi jangan sampai khawatir tidak kebagian. InsyaAllah, jodoh, rizki dan mati sudah tertulis takdirnya. Tidak akan tertukar, apalagi kehabisan.

Membicarakan gebetan banyak-banyak tidak lantas membuatmu cepat menikah, yang ada justru kamu jatuh semakin dalam pada kubangan dosa. Begitu pula dengan cinta, menumbuhkannya pada orang yang belum tentu menjadi jodohmu, pada masa yang belum waktunya, tidak membawa manfaat barang sebulir, yang ada justru mubazir. Karena kamu harus membagi-bagi cintamu kepada orang yang tidak berhak, cinta yang seharusnya bisa kamu berikan utuh tanpa cela pada kekasihmu sesungguhnya, yang halal di hadapan-Nya.

Karena, kalau kata Kurniawan Gunadi, mencintai bukan hanya soal waktu, keberanian dan kesempatan. Namun, soal keimanan dan ketaqwaan. Bagi saya, menikah adalah sarana mengakselerasi diri untuk menjadi lebih baik lagi. Menikah adalah wadah melipatganda ibadah. Menikah berarti mewujudkan mimpi-mimpi tentang pengabdian yang lama tertahan. Dan yang tidak kalah penting, menikah adalah melahirkan generasi penerus perjuangan-perjuangan yang belum selesai. Sehingga, modalnya tak cukup hanya cinta, ada ilmunya, ada landasannya.

Makanya, menikah bukan muara, ia hanya gapura. Menuju kesana, tidak boleh tergesa, apalagi dengan persiapan seadanya. Ingat, kita sedang mengejar ridho-Nya.


Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen

Dienstag, 19. Juni 2018

Tentang Menikah

Berada di usia matang seperti saya sekarang, membuat obrolan menjadi semakin monoton. Apapun topik pembukanya, ujungnya pasti soal cinta, jodoh dan nikah. Perubahan status KTP kawan, dari jomblo menjadi 'Kawin', membuat lebih banyak hati menjadi gelisah. Bibir ingin mendesah. Mak, kapan nikah? Aduduh, bosen uwe dengernyah.

Sebenarnya, tak apa merasa deg-degan, tapi jangan sampai khawatir tidak kebagian. InsyaAllah, jodoh, rizki dan mati sudah tertulis takdirnya. Tidak akan tertukar, apalagi kehabisan.

Membicarakan gebetan banyak-banyak tidak lantas membuatmu cepat menikah, yang ada justru kamu jatuh semakin dalam pada kubangan dosa. Begitu pula dengan cinta, menumbuhkannya pada orang yang belum tentu menjadi jodohmu, pada masa yang belum waktunya, tidak membawa manfaat barang sebulir, yang ada justru mubazir. Karena kamu harus membagi-bagi cintamu kepada orang yang tidak berhak, cinta yang seharusnya bisa kamu berikan utuh tanpa cela pada kekasihmu sesungguhnya, yang halal di hadapan-Nya.

Karena, kalau kata Kurniawan Gunadi, mencintai bukan hanya soal waktu, keberanian dan kesempatan. Namun, soal keimanan dan ketaqwaan. Bagi saya, menikah adalah sarana mengakselerasi diri untuk menjadi lebih baik lagi. Menikah adalah wadah melipatganda ibadah. Menikah berarti mewujudkan mimpi-mimpi tentang pengabdian yang lama tertahan. Dan yang tidak kalah penting, menikah adalah melahirkan generasi penerus perjuangan-perjuangan yang belum selesai. Sehingga, modalnya tak cukup hanya cinta, ada ilmunya, ada landasannya.

Makanya, menikah bukan muara, ia hanya gapura. Menuju kesana, tidak boleh tergesa, apalagi dengan persiapan seadanya. Ingat, kita sedang mengejar ridho-Nya.


Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen

Popular posts